Monday, 26 March 2012

Together has power, don’t run alone


Kata-kata ini mengusik telingaku bahkan tertancap di bagian lubuk hati yang paling dalam. Aku membaca kata-kata ini dan meresapinya saat itu aku termenung sendirian di dan merasa sangat konyol jika aku melakukan sesuatu hal hanya sendirian. Aku berpikir bahwa jika aku yang mengerjakannya sendiri maka itu akan menyenangkan hati, merupakan kepuasan tersendiri yang tiada tandingannya namun itu cuma pemikiran ku. Aku seorang yang sgois ternyata. Bersama adalah solusi menghilangkan ke individualime itu dan merupakan  kekuatan yang tiada tanding. Satu lidi akan patah dengan sangat mudahnya tetapi jika banyak maka akan sangat kokoh. Menyedihkan sekali jika aku sendiri dan menyelesaikan semua permasalahanku tampa melibatkan orang lain. Keegoisan akan sedikit demi sedikit merasuki hidup ku jika aku selalu berjalan sendiri. So jauhi prinsip bahwa yang pemenang adalah individu,, BUKAN!!!
by: sandi suroyoco sinambela

Sunday, 18 March 2012

on ma tarombo ni keluarga Buka Sinambela Br. Manik


I.                   SIRAJA BATAK
II.                Guru Tatea Bulan
III.             Raja Isombaon
Ø  Nai Ambaton
Ø  Nai Rasaon
Ø  Tuan Sorimangaraja
IV.             Tuan Sorimangaraja
V.                Tuan Sorbanibanua
Ø  Sibagotni Pohan
Ø  Sipaet Tua
Ø  Silahi sabungan
Ø  Siraja Oloan
Ø  R. Sihuta lima
Ø  Sumba
Ø  R. Sobu
Ø  Naipospos
VI.             Siraja Oloan
Ø  Naibaho
Ø  Sihotang
Ø  Bakkara
Ø   Sinambela
Ø  Sihite
Ø  Manullang
VII.          Sinambela
Ø  Pareme/Tuan Nabolas
Ø  Tuan Nabolas/pareme
Ø  Bonani onan
VIII.       Bonani Onan
IX.             R. RAJA MANGUNTAL                        (Sisingamangaraja I)
X.                R. Tinaruan                                   (Sisingamangaraja II)
XI.             R. Itubungna                                 (Sisingamangaraja III)
XII.          R. Tuansorimangaraja                   (Sisingamangaraja IV)
R. Tuan sorimangaraja
Ø  R. Batuholing
Ø  R. Parlogos                                    (Sisingamangaraja V)
XIII.       R. Batuholing + br situmorang                 (A. Parlindungan)
Ø  O.R. Parlindungan                                    (Matiti)
Ø  O. Togabatu
XIV.       O. Togabatu
Ø  O.R. Unur/R. Pandapotan           
Ø  Dugurnihuta
XV.          O.R. Unur +br. Sipahutar (lobusikkam) +br situmorang (Porsea) 
Ø  O. Sumatangga
Ø  O. Gumara
Ø  O. Pantampun
XVI.       O. Sumatangga
Ø  O. Angur
Ø  O. Untur
Ø  O.  Abor
Ø  O. Parbunga                                  (di parbubu)
XVII.    O. Abor  + Br Pardede                             (A. Kobos)
Ø  O. Siangin
Ø  Bontis                                            (????????)
XVIII. O. Siangin                                                 (A. Kobos/A. Turi)
Ø  O. Paimin                                      (Turi)
Ø  R. Salomo                                     (Pangadang/O. Duaksa)
Ø  O. Manaek                                                (A. Kasi di Lumban Raja Bakara)
Ø  Mallo                                             (????????)
XIX.       R. Salomo   + Br Simanungkalit,  Br Lumban Gaol
Ø  Humeri                                          (O. Mangiring)
Ø  R. Thomas                                     (A. Joab/O. Manurgas)
Ø  Dikkodemus                                  (O. Mariduk)
XX.          R. Thomas   + A. Br Sipahutar( boruni O. Binsar)
Ø  Joab                                               (O. Panca)
Ø  Bonauli                                          (O. Bonggal)
XXI.       O. Panca   +  E. Br Hutasoit
Ø  Manurgas Hatorusan   + Br Simanjuntak
Ø  Buka      +  Br Manik
Ø  Manses    + Br hutasoit
XXII.    Buka
Ø  Bosar BE               (A. Biko + Br Togatorop)
Brian Sinambela (Biko)
Ø  Sarmo                    (A. Roman  + Br siregar)
Roman Dirga Sinambela
Ø  Suanro
Ø  Sandi Suroyoco (saya)
Ø  Sarmanto


