BAB I
PENDAHULUAN
Ternak unggas merupakan spesies burung yang dapat memberikan
keuntungan ekonomis bagi manusia yang memeliharanya, beberapa jenis unggas yang
memberikan keuntungan antara lain ayam, itik, angsa dan puyuh. Usaha beternak unggas perlu memperhatikan pakan, breeding,
manajemen dan lingkungan. Keempat hal tersebut diperlukan dalam peningkatan
produksi dan mempercepat daya kerja setiap sistem yang ada di dalam tubuh
ternak sehingga menghasilkan produk yang optimum, antara lain system
pencernaan, sistem respirasi, sistem reproduksi, dan sistem urinari. Dalam hal
ini semakin optimum sistem ini bekerja maka akan menimbulkan performan yang
baik terutama pada organ eksteriornya. Pada ayam dan itik organ eksteriornya antara lain
adalah paruh, jengger, mata, lubang hidung, leher, bulu leher, dada, punggung,
sayap, paha, kuku, dan ekor, da beberapa organ lainnya yang menjadi pembeda
unggas air dan unggas darat.
BAB II
MATERI
DAN METODE
Praktikum Produksi Ternak Unggas
dengan materi Anatomi dan serta identifikasi penyakit ternak
unggas dilaksanakan pada hari Jumat, 14 Oktober
2011 pukul
16.00–18.00 WIB di Laboratorium Ilmu Ternak Unggas Universitas Diponegoro,
Semarang. Praktikum Produksi Ternak Unggas dengan materi Pengenalan Jenis dan Formulasi Ransum dilaksanakan pada hari
Jumat, 21 Oktober 2011 pukul 15.30-17.00 WIB di Laboratorium Penetasan Fakultas
Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
2.1.
Materi
2.1.1.
Pengenalan jenis dan
klasifikasi ternak unggas
Materi yang digunakan untuk
praktikum pengenalan jenis pada ternak unggas yaitu itik betina dan jantan
(preparat). Alat yang dipergunakan ialah nampan untuk tempat preparat, LCD
proyektor untuk menampilkan gambar-gambar unggas, komputer dan alat tulis untuk
menggambar.
2.1.2. Anatomi dan identifikasi penyakit ternak
unggas
Praktikum anatomi dan identifikasi
penyakit pada ternak unggas, alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah
alat seksio yang digunakan untuk menyembelih ternak unggas, nampan yang
digunakan sebagai tempat unggas setelah disembelih, lap digunakan untuk
membersihkan sisa-sisa kotoran pada waktu pemotongan, kitchen scale digital untuk menimbang bobot unggas maupun
organ-organnya, meteran (pita ukur) untuk mengukur panjang bagian dan organ
tubuh unggas dan alat tulisa untuk mencatat data-data yang diperoleh. Bahan
yang digunakan untuk praktikum yaitu sepasang ayam broiler betina dan petelur
afkir jantan, sepasang itik Tegal (jantan dan betina) sebagai bahan untuk
pelaksanaan praktikum anatomi dan identifikasi penyakit.
2.1.3.
Formulasi ransum
Alat yang digunakan pada praktikum formulasi ransum
berupa timbangan elektrik untuk menimbang komposisi dari beberapa bahan pakan
dan nampan sebagai tempat pencampuran bahan pakan, alat tulis untuk menulis
hasil praktikum dan kalkulator sebagai alat bantu hitung. Bahan yang digunakan
dalam praktikum Formulasi Ransum Unggas menggunakan
materi berupa jagung kuning (jagung giling), bekatul, dan tepung ikan.
2.2. Metode
2.2.1. Pengenalan jenis dan klasifikasi ternak
unggas
Meletakkan preparat itik betina dan jantan yang dewasa pada meja praktikum,
melakukan pengamatan terhadap karakteristik eksterior masing-masing jenis itik
jantan dan betina. Selanjutnya mengklasifikasikan unggas yang telah diamati
tersebut berdasarkan sistem klasifikasi standar dan tujuan pemeliharaanya.
Melakukan deskripsi dan menyajikan data pencatatan data-data yang perlu diambil
sambil mencermati perbedaan-perbedaan karakteristiknya.
2.2.2. Anatomi dan identifikasi penyakit ternak
unggas
Praktikum ini diawali dengan
mengamati penyakit yang mungkin diderita unggas yang dibawa, baik itik maupun
ayam. Menimbang bobot hidup unggas. Selanjutnya menyembelih dengan metode modified kosher (islam). Menampung darah
yang keluar. Menimbang bobot mati dan bobot darah. Melakukan pembedahan untuk
mengeluarkan organ-organ pencernaan, pernafasan dan reproduksi. Membuat sayatan
dengan cara menggunting pada bagian dada dari persendian scapulanya, sehingga bagian tersebut dapat dibuka. Mengeluarkan
organ-organ yang akan diamati. Mengambil gambar saluran pencernaan, pernafasan
dan reproduksi, kemudian membagi saluran menjadi tiap-tiap organ penyusun
saluran pencernaan, pernafasan dan reproduksi. Menimbang bobot tiap organ.
2.2.3. Formulasi ransum ternak unggas
Menentukan standar kebutuhan ransum yang akan disusun berupa ransum starter, grower dan sebagainya. Menentukan bahan pakan yang tersedia dan
akan digunakan, dan melakukan pengecekan kandungan bahan pakan tersebut dengan
tabel komposisi nutrient yang terkandung dalam masing-masing bahan pakan.
Memformulasikan bahan pakan yang tersedia tersebut sehingga memenuhi standar
kebutuhan yang diharapkan baik dari aspek tahapan produksi maupun bobot badanya
dengan menggunakan metode yang paling memungkinkan dan mudah melakukannya.
