Friday 29 November 2013

karyaku. wawasan nusantara


NAMA: SANDI SUROYOCO SINAMBELA 
WAWASAN NUSANTARA
    1. Pemahaman Awal
      1. Asal-usuk kata
wawasan = wawas = pandangan, tinjauan, Sedangkan mawas = memandang, meninjau dan nusa = pulau serta antara = diapit dua hal cara pandang bangsa indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan pancasila dan uud 1945
      1. Latar belakang
Indonesia terdiri dari banyak suku, bahasa, agama yang diartikan sebagar multikultur. Inonesia lebih luas lautnya daripada daratannya.
      1. Sejarah
negara indonesia memiliki kekuatan : letak yg strategis dan kaya sumber daya alam
kelemahan : kepulauan dan keanekaragaman masyarakat.
Perlu pedoman agar tdk terombang ambing dlm mencapai tujuan nasional
    1. Analisis Terhadap aspek-aspek Wawasan Nusantara
Analisis swot: kelebihan kelemahan, keluhan, dan ancaman
      1. Alamiah
Letak
a. Asas Kepulauan (archipelagic principle) Pulau2 mrp satu kes. utuh, laut mrp penghubung bkn pemisah
b. Kepulauan Indonesia
c. Konsepsi tentang wilayah, Neg kepulauan, laut teritorial,perairan pedalaman, ZEE, landas kontinen
d. Karakteristik Wilayah Nusantara, terletak di 2 benua, 2 samudra dll

SDA
SDM
      1. Sosial
Ideologi (Pancasila)
Kelebihan: asli Indonesia
Peluang: mudah dipahami, mudah dipelajari
Kelemahan:membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai kesepakatan. Bukan lagi satu-satunya ideologi yang dipelajari. Ancamannya bisa dipergantikan.


Politik
Kita lihat dari pancasila sila-4 bahwa politik di indonesia adalah berdasarka musawarah dan mufakat.
Kelebihan: mampu mengkoodinir semua golongan, dan didukung oleh semua pihak.
Kelemahan: membutuhkan waktu yang lama untuk untuk mengambil kesepakatan
Ancaman: dead lock
Ekonomi
Pada sila ke lima pasal 33 yang menyatakan bahwa usaha bersama berasaskan azas kekeluargaan.
Kelebihan: usaha bersama dan asas kekeluargaan
Peluang: sejahtra bersama
Kelemahan: memakan waktu yang lama: perilaku yang konsumtif yang menyebabkan perkembangan ekonomi negara berkembangnya sangat lama
Ancaman: boros
Sosial Budaya
Pada sila ke tiga pasal 32
Kelebihan: bisa mengembangkan kegiatan pariwisata dengan multi kultur, sehingga budaya berkembang dengan baik.
Kelemahan: pemikiran yang sempit karena hanya terpatok pada budayanya sediri sehingga kadang membuat salah presepsi.
Ancaman: disitregrasi, pecah belah antar suku.
Pertahanan dan Keamanan
Pada pasal yag ke 30
Kelebihan: kuantitas penduduk yang dijadikan sebagai power
Kelemahan: sistem ekonomi yang lemah
Peluang: mendapatkan man power yang banyak karena semakin banyak pilihannya.
    1. Dinamika dan Aplikasi Wawasan Nusantara
  1. Potensi
Globalisasi dan otonomi daerah
Pemerintah pusat mempercayakan daerah untuk mengurus pemerintahannya.
  1. Hambatan
Globalisasi, otonomi daerah dan disintegrasi
Otonomi daerah terkadang kebablasan menjalankan kepercayaan.

hanya ini yang dapat saya sampaikan terimakasih!!!! semangat nasionalisme adalah bibit agar kita menjadi seorang pemimpin. bibit itu harus pi pupuk dan di jaga aga bisa berakar, tumbuh, dan berkembang, hingga menghasilkan buah dengan berkarya di Indonesia tercinta.