Nb: nomor XVI (enambelas) ma au sian sinambela

Thursday, 15 March 2012

ptpk sandi

 Hasil Praktikum Evaluasi
 1. Analisa Bahan Kering Pakan Rumput Lapangan = 20,58% Bekatul = 90,18 %
 Berdasarkan hasil praktikum analisis bahan kering pakan diperoleh hasil seperti BK rumput lapang sebesar 20,58%, BK bekatul 90,18%. Rumput lapangan, dan bekatul, memiliki kadar BK yang sangat baik untuk pakan ternak karena berada di atas standar BK yaitu rumput lapangan sebesar 23%, bekatul sebesar 86%. Kandungan BK rumput lapangan yang berada di bawah standarnya ini disebabkan oleh nutrisi dalam tanah dan umur ketika pemotongan. Kandungan BK bekatul yang berada di atas standarnya ini disebabkan oleh kandungan air yang ada pada bekatul tersebut. Kebutuhan pakan domba secara kuantitatif dinyatakan dengan kebutuhan bahan kering (BK). Konsumsi BK dipengaruhi oleh bangsa, jenis ternak, umur, palatabilitas pakan dan kondisi ternak. Kebutuhan BK domba yang digemukan dengan bobot badan 15-20 kg adalah 5% BB (Purbowati, 2009). Kandungan BK bekatul sebesar 89,97% dengan kandungan nutrisi dalam 100% BK adalah 14,41% PK, 17,72% abu, 17,48% SK, 8,19% LK, 42,20% BETN dan kecernaan nutriennya 7,67% perbedaan nilai–nilai komposisi nutrient bahan pakan disebabkan karena perbedaan lokasi tempat penanaman yang berhubungan dengan ketersediaan N di dalam tanah (Farida, 1998). Rumput lapangan memiliki BK 23% LK 2,2% SK 35,7%, BETN 41,7% TDN 13% PK 12,2%. Bekatul memiliki BK 86%. (Chalimi, 2009). 
 2. Pertumbuhan dan Perkembangan Bobot Awal : 18,25 kg Bobot Akhir : 17,01 kg PBBH : -0,164 Berdasarkan hasil pengamatan, pertumbuhan dan perkembangan domba dalam waktu 7 hari dengan bobot awal 17,35 kg dan bobot akhir 20 kg menghasilkan PBBH sebesar 0,37 atau mengalami kenaikan berat badan sebesar 3 kg. Standar PBBH domba adalah sebesar 42,7 gr. Hal ini terjadi karena dalam pemberian hijauan dan konsentrat pada domba terkontrol dengan baik dan domba dalam keadaan sehat dan sedang mengalami kebuntingan, sehingga energi yang diperoleh dalam tubuh domba optimum untuk pertambahan bobot badannya. Faktor yang mempengaruhi PBBH diantaranya jenis kelamin, umur dan jenis domba. jenis kelamin betina, pertumbuhan bobot badan akan cepat dari lahir sampai kepubertas, kemudian saat dewasa tubuh maka pertumbuhannya akan berkurang. Jenis domba yang dipelihara adalah domba ekor gemuk. Menurut pendapat Rianto et al. (2004) yang menyatakan bahwa peningkatan konsumsi BK dan PK, kecernaan dan metabolisme protein mengakibatkan peningkatan jumlah protein yang dapat dimanfaatkan untuk pembentukan jaringan tubuh ternak yang nantinya dapat digunakan untuk peningkatan bobot badan ternak. Pakan (terutama bentuk pakan), konsumsi pakan dan kandungan nutrisi sangat mempengaruhi PBBH, sehingga dapat diperoleh rata-rata PBBH domba per harinya adalah sebesar 42,7gr (Tarmidi, 2004). Faktor yang mempengaruhi PBBH yaitu jenis domba, jenis kelamin, umur, dan penampilan fisik (Siregar, 2008). 
 3. Pengamatan Fisiologi Ternak Suhu Rektal = 38,7°C Denyut Nadi = 70 kali/menit Frekuensi Nafas = 43 kali/menit Berdasarkan pengamatan fisiologi ternak bahwa suhu rektal domba yang diperoleh sebesar 38,7°C. Suhu rektal diukur dengan cara memasukkan termometer kedalam rektal ternak secara perlahan-lahan hingga suhu konstan. Pengukuran suhu rektal bertujuan untuk mengetahui kondisi fisiologis domba. Suhu rektal domba tersebut berada di bawah / kurang dari suhu normal namun selisihnya dengan standar masih dekat yakni 0,2oC normalnya yaitu antara 38,9°C-40°C. Denyut nadi sebanyak 70 kali/menit. Standar denyut nadi pada domba adalah 70-90. Hal tersebut menandakan karena domba dalam keadaan normal. Sedangkan frekuensi nafas sebanyak 43 kali/menit di atas normal yaitu 20-30 kali/menit. Hal ini disebabkan oleh tingkat aktivitas domba dan keadaan lingkungan kandang yang kurang mendukung sehingga mengakibatkan domba memiliki frekuensi nafas yang tidak sesuai dengan yang seharusnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi fisiologi ternak diantaranya suhu udara, kelembaban udara, dan kondisi ternak itu sendiri dan perlakuan yang dilakukan pada ternak saat melakukan aktifitas pengukuran nafas tersebut. Suhu rektal pada ternak potong sehat terutama pada domba yaitu 102°F (39,06°C) (Farida, 1998). Suhu rektal domba berkisar antara 38.9°C-40°C, denyut nadi 70-90, dan frekuensi nafas 20-30. Faktor yang mempengaruhi suhu rektal, frekuensi nafas dan denyut nadi yaitu tingkat aktifitas dan keadaan lingkungan ternak (Murtidjo, 1993). 
 4. Pengamatan Fisiologi Lingkungan Mikroklimat Waktu Suhu (oC) Rh (%) 06.00 26,6 82 12.00 33 48,4 18.00 28,6 66,7 21.00 26’9 80,9 Rata-rata 28,75 69,5 Makroklimat Waktu Suhu (oC) Rh (%) 06.00 23,7 81,7 12.00 32,3 50 18.00 25,6 73,4 21.00 24 83,6 Rata-rata 26,3 72,17 Berdasarkan pengamatan fisiologi lingkungan diperoleh hasil rata-rata seperti suhu kandang (Mikroklimat) sebesar 28,75°C dan kelembaban udaranya sekitar 69,5%. Sedangkan suhu diluar kandang (Makroklimat) sebesar 26,3°C dan kelembaban udaranya sekitar 72,17%. Hasil suhu dan kelembaban dari dua tempat tersebut sesuai dengan suhu dan kelembaban yang nyaman pada domba dewasa yang berkisar antara 19-35°C dan 60-80%. Suhu dan kelembaban udara merupakan faktor yang penting dari iklim karena besar pengaruhnya terhadap kondisi fisiologis dan produktifitas ternak. Keadaan suhu lingkungan dan kelembaban berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pakan karena berkaitan dengan metabolisme. Umumya pada suhu yang nyaman laju konsumsi pakan pada ternak akan meningkat karena cenderung energi hanya diperlukan untuk proses metabolisme. Apabila suhu lingkungan tinggi maka ternak cenderung untuk mengkonsumsi air lebih banyak untuk proses homeostasis, apabila hal tersebut berlanjut maka tingkat konsumsi akan menurun dan menghambat produksi, khususnya untuk produksi daging. Suhu nyaman pada ternak domba anakan berkisar 24-26oC, pada domba dewasa 19-35oC (Hanafi, 2004). Kelembaban nyaman pada ternak domba berkisar 60-80% (Frandson, 1986). Iklim makro maupun iklim mikro dapat berpengaruh langsung terhadap penampilan produktivitas ternak. Pengaruh tidak langsung adalah ketersediaan hijauan pakan ternak yang cepat tua menyebabkan tingginya serat kasar, sedangkan penganah langsungnya adalah terjadinya stress panas atau dingin, sehingga ternak menderita stress atau ternak merasa tidak nyaman yang berakibat terhadap penurunan produksi dan reproduksi ternak (Murtidjo, 1993). Pada keadaan suhu lingkungan yang lebih tinggi dari yang dibutuhkan, nafsu makan akan menurun dan konsumsi air meningkat. Akibatnya, otot-otot daging lambat membesar dan daya tahan tubuh pun menurun (Suparman, 2001). 