Mencatat hasil formulasi bahan pakan yang diperoleh pada tabel hasil perhitungan
formulasi bahan pakan kegiatan praktikum yang telah disediakan.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Pengenalan Jenis dan Karakteristik Ternak Unggas
3.1.1. Pengenalan
jenis ternak unggas
Berdasarkan hasil
pengamatan pengenalan jenis diperoleh gambar sebagai berikut :
Sumber
: Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2011
Ilustrasi 1. Unggas darat dan unggas air
Ayam yang digunakan dalam praktikum adalah ayam jantan
dan betina. Pengamatan pada ayam jantan mendapatkan
hasil bahwa ayam jantan memiliki pial yang lebih besar, jengger yang lebih
besar, badan lebih besar dan tinggi, leher ayam jantan terdapat bulu leher yang
berbentuk panjang, runcing dan mengkilap, bulu pada ekor lebih panjang dan
memiliki taji. Sedangkan pada ayam betina pialnya lebih kecil, jengger lebih
kecil, badan sedang dan cenderung lebih pendek, bulu pada ekor lebih pendek dan
tidak memiliki taji. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2008) bahwa ada
leher ayam jantan terdapat bulu leher yang berbentuk panjang, runcing dan
mengkilap dan bagian kaki ayam jantan terdapat taji yang berkembang dengan baik.
Unggas yang kami gunakan dalam
praktikum yaitu itik jantan dan betina. Pengamatan pada itik mendapatkan hasil
yaitu pada itik jantan memiliki karakteristik berupa ekor yang mencuat,
badannya yang lebih besar, lehernya lebih panjang serta warna bulu yang lebih
tua dibandingkan dengan itik betina. Sedangakn karakteristik pada itk betina
yaitu ekornya yang lebih datar, badan lebih kecil, leher yang lebih pendek dari
itk jantan serta warna bulu yang lebih terang. Hal ini sesuai dengan pendapat
Santoso (2009) yaitu warna itik betina lebih terang dan bersih,
sedangkan itik jantan lebih gelap. Jika
diperhatikan suara anak itik betina lebih melengking. Cara lain
adalah dengan
melihat melalui anus dengan
cara menekannya, meski cara ini cukup membuat itik tersiksa tapi cukup efektif. Itik jantan terlihat memiliki
alat kelamin yang menonjol.
3.1.2. Perbedaan
unggas darat dan air
Berdasarkan hasil
pengamatan pengenalan jenis diperoleh gambar sebagai berikut :
Sumber
: Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2011
.
Ilustrasi 2. Eksterior ayam dan itik
Berdasarkan
hasil praktikum menunjukkan bahwa ayam memiliki ciri- ciri yaitu bentuk paruh
lancip karena disesuaikan dengan pakan yang dimakan yaitu berbentuk butiran dan
bebijian, mempunyai jengger, pial, dan cuping telinga di bagian kepala berwarna
merah, esophagus mengembang, bertaji, mempunyai ceker yang tidak berselaput
serta bulu yang berminyak, namun tidak sebanyak pada unggas air karena habitat
ayam didarat dan kelenjar minyak dibagian belakang ekor lebih kecil dari pada
kelenjar minyak pada unggas air. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijadna
(2005) yang menyatakan bahwa ayam memiliki bentuk paruh lancip, berwarna
kuning, warna jengger merah, serta kaki berwarna kuning. bagian kaki jantan
terdapat taji yang berkembang dengan baik. Paruh, jari dan taji bersifat
menulang, tersusun atas kratin.
Berdasarkan hasil praktikum, diketahui bahwa unggas
air berupa itik mempunyai bagian eksterior yang terdiri dari kepala, mata
sebagai indera penglihat, leher, paruh yang berfunggsi untuk mengambil pakan
yang lembek, tembolok tidak mengembang, ekor yang pendek, kaki yang relative
pendek, cakar yang berlapis selaput renang yang berfungsi sebagai alat
berenang, bulu yang mengkilap. Hal ini sesuai dengan pendapat yuwanta (2008)
yang menyatakan bahwa cirri yang lebih utama dari itik tegal adalah pada saat
berjalan tegap dan jika dilihat dari arah kepala, leher, punggung, sampai
kebelakang bentuknya menyerupai botol, lehernya panjang dan bulat, tubuhnya
yang langsing, kepalanya kecil. Itik mempunyai kaki yang relatif pendek untuk
ukuran badannya, jari yang terletak dibagian interior dihubungkan oleh selaput
yang memungkinkan itik dapat bergerak cepat didalam air. Pengamatan
pada ternak unggas air maupun darat menggunakan itik serta ayam didapatkan
hasil karakterisitik pada ayam yaitu memiliki paruh yang lancip serta kaki
berwarna kuning. Warna jengger pada ayam berwarna merah. Ayam jantan memiliki
taji pada kakinya, tajinya terdiri dari unsure calcium carbonat. Bagian
kaki ayam jantan terdapat taji yang berkembang dengan baik. Itik cenderung
memiliki tubuh yang lebih ramping daripada ayam. Tubuh itik juga lebih tegak
daripada ayam yang tubuhnya cenderung horizontal. Ditambahkan oleh Sarengat (2009) bahwa
itik merupakan unggas air yang mengarah pada produksi telur, dengan ciri umum;
tubuh ramping, berdiri hampir tegak seperti botol dan lincah sebagai ciri khas
dari unggas petelur.
