MEMBERI
By: Sandi Suroyoco Sinambela.
Teringat dengan seorang teman yang dari kecil dia adalah orang yang
sangat pelit, bahkan hingga sekarangpun dia sangat pelit. Mempertimbangkan segalanya saat ingin memberi
sesuatu kepada orang lain. saya sering
mengatakan bahwa jika dia harus menjadi orang yang sangat kaya. Sebulir padi pun dia masih berpikir dua kali
memberikan kepada temannya padahal dia punya banyak sekali. Terkadang saya tersenyum melihat teman saya
itu, tetapi saya juga sepertinya tidak jauh beda.
Berbeda dari cerita teman saya itu.
Nenek (oppung) pernah mengatakan demikian “setengah dari yang kau miliki
sekarang kamu berikan kepada oranglain, kamu tidak akan pernah jatuh
miskin. Lalu saya menjawab, lah oppung! serius oppung, setengah dari semuanya? Aku punya dua tangan, kaki dua, mata dua, aku
berikan satu? Ia sahutnya sambil dia tersenyum.
Bahkan dia mengatakan segala yang kau berikan kepada oranglain itu
bagaikan kau melempar batu ke ketinggian. Itu akan kembali lagi.
kata-katanya membuat saya terdiam. kemudian dia juga menegaskan bahwa pemberian yang tidak iklas sama saja
dengan tidak memberikannya.
ohhh sahut ku, kala itu aku masih sma kelas 1
Suatu ketika saya mengingat kembali apa yang dikatakan oppung
itu. Pada saat kuliah memang banyak
sekali kepentingan kita. Kita banyak
meminta kepada oranglain. Saat ini saya
berpikir bahwa sudah sejauh mana saya memberi kepada orang lain. Apa yang sudah kuberikan kepada orang
lain? Saya sangat sering mengabaikan
permintaan tolong dari orang lain.
Pertanyaan pertanyaan tersebut ternyata membuka hatiku untuk mencari
tau kembali apa dan bagai mana saya harus memberi.
Suatu pagi saya membaca Alkitab Markus 12:41-44 yang bercerita
tentang persembahan seorang janda miskin.
Saya membaca sambil menghayati ayat ini. Ternyata ada seorang janda yang miskin yang
memberikan dua peser pada peti persembahan.
Dan banyak orang kaya yang memberi persembahan dalam jumlah besar. Saya tersentak saat membaca ayat berikutnya
ternyata dua peser yang diberikan janda tersebut adalah merupakan seluruh
nafkahnya. Dan Yesus melihat dan
mengatakan kepada murid-muridnya bahwa janda miskin itulah yang memberi yang
paling besar. Yesus tahu bahwa janda itu memberikan nafkahnya dengan penuh
iklas.
Oppung saya tadi masih mengatakan setengah, namun di ayat Markus ini
memperlihatkan kepada kita si janda tua tersebut memberikan seluruhnya
nafkahnya. Seolah tak mampu
melakukannya, tapi satu hal yang meyakinkan saya UPAHNYA BESAR DISORGA.
Masihkah kita
ragu memberi?
Apakah kita akan
selalu berpikir mendapat imbalan saat memberi?
Mungkin anda
pernah mengatakan bahwa hidup anda akan anda berikan kepada kekasih anda lalu
begai mana dengan memberi kepada orang lain?
“Mari kita mulai budaya memberi bukan budaya
menerima”
No comments:
Post a Comment