1001 sahabat. Pipit. KKN
Oleh: Sandi Suroyoco Sinambela
Pelajaran hidup: terbuka akan lebih baik dari pada
membiarkan hati kita meledak tak terduga.
Oleh: Sandi Suroyoco Sinambela
Merah mudamu
memang sangat membara, hingga saat ini
aku masih mengingat kemarahanmu yang meledak-ledak (tgl 2 Februari 2014),
Tak dapat
kau bedakan lebih keras kepalan tangan
daripada kokohnya tembok, kau pukul berkali kali. Suara benturan tertusuk di telingaku, saat itu aku persis di belakang tembok yang
kau pukul. Saat itu juga aku yang tertahan kantuk tiba-tiba kaget.
Aku segera
berdiri spontan,,, kog benturannya sangat keras? ‘’’’ loh, loh, ehh,
ternyata Pipit lagi marah.
Aku tidak
bisa melihat wajahmu, tetapi dari gerak kepalan tanganmu. Jari kakimu, gemetaran
terhantam emosi yang meruah-ruah. Kepalanmu yang tumpul terlihat merah, sesekali
kau regangkan, untuk menendang rasa sakit. Kepalanmu memang hanya sebatas
bengkak, tapi sepertinya hatimu yang berdarah darah karna terbawa emosi yang
serta merta membuatmu naik pitam.
Waktu itu,
suaraku hampir kencang memanggilmu, kau hiraukan dengan keadaanmu yang
memanas.tak dapat aku berkata apa-apa.
Semua orang
terpantul yang mencoba meredam suasana hatimu yang sedang kacau, tapi setelah
beberapa menit, senyumku agak pelit lantas melihat seorang pria tibatiba
bercengkrama denganmu. Terlihat solah tak terjadi apa-apa.
Saat ini aku
masih bertanya-tanya, masalah apa yang membuatmu ditunggangi emosi, menghiraukan
kuatnya tembok dengan kepalan tangan.
No comments:
Post a Comment