3.1.3. Klasifikasi
3.1.3.1.Klasifikasi
ternak unggas secara
internasional, The American Standart of Perfection mengelompokan ayam menjadi 11 kelas, pengelompokan ini digunakan untuk
standar ayam piaraan di dunia. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2008),
yang menyatakan The American Standart of
Perfection menentukan standar klasifikasi ayam secara garis besar digunakan
untuk standar ayam piaraan di dunia. Terdapat 4 kelas ayam yang penting untuk
diketahui dari 11 kelas ayam tersebut diantaranya adalah kelas Inggris, kelas
Amerika, kelas Mediterania dan kelas Asia. Hal tersebut sesuai pendapat
Suprijatna et al. (2005) yang
menyatakan berdasarkan buku The American
Standart of Perfection, terdapat 11 jenis kelas ayam, hanya saja yang
dianggap penting untuk diketahui hanya 4 kelas, yaitu kelas Inggris, kelas
Amerika, kelas Mediterania dan kelas Asia.
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh gambar seperti ilustrasi 1, 2, 3, 4
dan 5 sebagai berikut :
Sumber : Data Primer Praktikum
Produksi Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 3. Ayam Kelas Inggris (Sussex)
Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa ayam yang termasuk kelas Inggris adalah ayam Sussex, Cornish, Orpington, dan
Australop. Hal ini dikarenakan ayam mempunyai ciri-ciri atau karakteristik
bentuk tubuh besar, cuping berwarna merah, bulu merapat ke tubuh dan merupakan
tipe pedaging. Sesuai dengan dengan pendapat Yuwanta
(2008) bahwa ayam kelas Inggris rata-rata berbadan besar dan warna
cuping merah, memiliki sifat mengeram.
Ditambahkan oleh Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa ayam
kelas Inggris memiliki karakteristik bulunya merapat ke tubuh dan termasuk tipe
pedaging.
Sumber
: Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 4. Ayam Kelas Amerika (Plymouth Rock)
Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa salah satu ayam yang termasuk kelas amerika adalah
Plymouth Rock, RIR (Rhode Island Red) dan Wyandotte. Hal ini dikarenakan jenis
ayam kelas amerika mempunyai karakteristik bentuk tubuh sedang, bulu
mengembang, cuping berwarna merah, dan merupakan tipe dwiguna. Sesuai dengan
pendapat Yuwanta (2008) bahwa ayam ini dikembangkan untuk
tujuan dwiguna, yaitu untuk memproduksi telur dan daging. Ditambahkan oleh
Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa tanda-tanda yang umum
pada ayam Amerika adalah warna kulit terang, kerabang telur cokelat, cuping
telinga merah, shank berwarna kuning
dan tidak berbulu. Bangsa ayam pada kelas ini adalah RIR (Rhode Island Red), Hampshire,
Plymouthrock dan Wyandottez
Sumber :
Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 5. Ayam Kelas Asia (Brahma)
Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa salah satu ayam yang termasuk kelas asia adalah
ayam brahma, dll. Hal ini dikarenakan ayam brahma mempunyai karakteristik
bentuk tubuh besar, bulu merapat ke tubuh, cuping berwarna merah dan merupakan tipe pedaging.
Sesuai dengan pedapat Yuwanta (2008) bahwa tanda
spesifik ayam ini adalah bentuk badan besar, memiliki sifat mengeram, cakar (shank) berbulu, tulang besar dan kuat,
cuping telinga merah, dan kerabang telur cokelat. Ditambahkan oleh Suprijatna et
al. (2008) yang menyatakan bahwa ciri lain dari kelas Brahma yaitu kulit
berwarna putih sampai gelap dan merupakan tipe pedaging. Terdapat tiga bangsa (breed) yang terkenal dalam kelas Asia, Brahma (di India), Langshan (dari Cina), dan Cochin
(dari Shanghai, Cina).
Sumber
: Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 6. Ayam Kelas Mediterania (Leghorn)
Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa salah satu ayam yang termasuk kelas mediterania adalah ayam leghorn. Hal
ini dikarenakan ayam Leghorn mempunyai
karakteristik bentuk tubuh ramping, bulu mengembang, cuping berwarna putih, dan
tipe petelur. Hal ini Sesuai dengan pendapat Yuwanta
(2008) bahwa bentuk badan ayam kelas ini langsing dan produksi telur
tinggi, berasal dari Laut Tengah terutama dari Italia. Ditambahkan oleh
Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa ayam ini memiliki badan
yang lebih kecil dibanding kelas Asia, Inggris dan Amerika. Cuping telinga
putih, produksi telur tinggi dan tidak mengeram. Bangsa ayam pada kelas ini
adalah Leghorn, Minorca, Andalusia, Ancona, dan Buttercup.
3.1.3.2. Klasifikasi ayam berdasarkan tujuan
temeliharaannya, Klasifikasi ayam berdasarkan tujuannya dibagi menjadi empat
tipe, yaitu tipe petelur, pedaging, dwiguna dan fancy.
Sumber : Data Primer
Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 7. Ayam
Petelur
Ayam
tipe petelur yaitu jenis ayam yang sangat efisien menghasilkan telur. Karakteristik
tipe petelur adalah mudah terkejut, bentuk tubuh ramping, warna kulit putih,
cuping telinga putih dan kerabang telur berwarna putih, produksi telur cukup
tinggi yaitu 200 butir telur/ekor/tahun (Suprijatna, et al., 2005).
Ayam
tipe pedaging yaitu jenis ayam yang sangat menghasilkan daging (Blakely dan
Bade, 1998). Karakteristik tipe pedaging bersifat tenang, bentuk tubuh besar,
pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit putih dan tidak mempunyai sifat
mengeram (Suprijatna, et al., 2005) .
Ayam
tipe dwiguna yaitu jenis ayam yang sangat efektif dalam menghasilkan telur dan
daging. Karakteristik tipe medium atau dwiguna adalah bersifat tenang, bentuk
tubuh sedang, produksi telur sedang dan kulit telur berwarna cokelat
(Suprijatna, et al., 2005).