 5. Konversi Pakan PBBH = -0.164 Konsumsi Total BK = 0,23 Konversi Pakan = -4,024 Berdasarkan hasil praktikum, konversi pakan dapat dihitung melalui penenaikan bobot badan sebesar 0,37 kg/hari dan konsumsi total BK 0,6035 kgBK. Konversi pakan adalah 1,63. Hal ini mennunjukkan bahwa pemberian bahan pakan yang diberikan untuk rumput lapangan dan bekatulnya tercerna dengan baik, serat kasar dan kandungan nutrisi, tetapi belum memenuhi standart karena BK dan SK rumput lapang yang tinggi. Pakan yang dikonsumsi tidak sebanding dengan bobot badan yang seharusnya bertambah pada domba. Faktor yang dapat mempengaruhi konversi pakan adalah bentuk pakan ternak, strain, kandungan nutrisi ransum, jenis kelamin serta suhu. Standar konversi pakan yang baik adalah 5 - 6,5 Faktor lain yang mempengaruhi konversi pakan yaitu: bentuk pakan ternak, strain, kandungan nutrisi ransum, jenis kelamin serta suhu. Suhu yang terlalu tinggi mengakibatkan konversi pakan meningkat, begitu juga pada suhu yang terlalu rendah (Anggorodi, 1979). Konversi pakan khususnya pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, pertambahan bobot badan dan nilai kecernaan. Memberikan kualitas pakan yang baik kepada ternak pertumbuhannya akan lebih cepat dan lebih baik konversi pakannya (Hartadi, 1997). Konversi pakan yang baik yaitu 5 – 6,5 (Rasyaf, 1992).

 6. Efisiensi Pakan PBBH = - Konsumsi Total BK = 0,66 Efisiensi Pakan = -24,85% Berdasarkan hasil praktikum bahwa efisiensi pakan dapat dihitung karena terjadi kenaikan bobot badan sebesar 0,37 kg/hari. Perbandingan jumlah unit produk yang dihasilkan sebanding dengan jumlah unit konsumsi hijauan dan konsentrat yang dikonsumsi sehingga efisiensi pakannya dapat dihitung karena PBBH yang dihasilkan mengalami peningkatan. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi pakan adalah bahan pakan, palatabilitas, kandungan nutrien, dan daya cerna. Efisienfi pakan berdasarkan praktikum mendapat hasil yang sangat tinggi yaitu 61,3% itu disebabkan karena ternak tersebut dalam keadaan bunting. Standar efisiensi pakan yang baik adalah 13%. Hartadi (1997) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi daya cerna adalah palatabilitas, daya cerna, kandungan nutrien, bahan pakan yang diberikan. Efisiensi untuk pakan yang ada sekitar 13% (Purbowati, 2009). Menurut Farida (1998) menyatakan bahwa efisiensi pakan menurun pada suhu di atas optimum. 

7. Daya Cerna Total BK Feses Konsumsi Total BK = 0,66 Hasil Daya Cerna = 55% Berdasarkan hasil praktikum mengenai daya cerna diperoleh hasil daya cerna pakan sebesar 70,2%. Artinya dari 0,6035 kg BK pakan yang dikonsumsi adalah 70,2% dapat tercerna, selebihnya terbuang dalam bentuk feses. Hasil daya cerna yang diperoleh lebih rendah dari hasil standar daya cerna yaitu 75%. Daya cerna yang didapat hampir mencapai standar yang telah di tentukan, tetapi masih belum memenuhi. Hal ini kemungkinan diakibatkan oleh perbedaan jenis bahan pakan yang diberikan pada ternak. Serat kasar memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap daya cerna pakan. Semakin tinggi kandungan serat kasar pada bahan pakan maka semakin rendah daya cerna bahan pakan tersebut. Pakan hijauan (rumput) kering dapat membuat daya cerna menurun akibat kadar serat kasarnya yang tinggi (Suparman, 2001). Daya cerna BK sekitar 75% (Sudarmono, 2007). Pemanfaatan energi pakan oleh ternak untuk berproduksi dipengaruhi oleh imbangan protein-energi pakan. Energi yang keluar sebagai feses yaitu antara 45 – 50% dari total konsumsi energi (Farida, 1998). Rianto et al. (2004) menambahkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi daya cerna adalah komposisi kimiawi (khususnya serat kasar), pengolahan makanan, jumlah makanan yang diberikan, jenis ternak. 

8. Feed Cost per Gain Harga Hijauan = Rp. 400,-/kg Harga Bekatul = Rp. 2700,-/kg Hasilnya = Rp. -6.600,-/kg Berdasarkan hasil praktikum bahwa feed cost per gain yang didapatkan sebesar Rp. 2824,97,-/kg. Artinya untuk meningkatkan bobot badan 0,37 kg diperlukan biaya 2824,97,-. Hal tersebut karena PBBH yang didapatkan mengalami peningkatan yang tinggi sehingga berpengaruh pada biaya untuk memenuhi kebutuhan pun menjadi lebih rendah dan sebanding dengan produktivitas yang dihasilkan. Untuk meminimalisirkan biaya yang dikeluarkan maka perlu memilih bahan pakan yang memiliki harga rendah dengan kualitas pakan yang baik. Nilai feed cost per gain (FC/G) dihitung berdasarkan biaya pakan pada saat pemeliharaan berlangsung dan PBBH yang dihasilkan (Purbowati et al., 2009). Feed cost per gain dihitung berdasarkan biaya pakan pada saat penelitian berlangsung saat PBBH dihasilkan (Tarmidi, 2004). 

