Saturday, 7 February 2015

MENGENAL EFEK AFLATOKSIN.


MENGENAL  EFEK AFLATOKSIN.
oleh: Sandi Suroyoco SInambela


Alur yang perlu kita ketahui terlebih dahulu adalah sebagai berrikut:
  1. Pakan biji bijian di jadikan sebagai pakan komesil
  2. Pakan komersil yang berkualitas rendah di berikan pada ayam Breeding
  3. Telur Hatching Egg dari farm akan di tetaskan
  4. Keberhasilan penetasan di Hatcheri akan sangat di pengaruhi oleh kualitas telur dari farm.
  5. Kemudian DOC yang dihasilkan hatchery akan di kirimkan ke farm pembesaran
  6. Di farm pembesaran akan terjadi kendala penyakit maupun performa.
Pakan komersil akan sangat susah menghindari yang namanya zat aflatoksin,,, untuk itu kita perlu mengetahui zat ini.
Aflatoksin umumnya terdapat pada biji bijian contohnya kacang kacangan, jagung  yang kualitasnya rendah sementara kedua jenih biji bijian ini merupakan bahan pokok dalam pembuatan pakan komersil ayam. Zat aflatoksin merupakan senyawa toksik yang dihasilkan oleh kapang contohnya dari Aspergillus flavus dan A. Parasitticus.  Telah banyak data yang melaporkan bahwa pakan komersil banyak yang tercemar aflatoksin ini.

Aflatoksin ternyata menghambat performan ternak terkusus pada unggas, untuk membentuk anti bodi. Dikabarkan bahwa pemberian pakan komersil yang mengandung jat aflatoksin akan menyebabkan rendahnya zat anti bodi ayam terhadap ND, IBD,  IB serta penyakit yang bersifat infeksi.

Hasil penelitian yang dilakukan Bahri et al, 2005.  Pemberian aflatoksin pada telur yang bertunas umur 5 hari mempengaruhi perkembangan, dan daya tetas embrio. Semakin tinggi dosis Aflatoksin yang diberikan maka semakin banyak embrio yang mati. 

Pengaruh Aflatoksin juga berpengaruh terhadap kelainan pada kaki, malabsorbsi kuning telur dan pendarahan pada embrio. Sehinga dapat disimpulkan bahwa kadar alflatoksin yang ada pada pakan breeding harus ditekan sekecil mungkin untuk meningkatkan kualitas telur HE yang kan ditetaskan di Hatchery.

REFERENSI: Bahri, S. R. Widiastuti, Y. Mustikaningsih. 2005. Efek Aflatoksin B pada embrio ayam. Balai Penelitian Veteriner, Bogor