Ayam tipe fancy
yaitu jenis ayam yang dipelihara adalah untuk tujuan hiburan dan kreasi. Ayam
tipe fancy dipelihara tidak untuk produksi telur dan daging, akan tetapi
dipelihara karena bentuk tubuh dan bulunya yang mungil, menarik dan warnanya
yang beraneka ragam, contohnya ayam Sultan, ayam Bantam dan ayam Yokohama
(Yuwanta, 2008)
3.1.3.3 Klasifikasi Itik
Itik adalah salah satu jenis unggas air (waterfowls) yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub famili Anatinae, Tribus anatini dan
genus Anas. Ordo Anseriformes mempunyai famili antara
lain Anatidae, subfamili Anatinae dan Anserinae. Anatinae
menurunkan genus Anas dan Cairina yang masing-masing menurunkan
spesies itik yaitu Anas
plathyrynchos (Yuwanta, 2008). Beberapa jenis itik
merupakan jenis itik petelur. Itik petelur adalah itik yang memiliki
karakteristik ekonomi sebagai penghasil telur yang baik. Adapaun jenis-jenis
dari itik adalah Indian Runner, Khaki
Campbell, Buff Orpington, Cayuga, Cherry Valley, Anas Javanica atau yang
sering disebut itik Jawa (Murtidjo, 1992).
Sumber
: Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 8. Itik
(Tegal)
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa itik Tegal bentuk badannya merupakan contoh dari bangsa Indian Runner,
yaitu posisi berdiri yang hampir tegak lurus, tubuh langsing seperti botol, langkah tegap, warna bulu coklat atau tutul-tutul coklat dengan
beberapa variasi warna tertentu. Hal ini sesuai dengan Yuwanta
(2008) bahwa itik merupakan unggas air yang mengarah pada produksi telur,
dengan ciri umum; tubuh ramping, berdiri hampir tegak seperti botol dan lincah
sebagai ciri khas dari unggas petelur. Ditambahkan oleh Suprijatna (2005) yang
menyatakan bahwa sebagian besar itik tegal berwarna kecoklatan, sedangkan
sebagian kecil lainnya tutul-tutul coklat.
3.2. Anatomi dan identifikasi penyakit ternak unggas
Praktikum ini diawali dengan mengamati penyakit yang mungkin diderita
unggas yang dibawa, baik itik maupun ayam. Menimbang bobot hidup unggas.
Selanjutnya menyembelih dengan metode modified
kosher. Menampung darah yang keluar. Menimbang bobot mati dan bobot darah.
Melakukan pembedahan untuk mengeluarkan organ-organ pencernaan, pernafasan dan
reproduksi. Membuat sayatan dengan cara menggunting pada bagian dada dari
persendian scapulanya, sehingga
bagian tersebut dapat dibuka. Mengeluarkan organ-organ yang akan diamati.
Mengambil gambar saluran pencernaan, pernafasan dan reproduksi, kemudian
membagi saluran menjadi tiap-tiap organ penyusun saluran pencernaan, pernafasan
dan reproduksi. Menimbang bobot tiap organ.
3.2.1. Sistem pencernaan unggas (ayam dan itik)
Hasil pengamatan anatomi dan fisiologis ternak
unggas dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
|
|
|
|
Sumber
: Data Primer Praktikum Produksi
Sumber : Suprijatna et al. 2005
Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 9. Gambar Sistem
Pencernaan Ayam
Keterangan :
1. Paruh 5. Ventrikulus 9. Ileum
2. Esofagus 6. Duodenum
10. Cecum
3. Tembolok 7. Pankreas
11. Colon
4. Proventrikulus 8. Jejenum 12. Kloaka
Hasil pengamatan
pada ayam layer diperoleh data panjang tembolok 3 cm dengan berat 3 gram.
Bagian tembolok kelihatan mengembang, ini disebabkan terjadi penyimpanan
makanan sementara. Tembolok memiliki
kemampuan untuk mengembang. Karena pakan disimpan dalam tembolok untuk
sementara. Pengamatan pada bagian empedal terasa keras. Hal ini sesuai dengan
pendapat Tabbu (2000) yang menyatakan
bahwa empedal tersusun dari suatu struktur bertanduk yang berotot tebal. Kerja
penggilingan yang terjadi secara tidak sadar oleh otot empedal memiliki
kecenderungan untuk menghancurkan pakan seperti yang dilakukan oleh gigi. Di dalam gizzard makananan dihancurkan dan
dilumatkan dengan batuan-batuan kecil. Sesuai pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa pada gizard terdapat
batu-batuan kecil atau karang yang membantu proses pencernaan. Pemberian grit dalam pakan adalah tidak
umum tetapi dapat membantu kerja empedal. Pecahanan kerang atau bahan keras
yang tidak larut dapat digunakan sebagai suatu pakan tambahan.
Usus halus disebut juga dengan intestinum tenue, yang tersusun dari duodenum, jejenum dan ileum memiliki
panjang 125
cm. Hal ini sesuai dengan pendapat
Yuwanta (2008) usus halus (small
intestine) dinamakan juga intestinum tapaenue panjang mencapai 120
cm dan terbagi dalam tiga bagian yaitu duodenum,
jejenum dan ileum. Duodenum,
jejenum dan ileum merupakan kumpulan dari usus halus yang berperan pada
penyerapan nutrisi pakan. Letak usus halus berdekatan dengan letak pankreas. Hal ini sesuai dengan Rukmana (2003) yang menyatakan bahwa
sejajar dengan duodenum terletak pankreas (kelenjar ludah perut) yang
mengeluarkan kelenjar pankreas yang berfungsi untuk mencerna makanan. Kloaka
merupakan saluran akhir dari sistem pencernaan yang merupakan muara tiga
saluran. Panjang kloaka adalah 3 cm serta beratnya adalah 3 gr. kloaka merupakan muara tiga saluran yaitu
saluran urinari, reproduksi, dan pencernaan.