9. Evaluasi Perkandangan Tipe kandang = Kandang Panggung. Model kandang = Kandang Individu Kandang yang digunakan yaitu kandang individu dan bertipe kandang panggung. Kandang batere digunakan untuk menempatkan domba secara individu sedangkan kandang koloni digunakan untuk menempatkan domba secara berkelompok. Kandang yang baik akan memberikan kenyamanan dan membuat ternak sehat dan bersih. Kandang tipe panggung cukup baik untuk ternak domba, karena memudahkan proses sanitasi. Kandang individu berisi 1 ekor domba dengan ukuran 0,75 x 1 m. Standar kandang individu untuk penggemukan membutuhkan luas kandang 0,75 x 1 m, karena memberikan ruang gerak yang sedikit memberikan pergerakan yang sedikit sehingga mengefisiensi energi didalam tubuh. Atap kandang terbuat dari asbes, yang merupakan bahan yang dapat menyerap panas. Lantai kandang domba terbuat dari kayu yang diberi jarak sekitar 1 - 2 cm bertujuan agar kotoran bisa langsung jatuh ke bawah. Tempat pakan terbuat dari kayu yang dilapisi dengan plastik, tujuannya yaitu agar pakan tidak jatuh ke bawah dan terbuang. Selokan pada kandang domba baik koloni maupun individu kurang efektif karena kecil, dan ditambah lagi jika ada sisa pakan yang menyumbat maka air tidak dapat mengalir dengan lancar. Sirkulasi pada kandang invidu maupun koloni cukup baik karena mempunyai banyak ventilasi udara. Fasilitas yang ada didalam kandang adalah atap, penyangga samping, dinding kayu, tiang beton, kran air, penampungan limbah,tangga semen, tempat pakan dan minum, kandang sampel uji, selokan, kandang koloni, dan kandang individu. Kandang sangat diperlukan dalam pemeliharaan domba baik secara ekstensif, semi-intensif, dan intensif. Kandang panggung adalah kandang yang dibangun seperti rumah panggung (Hanafi, 2004). Penempatan domba dalam kandang ada 2 model perkandangan, yaitu kandang koloni dan kandang batere. Ukuran kandang koloni 2,5 x 1 m untuk 6 - 8 ekor domba. Untuk kandang individu induk membutuhkan luas kandang 1 x 1 m, bagian kandang induk dan anaknya memerlukan luas 1,5 m, dan 0,75 x 1 m dan untuk kandang pejantan membutuhkan luas kandang 2 x 1,5m (Murtidjo, 1993) Pembuatan kandang seharusnya memperhatikan beberapa hal diantaranya yaitu biologis ternak, dimana tiap-tiap ternak memiliki berbagai sistem perkandangan. Selain itu yang harus diperhatikan adalah letak kandang, arah kandang, atap, ventilasi, lantai kandang, kolong, saluran pembuangan kotoran, jalan kandang, gudang pakan, serta sarana dan prasarana kandang (Purbowati, 2009). Sodiq dan Abidin (2008) menyatakan bahwa kandang domba memiliki beberapa fungsi sebagai tempat untuk istirahat, tempat berlindung dari panasnya matahari pada musim kemarau dan hujan pada musim penghujan, untuk mempermudah pengecekan pakan dan minum. 