lap ph darah

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keasaman darah atau pH darah menggambarkan konsentrasi ion hidrogen yang menentukan keasaman atau kebasaan relatif dari larutan. pH 7,0 menggambarkan keadaan netral, tidak bersifat asam dan tidak bersifat basa. Larutan dengan pH 1 – 6,5 adalah larutan asam pH untuk larutan basa berkisar antara 7,2 – 14,0, semakin besar angka maka darah bersifat basa. Pada kondisi normal pH darah sedikit alkali yaitu antara 7,35 dan 7,45. pH darah di pertahankan dalam batas-batas yang relatif sempit oleh adanya buffer kimia, terutama natrium bikarbonat. Bikarbonat yang terdapat di dalam darah sebagai hasil metabolisme juga dipergunakan untuk menetralisir keasaman darah. Dalam kondisi sakit maka bikarbonat menurun sehingga menimbulkan keadaan asam dalam darah atau asidosis.
1. 2. Tujuan
Praktikum Fisiologi Ternak bertujuan agar mahasiswa mampu mengetahui prinsip dan cara-cara pengukuran pH darah. Dapat membandingkan pH darah hewan pada kondisi tertentu.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. pH Darah
Keasaman (pH) darah menggambarkan konsentrasi ion hydrogen, yang menentukan keasaman atau kebasaan relative dari larutan. Dalam air destilasi, ion hydrogen (H+) yang bersifat asam setara dengan ion hidroksil (OH-) yang bersifat basa, pHnya 7 yang menggambarkan keadaan netral. Dalam keadaan normal pH terletak diantara 7,35 – 7,45 sedikit berada di daerah yang basanya netral. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keasaman darah, diantaranya adalah pengeluaran karbondioksida (gas asam) melalui paru – paru. Jadi hiperventilasi dengan cara membuang banyak karbondioksida dapat menyebabkan alkalosis (pH darah abnormal) sementara di dalam darah (Frandson, 1992). Buffer kimia (penyangga) terutama natrium bikarbonat yang dapat mempertahankan pH darah dalam suatu batas – batas yang relative sempit. Buffer bereaksi dengan asam kuat atau basa kuat hingga menghasilkan garam netral dan asam atau basa lemah. Darah selalu bersifat alkalik. Kadar alkaliknya tergantung dari konsentrasi ion-hidrogen dan hal ini sering dinyatakan sebagai pH. pH sebesar 7 berarti larutan tersebut dalam keadaan netral. pH antara 1-7 berarti larutan tersebut dalam keadaan asam. pH antara 7-14 berarti larutan tersebut dalam keadaan basa. pH normal akan dipertahankan. Karena kalau sedikit berubah ke arah asam ataupun ke arah basa akan mempengaruhi kehidupan. Sehingga usaha mempertahankan tingkat alkali yang konstan dalam darah adalah sangat penting (Pearce, 1997).
pH darah unggas normal adalah 7,2 sampai 7,3. pH semakin tinggi akan lebih bersifat basa. Perubahan pH pada darah terjadi karena adanya ganguan metabolisme berupa perubahan konsentrasi bikarbonat dari hewan tersebut. Darah sebagaimana mestinya memiliki fungsi untuk transport gas seperti oksigen (O2) dan karbondioksida (William, 1985). darah memiliki banyak fungsi yaitu diantaranya sebagai transportasi zat-zat makanan ke jaringan tubuh, transportasi oksigen ke jaringan tubuh, transportasi sisa-sisa metabolisme ke ginjal dapat dibuang, transportasi hormon-hormon dari kelenjar endokrin, pengaturan keseimbangan air dalam jaringan tubuh, berperan dalam sistem buffer, berperan dalam hal pengendalian tubuh dan berfungsi mempertahankan diri dari partikel asing yang masuk dalam tubuh (Harlod, 1979).
Penyangga adalah campuran dari asam lemak dan garm basanya. Istilah penyangga menjelaskan substansi kimia yang mengurangi perubahan pH dalam larutan yang disebabkan penambahan asam ataupun basa (Frandson, 1992). Empat sistem penyangga utama dari tubuh yang membantu memelihara pH agar tetap konstan adalah pertama bikarbonat merupakan penyangga yang paling banyak secara kuantitatif dan bekerja pada EFC. Kedua fosfat merupakan penyangga yang paling penting dalam sel darah merah dan sel tubulus ginjal. H+ yang diekskresikan ke dalam kemih, disangga dengan fosfat (dikenal sebagai asam yang dapat dititrasi). Ketiga hemoglobin yang tereduksi mempunyai afinitas kuat dengan H+, maka kebanyakan ion-ion ini menjadi terikat dengan hemoglobin dan keempat protein paling banyak terdapat pada sel jaringan dan juga bekerja pada plasma (Reviany dan Hartini, 1989).