Hasil pengamatan anatomi dan
fisiologis ternak unggas dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
|
|
|
|
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Sumber : Suprijatna et al.
2005
Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 10. Gambar Sistem Pencernaan Itik Jantan
Keterangan :
1. Paruh 6. Duodenum 11. Ceca
2. Oesophagus 7. Jejunum 12. Colon
3. Tembolok 8. Ileum 13.
Cloaca
4. Proventrikulus 9. Pankreas
5. Ventrikulus 10. Hati
Berdasarkan hasil praktikum sistem pencernaan unggas
diawali dengan masuknya makanan melalui mulut. Kemudian menuju crop melalui esofagus.
Kemudian menuju ventrikulus melalui proventrikulus. Lalu makanan yang masuk
dibawa ke usus kecil, usus besar, lalu menuju ceca dan kloaka. Pada pencernaan
unggas terutama pada mulut tidak mempunyai gigi. Hal
ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa mulut ayam
tidak memiliki pipi dan gigi. Langit-langitnya lunak, tetapi memiliki rahang
atas dan bawah yang menulang dan menutup mulut. Pakan yang masuk ke dalam mulut
disalurkan ke dalam tembolok (crop) melalui esofagus. Ditambahkan oleh
Yuwanta (2008) bahwa esophagus
merupakan saluran lunak dan elastis yang mudah mengalami pemekaran apabila ada
bolus yang masuk. Esophagus memanjang
dari pharynx hingga proventiculus melewati tembolok.
Hasil
yang diperoleh pada pengamatan sistem pencernaan itik jantan adalah oesophagus
26 cm,jejenum mempunyai panjang 59 cm, ileum 56 cm dan sekum 11 cm. Warna
gizzard baik pada jantan maupun betina mempunyai warna coklat dengan sedikit
warna biru. Organ pencernaan itik jantan
pada prinsipnya adalah sama dengan organ pencernaan pada ayam, yang membedakan
adalah pada bagian tembolok. Hasil pengamatan sistem pencernaan ini sesuai
dengan Yuwanta (2008) yang menyatakan bahwa pada ayam temboloknya seperti
kantung tetapi pada tembolok itik, bila tidak berisi makanan bentuknya sepeti
esofagus. Secara singkat susunan organ-organ pencernaan unggas terdiri dari traktus alimantarius yang terdiri atas paruh, faring,
esofhagus, tembolok, lambung kelenjar, lambung otot, usus halus, usus besar,
kloaka, dan alat asesoris yang berupa hati, limfa, dan pankreas.
3.2.2. Sistem
pernafasan unggas (ayam dan itik)
Hasil
pengamatan anatomi dan fisiologis ternak unggas pada ayam layer dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.
Sumber : Data Primer Praktikum
Produksi Sumber : Suprijatna et al. 2005.
Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 11. Gambar Sistem Respirasi Ayam Layer
Keterangan :
1. Larink
2. Trakea
3. Bronkus
4. Bronkeolus
5. Paru-paru
Berdasarkan hasil pengamatan terlihat paru-paru bersifat elastis, terdiri
dari kerongkongan, bronkus, alveolus paruparu menempel pada rongga dada. Hal
ini sesuai dengan pendapat Suprijatna
et al. (2005) menyatakan paru-paru berbentuk
seperti spons dan sifatnya elastis sehingga menempati semua ruangan yang
tersedia dalam rongga dada. Sistem pernafasan unggas terdapat nostril, trachea, syring, bronchus, bronchea, broncheolus
dan paru-paru hal ini sesuai dengan pendapat Sarengat (2009) yang menyatakan sistem pernafasan unggas terdiri dari nostril,
trachea, syring, bronchus, bronchea, broncheolus
dan paru-paru.
Hasil
pengamatan anatomi dan fisiologis ternak unggas pada itik dapat dilihat pada gambar di bawah
ini.
Sumber : Data Primer Praktikum
Produksi Sumber : Suprijatna et al. 2005
Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 12.
Gambar Sistem Respirasi Itik Jantan
Keterangan :
1. Larink 4.
Bronkus
2. Trakea 5. Bronkeolus
3. Syrink 6. Paru-paru
Hasil pengamatan yang
diperoleh pada sistem respirasi itik terdapat larink, trakea, syrink, bronkus,
bronkeolus dan paru-paru. Pada intinya organ respirasi itik jantan maupun
betina sama, tetapi yang membedakan adalah bentuk syrink. Itik jantan bentuk
syrink lebih berkembang dari pada itik betina.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) bahwa pada itik jantan syrink berkembang dengan baik,
sedangkan pada itik betina syrink tidak berkembang.
Hasil
pengamatan anatomi dan fisiologis ternak unggas pada itik dapat dilihat pada gambar di bawah
ini.
Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 13.
Gambar Sistem Respirasi Itik Betina
Keterangan :
1. Larink 4.
Bronkeolus
2. Trakea 5. Paru-paru
3. Bronkus
Hasil pengamatan yang
diperoleh pada sistem respirasi itik terdapat larink, trakea, syrink, bronkus,
bronkeolus dan paru-paru. Pada intinya organ respirasi itik jantan maupun
betina sama, tetapi yang membedakan adalah bentuk syrink. Itik jantan bentuk
syrink lebih berkembang dari pada itik betina.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) bahwa pada itik jantan syrink berkembang dengan baik,
sedangkan pada itik betina syrink tidak berkembang.
3.2.3.
Sistem reproduksi (ayam dan itik)
Hasil
pengamatan anatomi dan fisiologis ternak unggas pada reproduksi ayam jantan dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.