10. Carrying Capacity Produksi Lahan per tahun 583.000 kg/tahun. Produksi Lahan per hari 1597,808 kg/hari. Produksi per hari dalam BK 328,82 kg/hari Hasil CC 471 ekor domba dengan bobot rata-rata 17,4375 kg. Carrying capacity merupakan kemampuan lahan untuk memenuhi kebutuhan hijauan pakan dalam suatu lahan tanpa mengubah atau mengurangi luas lahan. Produksi lahan selama satu tahun sebanyak 538.000 kg/tahun, sedangkan produksi lahan per hari 1597,808 kg/hari dengan lahan seluas 4,5 ha dapat menampung dan memenuhi kebutuhan pakan domba dewasa sebanyak 471 ekor domba dengan bobot rata-rata 17,4375 kg. Kapasitas tampung (Carrying Capacity) adalah jumlah hijauan makanan ternak yang dapat disediakan oleh padang penggembalaan untuk kebutuhan ternak selama 1 tahun yang dinyatakan dalam satuan ternak per hektar (Chalimi, 2009). Kemampuan lingkungan mempunyai batasan sehingga apabila keadaan lingkungan berubah maka daya dukung lingkungan juga berubah. Hal ini karena daya dukung lingkungan dipengaruhi oleh faktor pembatas, seperti: cuaca, iklim, pembakaran, banjir, gempa, dan kegiatan manusia (Suparman, 2001). LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Analisis Bahan Kering Pakan Tabel 1. Analisis Kadar BK Rumput Lapangan Loyang Berat Loyang (g) Berat Hijauan sebelum dioven (g) Berat loyang + sampel setelah dioven (g) 1 32,344 10,001 34.430 2 33,877 10,002 35.920 Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Potong dan Kerja, 2011. BK Pakan = BK Rumput lapangan 1 = = 20,85% BK Rumput lapangan 2 = = 20,32% BK rata-rata = = 20,58% Lampiran 1. Perhitungan Analisis Bahan Kering Pakan (lanjutan) Tabel 2. Analisis Kadar BK Bekatul Loyang Berat Loyang (g) Berat Konsentrat sebelum dioven (g) Berat loyang + sampel setelah dioven (g) 1 6,669 10,009 15,703 2 6,773 10,003 15,788 Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Potong dan Kerja, 2011. BK Pakan = BK Bekatul 1 = = 90,25% BK Bekatul 2 = = 90,12% BK rata-rata = = 90,18 % Lampiran 2. Kebutuhan Pakan Bobot awal domba = 17,35 kg PBBH target = 0,025 kg/hari BB tujuan = BB awal + (PBBH x lama pemeliharaan) = 17,35 +( 0,025 x 7 ) = 17,525 kg Bobot Rata-rata domba = BB awal + BB tujuan 2 = 17,35 + 17,525 2 = 17,4375 kg Kebutuhan BK Pakan = 4% x BB rata-rata domba = 4% x 17,4375 = 0,6975 kgBK Perbandingan RL : Bekatul : = 60%:40% Kebutuhan BK Rumput Lapangan = 60% x kebutuhan BK = 60% x 0,6975 kg = 0,4185 kg BK Kebutuhan BS Rumput Lapangan = = 2,0335 kg BS Kebutuhan BK bekatul = 40% x 0,6975 kg = 0,279 kg BK Kebutuhan BS bekatul dalam = = 0,3093 kg BS Lampiran 3. Tabel Perhitungan Konsumsi Pakan Tabel 4. Konsumsi Pakan Tanggal Pemberian (kg) Sisa pakan (kg) Konsumsi (kg) Hijauan Konsentrat Hijauan Konsentrat Hijauan Konsentrat 27 November 2011 2,033 0,309 0,50 0,183 1,53 0,126 28 November 2011 2,033 0,309 0,50 0,093 1,53 0,216 29 November 2011 2,033 0,309 0,1 - 1,93 0,309 30 November 2011 2,033 0,309 0,08 - 1,95 0,309 1 Desember 2011 2,033 0,309 - - 2,033 0,309 2 Desember 2011 2,033 0,309 0,6 0,128 1,43 0,181 3 Desember 2011 2,033 0,309 0,1 - 1,93 0,309 Rata-rata 2,033 0,309 0,62 0,0577 1,835 0,2512 Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Potong dan Kerja, 2011. PBBH = 0,37 kg/hari Konsumsi Hijauan BS = 1,83 kg BS Konsumsi BK Hijauan = = = 0,37 kg BK Konsumsi Konsentrat BS = 0,25 kg BS Konsumsi BK Konsentrat = = = 0,22 kg BK Konsumsi BK total = Konsumsi Bk hijauan + Konsumsi BK bekatul = 0,22+ 0,37 = 0,60 kg BK Lampiran 4. Perhitungan Bobot Badan Harian (PBBH) Bobot badan awal = 17,35 kg Bobot badan akhir = 20 kg Lama pemeliharaan = 7 hari PBBH = = = 0,37 kg/hari Lampiran 5. Evaluasi Pakan Perhitungan dengan Rumus Interpolasi Bobot badan awal = 17,35 kg Bobot Akhir = 20 kg PBBH = 0,37 kg/hari BB Rata-rata = 18,67 kg Tabel 5. Tabel Kebutuhan Pakan BB (kg) PBBH (kg) BK (kg) 15 0,37 0,73 18,67 0,37 X 20 0,37 0,97 Sumber: Nutrient Requirements of Ruminants in Developing Countries (Kearl, 1982). BB rata-rata = = = 18,67 kg X15 = = = - 0,17 = 0,56 - X X = 0,73 Lampiran 5. Evaluasi Pakan (lanjutan) X20 = = = -0,26 = 0,71 – X X = 0,97 kgBK X = = = 0,063 = 0,97 – X X = 0,90 kgBK Konsumsi BK total = 0,60 kg BK Kebutuhan BK menurut Interpolasi = 0,90 kg BK Kecukupan BK = 0,60-0,90 = - 0,3 kg BK Artinya = telah terjadi kekurangan konsumsi BK sebesar – 0, 3 kg BK. Jika konsumsi lebih besar dari kebutuhan dan bobot badan akhir naik berarti bagus Lampiran 6. Perhitungan Konversi Pakan Konsumsi BK Total = 0,6035 kgBK PBBH = 0,37 kg/hari Konversi Pakan = = = 1,63 Lampiran 7. Perhitungan Efisiensi Pakan PBBH = 0,37 kg/hari Konsumsi BK total = 0,6035 kgBK Efisiensi pakan = = = 61,3% Lampiran 8. Perhitungan BK Feses Berat feses total (koloni) : 267 gram Tabel 6. Analisis BK feses Loyang Berat Loyang (g) Berat Feses sebelum dioven (g) Berat loyang + sampel setelah dioven (g) 1 6,427 10,000 12,936 2 6,696 10,006 13,201 Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Potong dan Kerja, 2011. BK feses = BK feses 1 = = 65,9 % BK feses 2 = = 65,1 % BK rata-rata = = 65,05 % Total BK Feses = 65,05% x 0,267 = 0,1736 kg Lampiran 9. Perhitungan Daya Cerna Total BK feses = 0,1736 kgBK Konsumsi BK total = 0,6035 kgBK Daya cerna = = 71,23% Lampiran 10. Perhitungan Feed Cost Per Gain Harga hijauan = Rp. 200,-/kg Harga konsentrat = Rp. 2700,-/kg Konsumsi hijauan segar = 1,835 kg Konsumsi konsentrat segar = 0,2512 kg PBBH = 0,37 kg Feed cost per gain = = = = Rp. 2824,97-/kg = Rp. 2824,97-/kg BB/hari Lampiran 11. Fisiologi Ternak Tabel 7. Pengukuran Suhu Rektal Ternak Tanggal Jam Pengukuran Suhu Rektal (oC) Rata-rata 2 Desember 2011 06.00 1 38,8 38,5 2 38,2 12.00 1 39,5 39,25 2 39,0 18.00 1 39,5 39,45 2 39,4 24.00 1 38,8 38,45 2 38,1 Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Potong dan Kerja, 2011. Tabel 8. Pengukuran Frekuensi Nafas Ternak Tanggal Jam Pengukuran Frekuensi nafas (kali/menit) Rata-rata 2 Desember 2011 06.00 1 20 20 2 21 12.00 1 58 59 2 60 18.00 1 54 51 2 48 24.00 1 45 43 2 41 Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Potong dan Kerja, 2011. Lampiran 11. Fisiologi Ternak (lanjutan) Tabel 9. Pengukuran denyut nadi ternak Tanggal Jam Pengukuran Denyut nadi (kali/menit) Rata-rata 2 Desember 2011 06.00 1 81 79,5 2 78 12.00 1 92 98,5 2 105 18.00 1 98 98,5 2 99 24.00 1 106 104,5 2 103 Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Potong dan Kerja, 2011. Lampiran 12. Fisiologi Lingkungan Ternak Tabel 10. Pengukuran Suhu dan Kelembaban Tanggal Waktu Mikroklimat Makroklimat Suhu (oC) Rh (%) Suhu (oC) Rh (%) 27 November 2011 06.00 28 91 25 78 12.00 35 55 34 45 18.00 31 72 28 70 21.00 29 95 25 85 28 November 2011 06.00 28 96 24 85 12.00 34 60 34 51 18.00 25 99 22 86 21.00 24 100 22 89 29 November 2011 06.00 26 100 22 86 12.00 31 65 30 56 18.00 28 93 24 85 21.00 27 96 24 84 30 November 2011 06.00 26 97 23 83 12.00 32 43 31 54 18.00 28 95 24 96 21.00 24 96 24 84 1 Desember 2011 06.00 26 91 23 78 12.00 33 60 32 54 18.00 29 79 26 76 21.00 29 85 25 80 2 Desember 2011 06.00 26 99 28 79 12.00 34 56 34 44 18.00 30 29 28 25 21.00 26 94 24 81 3 Desember 2011 06.00 26 97 23 83 12.00 32 58 31 45 18.00 29 79 27 76 21.00 27 94 24 82 Rata-rata 28,75 69,5 29,6 68,7 Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Potong dan Kerja, 2011. Lampiran 13. Perhitungan Carrying Capacity Luas lahan = 4,5 ha = 45.000 m2 Sampel I = 2,1 kg/ m2 Sampel II = 2,6 kg/ m2 Sampel III = 1,8 kg/ m2 Berat sampel rata-rata = 2,16 kg/ m2 Produksi lahan = berat sampel rata-rata x luas lahan = 2,16 x 45.000 = 97200 kg BS Produksi Lahan/tahun = + = + = 437400 + 145800 = 583200 kg/tahun Produksi Lahan/hari (BS) = = = 1597,808 kg BS/hari Produksi. Lahan / hari (BK) = BK rumput lapang x Produksi. Lahan / hari (BS) = 20,58% x 1597,808 = 328,82 kg BK/hari Carrying capacity = = = = 471 ekor domba dengan bobot rata-rata 17,4375kg Lampiran 14. Gambar kandang (tampak depan, samping, belakang, atas) Ilustrasi 1. Kandang tampak depan Ilustrasi 2. Kandang tampak samping Keterangan : Keterangan : Atap 10. Selokan 1. Atap Penyangga Atap Samping 11. Kandang Koloni (Kanan) 2. Tiang Beton Dinding Kayu 12. Kandang Individu (Kiri) 3. Dinding Kayu Tiang Beton 4. Penampungan Feses Kran Air Penampungan Limbah Tangga Semen Tempat Pakan dan Minum Kandang Sampel Uji Ilustrasi 3. Kandang tampak belakang Ilustrasi 4. Kandang tampak atas Keterangan : Keterangan : Atap 10. Selokan 1. Kandang Individu Penyangga Atap Samping 11. Kandang Koloni (Kanan) 2. Tangga Kandang Individu Dinding Kayu 12. Kandang Individu (Kiri) 3. Tempat Pakan Kandang Individu Tiang Beton 4. Kandang Koloni Kran Air 5. Tangga Kandang Koloni Penampungan Limbah 6. Tempat Pakan Kandang Koloni Tangga Semen 7. Kandang Sampel Uji Tempat Pakan dan Minum Kandang Sampel Uji Lampiran 15. Denah perkandangan Ilustrasi 5. Denah perkandangan Keterangan : Kandang Domba Koloni F. PKM Kandang Domba Individu G. Kandang Domba MES / Gudang P. Parkiran Kandang Sapi Gudang Pakan