BAB III
METODELOGI
Praktikum Dasar Fisiologi Ternak tentang tingkat keasaman darah dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 10 Mei 2011 pukul 14.00 – 16.00 WIB di Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Hewan Fakultas Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Diponegoro, Semarang.
4.1 Materi
Bahan yang digunakan dalam praktikum mengukur tingkat keasaman darah yaitu darah hewan percobaan, dalam hal ini adalah serum darah burung puyuh. Sedangkan alat yang digunakan yaitu pH indicator.
4.2 Metode
Metode yang digunakan dalam praktkum ini pertama mecelupkan pH indikator kedalam sample serum darah selama 5 menit, mengangkat dan mengeringkan dengan angin, membandingkan dengan warna standart, membaca warna pH yang didapat dan membuat bahasan dari hasil pengukuran pH tersebut.









BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Mengukur Tingkat Keasaman
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 3. Pengukuran Tingkat Keasaman Darah
Jenis Darah PH Darah
Darah Unggas 8
Sumber : Data Primer Praktikum Fisiologi Ternak, 2011.
Berdasarkan hasil praktikum bahwa pH yang diperoleh adalah 8, ini menunjukan bahwa darah yang diuji bersifat basa karena memiliki pH diatas netral. Seperti pernyataan William (1985) bahwa pH darah unggas normal adalah 7,2 sampai 7,3. Hal ini menunjukan bahwa sampel yang diuji memiliki pH darah yang lebih tinggi atau lebih bersifat basa. Perubahan pH pada darah terjadi karena adanya ganguan metabolisme berupa perubahan konsentrasi bikarbonat dari hewan tersebut. Darah sebagaimana mestinya memiliki fungsi untuk transport gas seperti oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2). Hal ini sesuai pendapat Harlod (1979) darah memiliki banyak fungsi yaitu diantaranya sebagai transportasi zat-zat makanan ke jaringan tubuh, transportasi oksigen ke jaringan tubuh, transportasi sisa-sisa metabolisme ke ginjal dapat dibuang, transportasi hormon-hormon dari kelenjar endokrin, pengaturan keseimbangan air dalam jaringan tubuh, berperan dalam sistem buffer, berperan dalam hal pengendalian tubuh dan berfungsi mempertahankan diri dari partikel asing yang masuk dalam tubuh.








BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Berdasakan praktikum status darah dengan materi mengukur tingkat keasaman darah diperoleh pH sebesar 8. Hal ini menunjukkan bahwa pH darah ayam bersifat basa dan sesuai tingkat keasaman darah unggas yakni 7,2 - 7,3.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keasaman darah, diantaranya adalah pengeluaran karbondioksida melalui paru–paru. Jadi hiperventilasi dengan cara membuang banyak karbondioksida dapat menyebabkan alkalosis (pH darah abnormal). Buffer kimia (penyangga) terutama natrium bikarbonat yang dapat mempertahankan pH darah dalam suatu batas – batas yang relative sempit. Buffer bereaksi dengan asam kuat atau basa kuat hingga menghasilkan garam netral dan asam atau basa lemah.
5.2. Saran
Praktikan harus mempunyai ketelitian dan kesabaran dalam mencocokkan warna sampel dengan warna pada indikator universal agar mendapatkan pH yang sesuai dengan pH normal pada unggas khususnya burung puyuh.








DAFTAR PUSTAKA
Frandson, RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak IV. Gadjah Mada Press.Yogyakarta.
Harlod, A. H. 1979. Review of Physiological Chemistry. Diterjemahkan oleh Martin Muliawan. Buku Kedokteran E. G. C, Jakarta.
Pearce, Everlin. 1989. Anatomi dan Fisiologi Untuk Para Medis. Gramedia. Jakarta
Reviany Widjayakusuma dan Sri HartiniSjahfri Sikar. 1986. Fisiologi Hewan. Jilid 1. Institut Pertanian Bogor.
William, A. 1985. Patro Fisiologi. Edisi Ke-7. Jilid 11. Terjemahan, Jakarta.















LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM FISIOLOGI TERNAK



















Disusun Oleh :

Nama : Sandi Suroyoco Sinambela
NIM : 23010110110031
Kelompok : IVE
Asisten : Swesti Ari











FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2011

Endokrin teknologi bioreproduksi


1.      Kelenjar Endokrin

Kelenjar endokrin merupakan suatu kelenjar yang mana kelenjar ini menhasilkan hormon yang berperan dalam proses reproduksi. Kelenjar endokrin ini juga mensekresikan hormon-hormon yang dihasilkannya. Kelenjar endokrin tak lepas dari tempat pusatnya pengaturan kinerja dari semua organ yang ada, yaitu otak. Hormon yang dihasilkan ini nantinya akan berpengaruh terhadap kinerja dari organ-organ tubuh, khususnya organ reproduksi. Hal ini dijelaskan oleh Toelihere (1981) yang menjelaskan bahwa kelenjar endokrin merupakan organ spesifik yang menghasilkan suatu produk kimia disebut hormon. Hormon tersusun dari beberapa substansi kimia seperti protein,  steroid, dan substansi lain yang akan dilepas ke dalam aliran darah dan ditransportasikan  untuk meningkatkan, menurunkan atau memberikan efek metabolik terhadap fungsi organ. Frandson (1992) menambahkan bahwa kelenjar endokrin terdiri dari suatu sistem kelenjar tanpa saluran yang mempengaruhi berbagai fungsi vital tubuh seekor hewan sebelum lahir sampai mati, misalnya pengaturan dalam kontol terjadinya konsepsi, kebuntingan, kelahiran, dan proses dari fungsi fisiologis lainnya.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa kelenjar endokrin berperan penting dalam tubuh ternak, karena merupakan salah satu kelenjar reproduksi utama yang terdiri dari beberapa bagian. Hal ini sesuai dengan pendapat Partodihardjo (1980) yang menyatakan bahwa kelenjar endokrin reproduksi penunjang dan sistem endokrin reproduksi, dimana kelenjar endokrin sendiri tidak mempunyai duktus, dari kelenjar ini akan mengalir langsung kedalam aliran darah dan dapat memberikan efek menyebar luas. Frandson (1992) menambahkan bahwa kelenjar endokrin reproduksi penunjang berfungsi menegakkan hidup individu, termasuk pengaturan proses pertumbuhan dan pembinaan tubuh, adaptasi terhadap lingkungan, pengatuan cairan tubuh, pengaturan produksi energi serta penyerapan makanan oleh pencernaan.

1.1.   Hipotalamus

 Hipotalamus mempunyai peranan yang sangat penting, di hipotalamus inilah merupakan tempat pengaturan syaraf, selain itu juga menghasilkan rangsangan yang berpengaruh terhadap kinerja syaraf maupun hormon. Hal ini dijelaskan oleh White (1974) yang menyatakan bahwa pusat rangsangan syaraf yang mempengaruhi kerja hormon pada ternak terdapat pada hipotalamus. Rangsangan syaraf dari luar akan ditransformasikan menuju hipotalamus sehingga hipotalamus akan mensekresikan hormone releasing factor (HRS). HRS yang dihasilkan hipothalamus akan mengatur regulasi hormon yang dihasilkan oleh pituitari pars anterior atau PPA (anterior pars pituitary). PPA memproduksi hormon yang sifatnya dapat mengatur kerja dari beberapa kelenjar endokrin. Frandson (1992) menambahkan bahwa kelenjar hipotalamus terletak tepat dibagian bawah otak, fungsi terpenting dari hipotalamus adalah menjembatani sistem hormon dan mengatur dari sistem yang lain serta memelihara tubuh yaitu syaraf.
Saat pengamatan juga terlihat adanya beberapa ventrikel yang berada dalam kepala ayam yang dibedah. Ventrikel-ventrikel tersebut mempunyai peranan yang berbeda-beda. Hal ini dijelaskan oleh White (1974) yang menyatakan bahwa pengaturan indra pada ternak dikendalikan oleh otak pada bagian tertentu yang disebut ventrikel. Ventrikel yang terdapat dalam otak memiliki fungsi yang berbeda satu sama lain. Terdapat empat ventrikel, ventrikel I berfungsi sebagai pusat penglihatan dan penciuman, ventrikel II berfungsi sebagai pusat pendengaran dan perasa, ventrikel III berfungsi sebagai pusat koordinasi, dan terakhir ventrikel IV berfungsi sebagai pusat keseimbangan. Terdapat pula tulang spenoid yang fungsinya adalah sebagai pelindung dari kelenjar hipofisa agar tidak rusak. Frandson (1992) menambahkan bahwa ventrikel otak sebenarnya merupakan kelanjutan dari kanal neural yang terdapat pada fase embrional. Ventrikel ketiga berhubungan dengan ventrikel keempat melalui saluran yang disebut akueduk sylvius, yang disebut akueduk serebral. Ventrikel keempat terletak diantara serebelum dibagian atas, serta pons dan medula dibagian bawah, berhubungan dengan celah subaraknoid melalui foramen magendia dan luschka. Empat pleksus koroid ventrikel, masing-masing terdiri atas suatu jaringan kapiler dara yang menjulur ke dalam lumen ventrikel. Setiap pleksus tertutup secara rapi oleh suatu lapisan sel ependimal yang berasal dari membran dalam ventrikel.