Sumber : Data Primer Praktikum
Produksi Sumber : http://www.crescent.edu.sg/
Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 15. Gambar Sistem Reproduksi Ayam Jantan
Keterangan :
1. Testis
2. Vas deferens
3. Kloaka
Hasil
pengamatan anatomi dan fisiologis ternak unggas pada reproduksi ayam betina dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.
Sumber : Data Primer Praktikum
Produksi Sumber : Suprijatna et al. 2005
Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 15. Gambar Sistem Reproduksi Ayam Betina
Keterangan :
1.
Ovarium 4. Infundibulum 7.
Uterus 10. Oviduct
2.
Folikel kosong 5. Magnum 8. Vagina
3.
Stigma 6. Isthmus 9. Kloaka
Hasil praktikum dapat
diketahui bahwa sistem reproduksi ayam
betina terdiri dari ovarium, infundibulum, magnum, isthmus, uterus, vagina dan
kloaka. Organ reproduksi ayam betina yang diamati dalam praktikum bentuknya
normal, panjang magnum 36. Hasil praktikum tersebut sesuai dengan pendapat Suprijatna
et al. (2005) yang mengatakan bahwa magnum
adalah bagian terpanjang dari oviduct, yaitu mencapai setengah dari
panjang oviduct. Alat reproduksi ayam betina terdiri atas dua bagian
utama, yakni ovarium dan oviduk, pada praktikum anatomi kita dapat melihat
dengan jelas ovarium dan oviduknya oviduk berwarna kuning. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Yuwanta (2008) yang menyatakan bahwa ovarium adalah tempat
sintesis hormone steroid seksual, gametogenesis, dan perkembangan serta
pemasakan kuning telur. Oviduk adalah tempat menerima kuning telur masak,
sekresi putih telur, dan pembentukan kerabang telur. Pada unggas umumnya hanya
ovarium kiri yang berfungsi sedangkan yang kanan mengalami rudimenter.
Sistem reproduksi pada itik jantan terdiri dari
organ-organ yang saling berkait. Berikut ini adalah gambar dari sistem
reproduksi pada itik jantan.
Sumber : Data Primer Praktikum
Produksi Sumber : Suprijatna et
al. 2005
Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 16. Gambar Sistem
Reproduksi Itik Jantan
Keterangan:
1. Testes
2. Vas deferens
3. Cloaka
Hasil yang diperoleh pada
pengamatan sistem reproduksi itik jantan adalah terlihatnya organ testis,
saluran vas deferens dan kloaka. Papilla pada itik lebih mudah diketahui
daripada papilla pada ayam karena terlihat seperti suatu tonjolan yang
berbentuk spiral. Hal itu sesuai dengan pendapat Sarengat (2009) bahwa unggas air memiliki
alat kopulasi yang jelas yaitu papilla yang spiral dan bengkok, terdiri
dari tenunan fibrosa dan terletak pada dinding ventral kloaka, yang mempunyai
suatu legok semen. Letak testis dari unggas yang diamati yaitu dekat dengan
tulang belakang dari unggas, serta berdekatan dengan aorta serta vena cava. Hal
ini sesuai dengan pendapat dari Yuwanta (2008) yaitu Testis
pada unggas jantan terletak di rongga badan dekat tulang belakang, melekat pada
bagian dorsal dari rongga abdomen dan dibatasi oleh ligamentum mesorchium, berdekatan dengan aorta dan vena cava; atau
di belakang paru-paru bagian depan dari ginjal.
Hasil pengamatan anatomi dan
fisiologis ternak unggas pada reproduksi itik betina dapat dilihat pada gambar
di bawah ini.
Sumber : Data Primer Praktikum
Produksi Sumber : Suprijatna et al. 2005
Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 17. Gambar Sistem
Reproduksi Itik Betina
Keterangan:
1. Ovarium 5. Isthmus
2.
Ostium 6.
Uterus
3.
Infundibulum 7.
Vagina
4.
Magnum 8.
Kloaka
Berdasarkan praktikum yang
dilakukan diperoleh hasil yaitu sistem reproduksi unggas itik betina terdiri
dari ovum, stigma, infundibulum, magnum, isthmus, uterus, vagina, oviduk, dan
kloaka. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Suprijatna et al. (2005) Oviduk unggas
betina merupakan pipa yang melipat yang sebagian besar terletak pada sisi
bagian kiri rongga perut. Oviduk terbagi dalam lima bagian, dimulai dari ujung
terdekat dengan ovarium, yaitu funne atau infundibulum, magnum adalah saluran
dimana albumen disekresikan, isthmus adalah saluran yang mensekresikan material
pembentuk membrane kerabang, uterus atau kelenjar kerabang dan vagina yang
saluran menuju kloaka.
3.2.4.
Sistem urinary (ayam dan itik)
Hasil
pengamatan anatomi dan fisiologis ternak unggas pada urinari ayam pedaging
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Sumbe: Data Primer Praktikum
Produksi Sumber: http:// wikipedia.com
Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 18. Gambar Sistem
Urinari Ayam Pedaging
Keterangan :
1. Ginjal 3. Uretra
2. Ureter 4. Kloaka
Hasil praktikum diperoleh data bahwa organ urinari
meliputi sepasang ginjal yang terdiri dari 3 lobus, bentuknya seperti kacang,
ureter, uretra dan kloaka. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Santoso (2009) yang
menyatakan bahwa sistem urinari ayam
terdiri atas sepasang ginjal yang berbentuk panjang yang menempel rapat pada
tulang punggung dan tulang rusuk serta melekat pada selaput rongga perut
Hasil
pengamatan anatomi dan fisiologis ternak unggas urinary itik jantan dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.
Sumber : Data Primer Praktikum
Produksi Sumber : : http:// wikipedia.com
Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 19. Gambar Sistem Urinari Itik Jantan
Keterangan :
1.
Ginjal
2. Ureter
3. Uretra
4. Kloaka
Sistem urinari pada
ayam dan itik pada intinya tidak berbeda karena sama-sama terdiri dari tiga organ
yaitu ginjal yang terdiri dari 3 lobus, ureter, uretra dan kloaka. Air kencing
keluar melalui kloaka. Urin pada ternak
ungas akan bercampur pada feses yang dinamakan ekskreta. Sesuai dengan pendapat
Rukmana (2003) yang
menyatakan bahwa air kencing keluar dari tubuh melalui kloaka bersama-sama
feces dan kelihatan sebagai masa putih diatas feces tersebut. Ginjal itik
memiliki warna merah agak keruh dengan kombinasi warna putih. Menutut Suprijatna et al. (2005) ginjal terletak pada rongga perut bagian belakang, tepatnya menempel
pada tulang punggung dan tulang rusuk serta melekat pada selaput rongga perut.
3.2.5. Identifikasi
penyakit pada unggas
Hasil praktikum menunjukkan bahwa ayam
dan itik yang digunakan dalam praktikum tidak terdapat penyakit, sehingga ayam
dan itik tersebut dapat dikatakan sehat. Penyakit pada ayam dan itik dapat terjadi melalui tangan, pakaian, alat-alat yang
dipergunakan untuk pemeliharaan ternak unggas tersebut, dapat juga dari ternak
ke ternak dan dari kelompok ke kelompok serta penularan lewat makanan. Penularan
penyakit pada ayam juga banyak disebabkan faktor lingkungan yang secara
langsung kontak pada ternak tersebut maka sangat di butuhkannya pengaturan
perkandangan agar terjadi korelasi antara ternak dan tempat tinggal ternak. Hal
ini sesuai dengan pendapat Fadilah
dan Polana (2004) yang menyatakan bahwa
penyakit ternak ayam dapat ditularkan lewat hubungan antara penderita dengan
ayam-ayam yang sehat dan hubungan ayam-ayam yang sehat dengan tempat,
perlengkapan dan lingkungan yang terinfeksi penyakit. Ternak yang sudah sembuh dapat menjadi penghantar
penyakit. Hal ini sesuai dengan Tabbu (2000) yang menyatakan bahwa ternak ayam
yang telah sembuh juga dapat bertindak sebagai penghantar penyakit (carrier). Penyusunan pakan antara lain, metode bujursangkar,
Pearson’s square method, metode
coba-coba (trial and error) dan
metode lainnya.
3.3. Formulasi Ransum Ternak
Berdasarkan
praktikum Produksi Ternak Unggas tentang Formulasi Ransum Ternak Unggas
diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Perhitungan Harga
Ransum Itik Petelur Periode Layer
No.
|
Bahan Pakan
|
PK
%
|
ME
Kcal/kg
|
Komposisi
%
|
Harga
Rp/1/2 kg
|
1
|
Bekatul
|
12
|
2860
|
58
|
840,-
|
2
|
Jagung kuning
|
8,6
|
2830
|
25
|
520 ,-
|
3
|
Tepung ikan kering
|
63,6
|
2240
|
3
|
60,-
|
4
|
Bungkil kedelai
|
48
|
3370
|
14
|
360,-
|
5
|
Premix
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Total
|
17-18
|
2800-2900
|
100
|
1700,-
|
Sumber : Data
Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2011.
Pada praktikum produksi ternak unggas
bahan pakan yang digunakan untuk itik petelur starter ada empat macam, yaitu jagung
kuning giling, bungkil kedelai, bekatul dan tepung ikan jadi dengan komposisi 25%, 14%, 58% dan 3% dilakukan dengan metode coba-coba yang dibuat
untuk itik petelur starter dalam periode satu tahun dengan energi metabolis
untuk jagung giling sebesar 3370 (kcal/kg), bungkil
kedelai 2240 (kcal/kg), bekatul 2860 (kcal/kg) dan tepung ikan 2830 (kcal/kg) didapatkan harga per kg yaitu:
bekatul Rp 2000/kg, jagung giling Rp 6000/kg, bungkil kedelai Rp
4000 dan
tepung ikan 6000/kg dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp 1880/0.5kg. Data yang
didapatkan bahwa bahan pakan yang paling murah yaitu bekatul.
Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna (2005) bahwa penyusunan pakan
merupakan kegiatan pencampuran berbagai bahan makanan yang ada dengan
perbandingan yang telah ditentukan. Ada beberapa cara yang digunakan dalam
penyusunan pakan antara lain, metode bujursangkar, Pearson’s square method, metode coba-coba (trial and error) dan metode lainnya.
Tabel 2. Organoleptik Bahan Pakan
No.
|
Bahan Pakan
|
Bentuk
|
Tekstur
|
Warna
|
Bau
|
1
|
Jagung Kuning
|
Pecahan
|
Kasar
|
Kuning
|
Khas
|
2
|
Bekatul
|
Serbuk
|
Kasar
|
Cokelat muda
|
Khas
|
3
|
Tepung Ikan Kering
|
Serbuk
|
Halus
|
Cokelat tua
|
Amis
|
4
|
Bungkil Kedelai
|
Pecahan
|
Kasar
|
Kuning
|
Khas
|
Sumber : Data Primer
Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2011.
Berdasarkan
hasil praktikum yang telah dilakukan bahwa bahan pakan yang digunakan untuk
membuat ransum itik petelur mempunyai organoleptik yang berbeda-beda, seperti
bentuk, tekstur, warna, dan bau. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarengat (2009)
yang menyatakan bahwa kualitas bahan pakan dapat diketahui dengan dua cara,
yaitu secara organoleptik dan secara analisis. Secara organoleptik, pakan dapat
diketahui kualitasnya yang meliputi warna, bau, rasa, tekstur, dan tingkat
kontaminasi. Secara analisis, kualitas pakan dinyatakan dalam % (persen)
kandungan nutrisinya (melalui analisis proksimat) meliputi energi, protein,
asam amino, lemak, serat kasar, dan mineral.