1.2.   Hipofisa

 Kelenjar hipofisa merupakan bagian dari kelenjar endokrin yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi kelenjar endokrin serta memproduksi hormon reproduksi. Kelenjar hipofisa disebut juga master of gland karena dapat mensekresikan hormon yang dapat mengatur kerja tubuh, namun kelenjar hipofisa juga dipengaruhi oleh hipotalamus. Hal ini ddiperjelas oleh Partodihardjo (1980) yang menyatakan bahwa kelenjar hipofisa adalah kelenjar yang terbentuk dalam pertumbuhan embrio, bagian bawah dari otak ini tidak melepaskan diri dari otak, melainkan masih dihubungkan dengan apa yang kemudian disebut dengan hipofisa. Kelenjar hipofisa terletak pada rongga tulang pada basis otak, kelenjar ini terhubung dengan hipotalamus dan dihubungkan dengan tangkai hipofisa. Salah satu tulang yang terdapat dalam bagian hipofisa ini adalah tulang sphenoid. Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1992) yang menyatakan bahwa tulang spenoid berfungsi sebagai pelindung dari kelenjar hipofisa supaya tidak rusak.

2.        Mekanisme Umpan Balik

Salah satu proses atau mekanisme kerja dari kelenjar endokrin adalah mengatur jalannya sebuah mekanisme yang berkaitan dengan pengaturan hormon reproduksi yang disebut mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik ini terbagi menjadi dua macam yaitu umpan balik positif dan umpan balik negatif. Hal ini sesuai dengan pendapat White (1974) yang menyatakan bahwa kelenjar Hipofisis merupakan kelenjar berdiameter kira-kira 1 cm dan beatnya 0,5-1 gram, kelenjar hipofisis juga dipengaruhi oleh hipotalamus yang mana didalamnya terdapat sebuah mekanisme yang disebut umpan balik. Mekanisme umpan balik yang yang terjadi ini sangat mempengaruhi kelenjar yang satu dengan kelenjar yang lain.  Partodihardjo (1980) menambahkan bahwa mekanisme umpan balik adalah hipotalamus pada otak besar menghasilkan kelenjar hipofisa yang dibagi menjadi dua yaitu adenohipofisa dan neurohipofisa.

2.1. Mekanisme Umpan Balik Positif

 Mekanisme umpan balik negatif ini terjadi jika ada salah satu hormon yang naik maka hormon lainnya ikut meningka, shingga memperlancar pelepasan hormon perangsangnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Partodihardjo (1980) yang menyatakan bahwa gejala yang membantu dalam proses perlancaran pelepasan hormon perangsangnya disebut sebagai umpan balik positif. Umpan balik ini terjadi jika produksi estrogen, FSH, dan LH meningkat sedangkan produksi progesteron menurun. Aron dan Findling (1997) menambahkan bahwa umpan balik positif pada kadar GnRH untuk mensekresi LH dan FSH dan peningkatan kadar estrogen selama fase folikular merupakan stimulus dari LH dan FSH setelah pertengahan siklus, sehingga ovum menjadi matang dan terjadi ovulasi.

2.2. Mekanisme Umpan Balik Negatif

Mekanisme umpan balik negatif adalah bila mana salah satu hormon naik maka hormon lainnya mengalami penurunan, sehingga dengan kata lain dengan meningkatnya salah satu hormon akan menjadi penghambat hormon lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Partodihardjo (1980) yang menyatakan bahwa jika gejala biologi yang dimaksudkan menjadi penghambatan dalam pelepasan hormon perangsangnya maka disebut umpan balik negatif. Umpan balik negatif terjadi apabila produksi progesteron meningkat, sedangkan produksi estrogen, FSH, dan LH menurun. Mekanisme umpan balik ini dapat menjadikan ternak mengalami kebuntingan. Aron dan Findling (1997) menambahkan bahwa proses umpan balik ini memberi dampak pada sekresi gonadotropin, tidak hanya itu kadar hormon dalam darah juga dikontrol oleh umpan balik negatif manakala kadar hormon telah mencukupi untuk menghasilkan efek yang dimaksudkan, kenaikan kadar hormon lebih jauh dicegah oleh umpan balik negatif.





