Jagung
kuning mempunyai tekstur yang kasar, bau khas jagung, berbentuk pecahan karena
sudah melalui tahap penggilingan, dan berwarna kuning, serta sangat disukai
oleh itik petelur. Hal ini sesuai pendapat Rasyaf (2000) yang menyatakan bahwa
jagung kuning giling diberikan kepada unggas antara lain ayam ras petelur, ayam
broiler, ayam ras pembibit, itik, bebek, angsa, kalkun, ayam hias, dan ayam
buras lainnya. Jagung kuning giling mempunyai tekstur kasar, berbentuk serpihan,
warna kuning, berbau khas. Ditambahkan oleh pendapat Suprijatna, et al. (2005) bahwa jagung kuning lebih
baik dari pada jagung putih karena mengandung pro-vitamin A untuk meningkatkan
kualitas daging dan telur.
Bekatul
yang merupakan hasil sampingan dari proses penggilingan padi ini mempunyai
ciri, warna cokelat muda, tekstur kasar, berbentuk serbuk dan berbau khas
bekatul. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna, et al. (2005) bahwa bekatul mempunyai ciri berwarna coklat muda,
serbuk halus sampai kasar dan bau, rasa khas bekatul. Ditambahkan oleh pendapat
Rasyaf (2009) bahwa bekatul memiliki kandungan serat kasar yang lebih tinggi
dibanding jagung atau sumber energi yang lain, sehingga hanya sebagai pakan
tambahan. Oleh karena itu, bekatul diberikan dalam jumlah yang terbatas,
tergantung pada jenis ternaknya karena mempengaruhi faktor palatabilitasnya. Diperluas
oleh pendapat Suprijatna, et al.
(2005) bahwa bekatul hanya sebagai bahan tambahan setelah jagung.
Tepung
ikan mempunyai ciri-ciri seperti berbentuk serbuk, bau amis ikan dengan warna
coklat tua. Tepung ikan mempunyai kandungan protein tertinggi dibandingkan
dengan jagung kuning dan bekatul serta merupakan bahan pakan termahal dari
campuran ransum. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyono (2004) yang menyatakan bahwa
tepung ikan berbentuk tepung atau serbuk halus dengan warna coklat tua dan
berbau amis. Tepung ikan tidak hanya menjadi sumber protein dan asam amino yang
baik, tetapi juga sumber mineral yang baik dan vitamin yang sempurna. Karena
kandungan nutrisinya yang sangat baik inilah harga pasarnya pun tinggi. Ditambahkan
oleh pendapat Rasyaf (2009) bahwa tepung
ikan sebagai bahan baku pakan ternak unggas menduduki urutan pertama dalam
penyediaan sumber protein hewani karena kandungan protein kasarnya sangat
tinggi mencapai 53,5%.
Bungkil
kedelai mempunyai ciri-ciri yaitu mempunyai bentuk pecahan, memiliki tekstur
yang kasar, warna kuning, dan memiliki bau yang khas bungkil. Hal ini sesuai
dengan pendapat Mulyono (2004) yang menyatakan bahwa bungkil kedelai berbentuk
tepung, tekstur kasar, berwarna kuning, dan berbau khas. Ditambahkan oleh
pendapat Suprijatna, et al. (2005)
bahwa bungkil kedelai merupakan bahan pakan sumber protein terbaik dibandingkan
sumber yang lain. Kandungan proteinnya 41-51%. Namun, kandungan kalsium,
fosfor, dan vitamin D nya rendah.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
klasifikasi unggas yang penting untuk diketahui ada empat kelas, yaitu kelas
Asia, kelas Amerika, kelas Mediterania dan kelas Inggris. Perbedaan antara
unggas air dan unggas darat yaitu unggas darat kaki tidak memiliki selaput dan tidak
memiliki kelenjar minyak pada bulunya. Sedangkan pada unggas air pada kaki
terdapat selaput untuk berenang dan memiliki kelenjar minyak agar bulunya tetap
kering setelah berada di dalam air, unggas yang digunakan pada praktikum dalam keadaan sehat, dilihat dari cara
berdirinya yang tegak, anggota tubuhnya aktif bergerak dan dari organ
interiornya tidak ada bagian yang cacat. Formulasi ransum juga telah mencukupi
kebutuhan nutrisi itik petelur starter. Bahan pakan yang digunakan mengandung
PK dan EM yang cukup serta disusun berdasarkan metode penyusunan ransum yang
sesuai dengan kebutuhan nutrisi itik petelur starter.
5.2.
Saran
Waktu pelaksanaan praktikum sebaiknya
dilakukan dalam jangka waktu yang panjang agar pengambilan data sesuai yang
diinginkan. Hal ini menyebabkan praktikum menjadi tidak maksimal dan data yang
diperoleh tidak lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
Fadilah, R. dan A. Polana. 2004. Aneka Penyakit pada Ayam dan Cara
Mengatasinya. AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Rasyaf. M. 2009. Panduan Beternak Ayam Petelur. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Santoso,
H. 2009. Pemeliharaan Ayam Pedaging Hari per Hari di Kandang Panggung Terbuka.
Penerbit Swadaya, Jakarta.
Sarengat, W. 2009. Handout Produksi Ternak Unggas.
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
Suprijatna, E. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tabbu, C. R. 2000. Penyakit Ayam dan
Penanggulangannya. Kanisius, Yogyakarta.
Yuwanta,
T. 2004. Dasar Ternak Unggas.
Kanisius, Yogyakarta.
By: sandi suroyoco sinambela.
Jika ada salah mencantumkan referensi mohon
di beri saran