DAFTAR PUSTAKA

Anwar, R. 2005. Sintesis, Fungsi dan Interpretasi Pemeriksaan Hormon Reproduksi. Fakultas Kedokteran UNPAD. Bandung.

Aron, D.C, dan Findling, J.W. Hipothalannus & pituitary. In Francis S.G and  Gordon J.S (eds), Basic and Clinical Endocrinology. 5th ed. 1997. London Prentice-Hall International Inc.

Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Partodihardjo. S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Jakarta.
Toelihere, M. R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung.
White, I. G. 1974. Mammalian Semen: dalam Reproduction in Farm  Animal.  3rd. Ed . E. S. E. Hafez (Edit). Lea & Febiger: Philadelpia.




rusa timor, MIRA UNDIP


1.1              Rusa Timor
Rusa Timor (cervus timorensis) merupakan rusa tropis yang terbesar setelah rusa sambar, rusa Timor memiliki keunikan yaitu sebagai rusa yang mempunyai banyak jenis anak, memiliki nama  daerah  yang  beragam  sesuai  daerah  penyebarannya, memiliki  warna  rambut  yang  berbeda  pada  musim  kemarau dan  hujan,  serta pada  rusa  jantan  memiliki  enam  (6)  buah  gigi namun  tanpa  gigi  seri  pada  bagian  atas. Berat badan rusa Timor antara 40 – 120 kg (Semiadi, 2004). Kulit rusa Timor berwana coklat kemerah – merahan, rusa jantan memiliki kulit yang berwarna lebih gelap dan bulunya lebih kasar, sedangkan rusa betina memiliki warna kulit coklat keabu – abuan sampai coklat gelap (Nalley, 2006).
Menurut penelitian Samsudewa (2012) Rusa Timorjantan memiliki tinggi badan antara 63,87 – 68,80 kg dan tinggi tubuh antara 82,60 – 85,47 cm, sedangkan rusa betina memiliki berat badan antara 30 – 35,7 kg, panjang badan 61,7 – 65,3 cm tinggi badan 76 – 84,5 cm (Pattiselanno, 2008).Anakrusayang berumur 4 bulandapatmencapaibobotbadan 17,35 kg untukjantandan 16,15 kg betina(Takandjandji, 1993).

1.2              Reproduksi Rusa Timor Jantan
Rusa jantan memiliki ciri utama yaitu adanya ranggah (Semiadi, 2004). Pertumbuhan ranggah dimulai dengan tumbuhnya pedicle, setelah pedicle tumbuh sempurna ranggah mulai tumbuh.Pertama kali ranggah rusa hanya sebatang ranggah bulat kecil dan pedek yang awalnya lunak, terdiri atas tulang rawan yang diselimuti oleh jaringan kulit tipis dan bulu halus (beludru) atau disebut velvet. Setelah mencapai pertumbuhan maksimum maka ranggah muda akan menggeras  atau terjadi proses penulangan yang ditandai dengan mengelupasnya lapisan kulit tipis yang menyelimutinya. Setelah kulit melupas maka terlihat tulang ranggah yang keras (Semiadi, 2006). Sedangkan siklus reproduksi rusa tropis diyakini tidak dipengaruhi oleh panjang hari. Nalley et al., (2006) mengemukakan adanya perbedaan aktivitas reproduksi pada tahap ranggah keras dan velvet pada rusa timor. Dimana aktivitas reproduksi tertinggi terjadi pada tahap ranggah keras. Hasiltersebut diperkuat oleh hasil penelitian Handarini et al., (2005) bahwa kualitas semen rusa timor lebih tinggi pada tahap ranggah keras dibandingkan ranggah velvet. Semen merupakan suspense cairan seluler yang terdiri atas spermatozoa sebagaigametdansekreta yang berasaldarikelenjar – kelenjarkelamin, cairan yang terkandung dalam semen  yang dihasilkan saat ejakulas disebut plasma semen. Rusa tropis aktivitas reproduksi mempunyai kaitan yang eratpertumbuhan ranggah. Fungsi ranggah selain sebagai penanda aktivitas reproduksi dengan cara menggaruk-garukkan ranggah pada batang pohon, membuat tanda teritori yang tidak boleh dijamah pejantan lain, juga digunakan sebagai alat perlindungan diri pada saat perkelahian untuk memperebutkan rusa betina(Hafez, 2000).
1.3           Reproduksi Rusa Timor Betina
Rusa timor betina pada umur satu sampai dua tahun sudah dapat bereproduksi dengan lama bunting antara 7,5 bulan sampai 8,3 bulan. Bila ditangani secara intensif satu bulan setelah melahirkan rusa sudah dapat bunting lagi terutama bila dilakukan penyapihan dini pada anak yang dilahirkan. Setiap tahun rusa dapat menghasilkan anak, biasanya anak yang dilahirkan hanya satu ekor. Satu ekor rusa jantan dapat mengawini beberapa betina dan pada rusa timor. DiKedelonia Baru ratio seks rusa Timor antara jantan: betina yaitu 3: 37, rusa chital antara jantan: betina yaitu 1:20 hingga 1: 30, walaupun ada yang menggunakan 3:100 (Semiadi, 2004).
1.4              TingkahLaku
Rusa  timor  mempunyai  tingkah  laku  hirarki  dalam  kelompok terdiri dari pimpinan dan bawahan, dimana rusa jantan besar  dengan  ranggah  keras  umumnya  sebagai  pimpinan  yang  membawahi  beberapa  induk  betina  (harem)  dan  anak-anaknya.   Kelompok  besar  satwa  ini  umumnya  terbagi  menjadi  tiga sub kelompok yaitu: (a) sub kelompok campuran rusa jantan  dan  betina:  rusa  jantan  besar  menguasai  kelompok  betina  dewasa;  (b)  kumpulan  rusa  timor  jantan  muda  yang telah  disapih;  (c)  betina  yang  bunting  dan  rusa  yang  sedang menyusui  anaknya (Takandji,2006).
Tingkah laku percumbuan pada rusa Timor ditandai dengan snifing (berteriak memanggil pasangan), flehnen (mengendus – endus), kissing (menciumi seluruh tubuh pasdangannya), kicking dan nuding (menendang dan menyepak tubuh pasangan). Snifing, flehnen, kissing, kicking dan nuding pada rusa Timor berlangsung selama 30 ± 8 menit, 7 ± 1,5 nenit, 3 ± 0,8 menit dan 1 ± 0,1 menit (Samsudewa, 2008).
Tingkah laku seksual adalah suatu fenomena dimana hewan jantan dan hewan betina memperlihatkan gejala yang khas yang menunjukkan keinginan untuk kawin (Nelley, 2006). Tingkah laku seksual pada rusa betina dibagi menjadi dua yaitu tingkah laku pre-copulation dan tingkah laku kopulasi. Tingkah laku pre-copulation penting untuk terjadinya kopulasi dan biasanya disebut dengan tingkah laku courtship (percumbuan) rusa betina tidak hanya menerima hewan jantan secara seksual tapi juga menghasilkan bau yang khas (pheromon), suara dan stimulasi fisik yang menandakan betina tersebut dalam kondisi estrus. Tingkah laku kopulasi ditandai dengan penerimaan jantan secara seksual. Performa yang tampak adalah lordosis yang ditandai dengan dengan tidak bergeraknya tubuh betina, posisi membungkuk dengan kaki depan direndahkan, kemudian badan membentuk lengkungan (Becker, 1992 dalam Nelley). Rusa jantan (samsudewa, 2012).




1.5              Perkawinan Rusa Timor
Musim kawin rusa Timor biasanya terjadi pada  setiap  bulan purnama yaitu hari  ke 13 -16 biasanya rusa jantan menunjukkan perilaku selalu mengiringi dan mengelilingi rusa  betina.  Untuk  mendapatkan seekor rusa betina, rusa  jantan  akan saling berkelahi sampai muncul  salah satu  pemenang. Dalam  perkelahian selama 3- 4 jam atau tergantung dengan banyaknya saingan rusa yang lemah akan tersingkir dan sering terjadi korban atau  luka  parah.Setelah perkawinan selesei maka rusa akan bermain seperti semula (Wirdateti, 2005).
Gejala – gejala ingin kawin (libido) pada rusa jantan menunjukkan ciri – ciri sebagai berikut: mengeluarkan suara dalam interval waktu tertentu terutama pagi dan sore hari sambil berendam dilumpur terkadang terjadi pada saat malam hari, berjalan dengan mulut mendatar, menegakkan kepala, berdiri tegak sambil mengarahkan mulutnya ke rusa betina yang estrus, mengikuti jejak rusa betina sambil membaui bekas urin yang dikeluarkan oleh rusa betina tersebut (Nalley, 2006). Menurut hasil penelitian Samsudewa (2008), bahwa rusa Timor betina birahi ditandai dengan perubahan tingkah laku, perubahan bentuk vulva, keluarnya lendir dan tingkah laku mencari pejantan. Birahi rusa Timor sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, sekitar bulan Juli dan agustus pada saat pakan melimpah akan meningkatkan kualitas dan kuantitas birahi pad betina rusa Timor.
Angka kebuntingan tertinggi pada rusa betinapada saat usia pubertas  dicapai pada umur 8 bulan dengan memiliki berat badan minumum sekitar 40 kg dengan lama masa birahi antara 6 -25 jam hingga 48 jam, sedangkan siklus birahi (estrus) berkisar antara 20 -22 kali (Semiadi, 2004).Sifat jantan yang akan mengawini betina dan keberhasilan perkawinan tergantung pada tingkat dominasi jantan (agresivitas), daya tarik antara jantan dan betina yang sedang estrus, tahapan interaksi tingkah laku (kesiapan untuk mating) dan reaksi jantan untuk menaiki betina (Samsudewa, 2012). 

SUPERMARKET VS PASAR TRADISIONAL oleh sandi dan sombret


STUDI LAPANGAN PEGAMATAN DAGING
SUPERMARKET VS PASAR TRADISIONAL






Oleh:
GABRIELLA DISTY C. (23010110120056)
SANDI SUROYOCO SINAMBELA (23010110110031)






















FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013

  1. SUPERMARKET
  1. Nama   : Giant Kagok
  2. Lokasi : Plaza Candi
  3. Jenis daging    : Daging sapi
  4. Asal daging     : Impor
  5. Harga daging 
Daging giling  : Rp. 89.000
Sirloin Steak    : Rp. 137.000
Daging Rendang SPEC: Rp.126.000
Prime shank Cut          : Rp. 103.000
Peru rebus       : Rp. 74.990
Kikil                : Rp. 99.990
Usus                : Rp. 47.000
Rip                  : Rp. 103.000
Babat Tebal     : Rp. 99.999
  1. Cara penyajian penjualan : Dikemas dengan baik.
  2. Ciri fisik dan dokumentasi.
Penyajian
loin
Iga
Shank
loin
Buntut
  1. PASAR TRADISIONAL
  1. Nama kios       : Mulyo Rejo Agung
  2. Pemilik Kios    : Mas Agung
  3. Tempat Kios    : Pasar Ungaran
  4. Jenis Usaha     : Daging sapi
  5. Asal daging     : RPH Sisemut
Distribusi daging dari RPH Sisemut tiba di kios pukul 02.30 WIB, kemudian kios akan mulai aktif berjualan dari pukul 03.00 sampai pukul 15.00 WIB.
  1. Jenis sapi         : Sapi Jawa, PFH afkir, Simental
  2. Penentuan harga:
Harga beli daging di RPH Rp. 72.000/kg, kemudian akan dijual dengan harga 80-100 rb.  Daging biasa dijual dengan harga RP. 88.000, sedangkan sirloin akan dijual dengan harga Rp.100.000
Apabila kios ini dapat menjual 350-400 kg/ hari maka
Untung per kg
 Bobot daging (kg)
 Total Untung
 Rp      18.000
400
 Rp        7.200.000
 Rp      15.000
400
 Rp        6.000.000
 Rp      18.000
350
 Rp        6.300.000
 Rp      15.000
350
 Rp        5.250.000















  1. Tingkat kebersihan kios:


Terlihat Banyak alat alat yang sudah kotor,  padahal bahan kayu, besi yang mudah berkarat tidak bagus tempat daging.

  1. Ciri-ciri fisik dan dokumentasi


KESIMPULAN DAN SARAN
Penentuan harga berdasarkan bagian daging di pasar tradisional hanya berlaku pada loin (lulur), daging biasa,  dan jeroan, sedangkan pada supermarket bagian daging adalah penentu harga. Dari segi ekonomis harga daging di supermarket jauh lebih tinggi dibanding di pasar tradisional.  Cara penyajian dan tingkat higenitas adalah kelemahan dari pasar tradisional.  Kualitas daging di pasar tradisional lebih rendah dibanding di Supermarket karena perbedaan penanganan. 
Mutu daging di pasar tradisional harus ditingkatkan dengan memperbaiki cara penanganan daging, sehingga usaha daging di pasar tradisional dapatbertumbuh dengan baik.  Harus ditingkatkan karena usaha menengah kebawah merupakan penyerap tenaga kerja yang tinggi.