ptu (produksi ternak unggas) by sandi sinambela


BAB I
PENDAHULUAN
            Ternak unggas merupakan spesies burung yang dapat memberikan keuntungan ekonomis bagi manusia yang memeliharanya, beberapa jenis unggas yang memberikan keuntungan antara lain ayam, itik, angsa dan  puyuh. Usaha beternak unggas perlu memperhatikan pakan, breeding, manajemen dan lingkungan. Keempat hal tersebut diperlukan dalam peningkatan produksi dan mempercepat daya kerja setiap sistem yang ada di dalam tubuh ternak sehingga menghasilkan produk yang optimum, antara lain system pencernaan, sistem respirasi, sistem reproduksi, dan sistem urinari. Dalam hal ini semakin optimum sistem ini bekerja maka akan menimbulkan performan yang baik terutama pada organ eksteriornya. Pada ayam dan itik  organ eksteriornya antara lain adalah paruh, jengger, mata, lubang hidung, leher, bulu leher, dada, punggung, sayap, paha, kuku, dan ekor, da beberapa organ lainnya yang menjadi pembeda unggas air dan unggas darat.



 

BAB II
MATERI DAN METODE
            Praktikum Produksi Ternak Unggas dengan materi Anatomi dan serta identifikasi penyakit ternak unggas dilaksanakan pada hari Jumat, 14 Oktober 2011 pukul 16.00–18.00 WIB di Laboratorium Ilmu Ternak Unggas Universitas Diponegoro, Semarang. Praktikum Produksi Ternak Unggas dengan materi Pengenalan Jenis dan  Formulasi Ransum dilaksanakan pada hari Jumat, 21 Oktober 2011 pukul 15.30-17.00 WIB di Laboratorium Penetasan Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
2.1.            Materi
2.1.1.      Pengenalan jenis dan klasifikasi ternak unggas
Materi yang digunakan untuk praktikum pengenalan jenis pada ternak unggas yaitu itik betina dan jantan (preparat). Alat yang dipergunakan ialah nampan untuk tempat preparat, LCD proyektor untuk menampilkan gambar-gambar unggas, komputer dan alat tulis untuk menggambar.
2.1.2.      Anatomi dan identifikasi penyakit ternak unggas
Praktikum anatomi dan identifikasi penyakit pada ternak unggas, alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah alat seksio yang digunakan untuk menyembelih ternak unggas, nampan yang digunakan sebagai tempat unggas setelah disembelih, lap digunakan untuk membersihkan sisa-sisa kotoran pada waktu pemotongan, kitchen scale digital untuk menimbang bobot unggas maupun organ-organnya, meteran (pita ukur) untuk mengukur panjang bagian dan organ tubuh unggas dan alat tulisa untuk mencatat data-data yang diperoleh. Bahan yang digunakan untuk praktikum yaitu sepasang ayam broiler betina dan petelur afkir jantan, sepasang itik Tegal (jantan dan betina) sebagai bahan untuk pelaksanaan praktikum anatomi dan identifikasi penyakit.
2.1.3.      Formulasi ransum
Alat yang digunakan pada praktikum formulasi ransum berupa timbangan elektrik untuk menimbang komposisi dari beberapa bahan pakan dan nampan sebagai tempat pencampuran bahan pakan, alat tulis untuk menulis hasil praktikum dan kalkulator sebagai alat bantu hitung. Bahan yang digunakan dalam praktikum Formulasi Ransum Unggas menggunakan materi berupa jagung kuning (jagung giling), bekatul, dan tepung ikan.
2.2.      Metode
2.2.1.   Pengenalan jenis dan klasifikasi ternak unggas
Meletakkan preparat itik betina dan jantan yang dewasa pada meja praktikum, melakukan pengamatan terhadap karakteristik eksterior masing-masing jenis itik jantan dan betina. Selanjutnya mengklasifikasikan unggas yang telah diamati tersebut berdasarkan sistem klasifikasi standar dan tujuan pemeliharaanya. Melakukan deskripsi dan menyajikan data pencatatan data-data yang perlu diambil sambil mencermati perbedaan-perbedaan karakteristiknya.
2.2.2.   Anatomi dan identifikasi penyakit ternak unggas
            Praktikum ini diawali dengan mengamati penyakit yang mungkin diderita unggas yang dibawa, baik itik maupun ayam. Menimbang bobot hidup unggas. Selanjutnya menyembelih dengan metode modified kosher (islam). Menampung darah yang keluar. Menimbang bobot mati dan bobot darah. Melakukan pembedahan untuk mengeluarkan organ-organ pencernaan, pernafasan dan reproduksi. Membuat sayatan dengan cara menggunting pada bagian dada dari persendian scapulanya, sehingga bagian tersebut dapat dibuka. Mengeluarkan organ-organ yang akan diamati. Mengambil gambar saluran pencernaan, pernafasan dan reproduksi, kemudian membagi saluran menjadi tiap-tiap organ penyusun saluran pencernaan, pernafasan dan reproduksi. Menimbang bobot tiap organ.
2.2.3.   Formulasi ransum ternak unggas
Menentukan standar kebutuhan ransum yang akan disusun berupa ransum starter, grower dan sebagainya. Menentukan bahan pakan yang tersedia dan akan digunakan, dan melakukan pengecekan kandungan bahan pakan tersebut dengan tabel komposisi nutrient yang terkandung dalam masing-masing bahan pakan. Memformulasikan bahan pakan yang tersedia tersebut sehingga memenuhi standar kebutuhan yang diharapkan baik dari aspek tahapan produksi maupun bobot badanya dengan menggunakan metode yang paling memungkinkan dan mudah melakukannya. Mencatat hasil formulasi bahan pakan yang diperoleh pada tabel hasil perhitungan formulasi bahan pakan kegiatan praktikum yang telah disediakan.

















BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.      Pengenalan Jenis dan Karakteristik Ternak Unggas
3.1.1.   Pengenalan jenis ternak unggas
Berdasarkan hasil pengamatan pengenalan jenis diperoleh gambar sebagai berikut :







Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2011

Ilustrasi 1. Unggas darat dan unggas air
Ayam yang digunakan dalam praktikum adalah ayam jantan dan betina. Pengamatan pada ayam jantan  mendapatkan hasil bahwa ayam jantan memiliki pial yang lebih besar, jengger yang lebih besar, badan lebih besar dan tinggi, leher ayam jantan terdapat bulu leher yang berbentuk panjang, runcing dan mengkilap, bulu pada ekor lebih panjang dan memiliki taji. Sedangkan pada ayam betina pialnya lebih kecil, jengger lebih kecil, badan sedang dan cenderung lebih pendek, bulu pada ekor lebih pendek dan tidak memiliki taji. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2008) bahwa ada leher ayam jantan terdapat bulu leher yang berbentuk panjang, runcing dan mengkilap dan bagian kaki ayam jantan terdapat taji yang berkembang dengan baik.
Unggas yang kami gunakan dalam praktikum yaitu itik jantan dan betina. Pengamatan pada itik mendapatkan hasil yaitu pada itik jantan memiliki karakteristik berupa ekor yang mencuat, badannya yang lebih besar, lehernya lebih panjang serta warna bulu yang lebih tua dibandingkan dengan itik betina. Sedangakn karakteristik pada itk betina yaitu ekornya yang lebih datar, badan lebih kecil, leher yang lebih pendek dari itk jantan serta warna bulu yang lebih terang. Hal ini sesuai dengan pendapat Santoso (2009) yaitu warna itik betina lebih terang dan bersih, sedangkan itik jantan lebih gelap. Jika diperhatikan suara anak itik betina lebih melengking. Cara lain adalah dengan melihat melalui anus dengan cara menekannya, meski cara ini cukup membuat itik tersiksa tapi cukup efektif. Itik jantan terlihat memiliki alat kelamin yang menonjol.
3.1.2.   Perbedaan unggas darat dan air
Berdasarkan hasil pengamatan pengenalan jenis diperoleh gambar sebagai berikut :







Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2011
.
Ilustrasi 2. Eksterior ayam dan itik
Berdasarkan hasil praktikum menunjukkan bahwa ayam memiliki ciri- ciri yaitu bentuk paruh lancip karena disesuaikan dengan pakan yang dimakan yaitu berbentuk butiran dan bebijian, mempunyai jengger, pial, dan cuping telinga di bagian kepala berwarna merah, esophagus mengembang, bertaji, mempunyai ceker yang tidak berselaput serta bulu yang berminyak, namun tidak sebanyak pada unggas air karena habitat ayam didarat dan kelenjar minyak dibagian belakang ekor lebih kecil dari pada kelenjar minyak pada unggas air. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijadna (2005) yang menyatakan bahwa ayam memiliki bentuk paruh lancip, berwarna kuning, warna jengger merah, serta kaki berwarna kuning. bagian kaki jantan terdapat taji yang berkembang dengan baik. Paruh, jari dan taji bersifat menulang, tersusun atas kratin.
Berdasarkan hasil praktikum, diketahui bahwa unggas air berupa itik mempunyai bagian eksterior yang terdiri dari kepala, mata sebagai indera penglihat, leher, paruh yang berfunggsi untuk mengambil pakan yang lembek, tembolok tidak mengembang, ekor yang pendek, kaki yang relative pendek, cakar yang berlapis selaput renang yang berfungsi sebagai alat berenang, bulu yang mengkilap. Hal ini sesuai dengan pendapat yuwanta (2008) yang menyatakan bahwa cirri yang lebih utama dari itik tegal adalah pada saat berjalan tegap dan jika dilihat dari arah kepala, leher, punggung, sampai kebelakang bentuknya menyerupai botol, lehernya panjang dan bulat, tubuhnya yang langsing, kepalanya kecil. Itik mempunyai kaki yang relatif pendek untuk ukuran badannya, jari yang terletak dibagian interior dihubungkan oleh selaput yang memungkinkan itik dapat bergerak cepat didalam air. Pengamatan pada ternak unggas air maupun darat menggunakan itik serta ayam didapatkan hasil karakterisitik pada ayam yaitu memiliki paruh yang lancip serta kaki berwarna kuning. Warna jengger pada ayam berwarna merah. Ayam jantan memiliki taji pada kakinya, tajinya terdiri dari unsure calcium carbonat. Bagian kaki ayam jantan terdapat taji yang berkembang dengan baik. Itik cenderung memiliki tubuh yang lebih ramping daripada ayam. Tubuh itik juga lebih tegak daripada ayam yang tubuhnya cenderung horizontal. Ditambahkan oleh Sarengat (2009) bahwa itik merupakan unggas air yang mengarah pada produksi telur, dengan ciri umum; tubuh ramping, berdiri hampir tegak seperti botol dan lincah sebagai ciri khas dari unggas petelur.
3.1.3.   Klasifikasi
3.1.3.1.Klasifikasi ternak unggas secara internasional, The American Standart of Perfection mengelompokan ayam menjadi  11 kelas, pengelompokan ini digunakan untuk standar ayam piaraan di dunia. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2008), yang menyatakan The American Standart of Perfection menentukan standar klasifikasi ayam secara garis besar digunakan untuk standar ayam piaraan di dunia. Terdapat 4 kelas ayam yang penting untuk diketahui dari 11 kelas ayam tersebut diantaranya adalah kelas Inggris, kelas Amerika, kelas Mediterania dan kelas Asia. Hal tersebut sesuai pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan berdasarkan buku The American Standart of Perfection, terdapat 11 jenis kelas ayam, hanya saja yang dianggap penting untuk diketahui hanya 4 kelas, yaitu kelas Inggris, kelas Amerika, kelas Mediterania dan kelas Asia.


Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh gambar seperti ilustrasi 1, 2, 3, 4 dan 5 sebagai berikut :
http://www.wilkamdai.com/images/chicken_Speckled_Sussex_Rooster_Lindy%27s.jpg
 








Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 3. Ayam Kelas Inggris (Sussex)
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ayam yang termasuk kelas Inggris adalah ayam Sussex, Cornish, Orpington, dan Australop. Hal ini dikarenakan ayam mempunyai ciri-ciri atau karakteristik bentuk tubuh besar, cuping berwarna merah, bulu merapat ke tubuh dan merupakan tipe pedaging. Sesuai dengan dengan pendapat Yuwanta (2008) bahwa ayam kelas Inggris rata-rata berbadan besar dan warna cuping merah, memiliki sifat mengeram. Ditambahkan oleh Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa ayam kelas Inggris memiliki karakteristik bulunya merapat ke tubuh dan termasuk tipe pedaging.
http://www.mypetchicken.com/images/ChickenPix/small/Studio_WhRkCk_264_S.jpg
 













Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 4. Ayam Kelas Amerika (Plymouth Rock)
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa salah satu ayam yang termasuk kelas amerika adalah Plymouth Rock, RIR (Rhode Island Red) dan Wyandotte. Hal ini dikarenakan jenis ayam kelas amerika mempunyai karakteristik bentuk tubuh sedang, bulu mengembang, cuping berwarna merah, dan merupakan tipe dwiguna. Sesuai dengan pendapat Yuwanta (2008) bahwa ayam ini dikembangkan untuk tujuan dwiguna, yaitu untuk memproduksi telur dan daging. Ditambahkan oleh Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa tanda-tanda yang umum pada ayam Amerika adalah warna kulit terang, kerabang telur cokelat, cuping telinga merah, shank berwarna kuning dan tidak berbulu. Bangsa ayam pada kelas ini adalah RIR (Rhode Island Red), Hampshire, Plymouthrock dan Wyandottez
http://www.mypetchicken.com/images/ChickenPix/small/Studio_LtBrhmCk_6778_S.jpg














Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 5. Ayam Kelas Asia  (Brahma)
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa salah satu ayam yang termasuk kelas asia adalah ayam brahma, dll. Hal ini dikarenakan ayam brahma mempunyai karakteristik bentuk tubuh besar, bulu merapat ke tubuh, cuping berwarna merah dan merupakan tipe pedaging. Sesuai dengan pedapat Yuwanta (2008) bahwa tanda spesifik ayam ini adalah bentuk badan besar, memiliki sifat mengeram, cakar (shank) berbulu, tulang besar dan kuat, cuping telinga merah, dan kerabang telur cokelat. Ditambahkan oleh Suprijatna et al. (2008) yang menyatakan bahwa ciri lain dari kelas Brahma yaitu kulit berwarna putih sampai gelap dan merupakan tipe pedaging. Terdapat tiga bangsa (breed) yang terkenal dalam kelas Asia, Brahma (di India), Langshan (dari Cina), dan Cochin (dari Shanghai, Cina).


http://www.mypetchicken.com/images/chickenPix/Medium/Studio_SgCbDkBrLgCk_0831_M.jpg













Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 6. Ayam Kelas Mediterania  (Leghorn)
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa salah satu ayam yang termasuk kelas mediterania adalah ayam leghorn. Hal ini dikarenakan ayam Leghorn mempunyai karakteristik bentuk tubuh ramping, bulu mengembang, cuping berwarna putih, dan tipe petelur. Hal ini Sesuai dengan pendapat Yuwanta (2008) bahwa bentuk badan ayam kelas ini langsing dan produksi telur tinggi, berasal dari Laut Tengah terutama dari Italia. Ditambahkan oleh Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa ayam ini memiliki badan yang lebih kecil dibanding kelas Asia, Inggris dan Amerika. Cuping telinga putih, produksi telur tinggi dan tidak mengeram. Bangsa ayam pada kelas ini adalah Leghorn, Minorca, Andalusia, Ancona, dan Buttercup.


3.1.3.2. Klasifikasi ayam berdasarkan tujuan temeliharaannya, Klasifikasi ayam berdasarkan tujuannya dibagi menjadi empat tipe, yaitu tipe petelur, pedaging, dwiguna dan fancy.
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2011.

Ilustrasi 7. Ayam Petelur
Ayam tipe petelur yaitu jenis ayam yang sangat efisien menghasilkan telur. Karakteristik tipe petelur adalah mudah terkejut, bentuk tubuh ramping, warna kulit putih, cuping telinga putih dan kerabang telur berwarna putih, produksi telur cukup tinggi yaitu 200 butir telur/ekor/tahun (Suprijatna, et al., 2005).
Ayam tipe pedaging yaitu jenis ayam yang sangat menghasilkan daging (Blakely dan Bade, 1998). Karakteristik tipe pedaging bersifat tenang, bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit putih dan tidak mempunyai sifat mengeram (Suprijatna, et al., 2005) .
Ayam tipe dwiguna yaitu jenis ayam yang sangat efektif dalam menghasilkan telur dan daging. Karakteristik tipe medium atau dwiguna adalah bersifat tenang, bentuk tubuh sedang, produksi telur sedang dan kulit telur berwarna cokelat (Suprijatna, et al., 2005).
Ayam tipe fancy yaitu jenis ayam yang dipelihara adalah untuk tujuan hiburan dan kreasi. Ayam tipe fancy dipelihara tidak untuk produksi telur dan daging, akan tetapi dipelihara karena bentuk tubuh dan bulunya yang mungil, menarik dan warnanya yang beraneka ragam, contohnya ayam Sultan, ayam Bantam dan ayam Yokohama (Yuwanta, 2008)

3.1.3.3 Klasifikasi Itik
Itik adalah salah satu jenis unggas air (waterfowls) yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub famili Anatinae, Tribus anatini dan genus Anas. Ordo Anseriformes mempunyai famili antara lain Anatidae, subfamili Anatinae dan Anserinae. Anatinae menurunkan genus Anas dan Cairina yang masing-masing menurunkan spesies itik yaitu Anas plathyrynchos (Yuwanta, 2008). Beberapa jenis itik merupakan jenis itik petelur. Itik petelur adalah itik yang memiliki karakteristik ekonomi sebagai penghasil telur yang baik. Adapaun jenis-jenis dari itik adalah Indian Runner, Khaki Campbell, Buff Orpington, Cayuga, Cherry Valley, Anas Javanica atau yang sering disebut itik Jawa (Murtidjo, 1992).
 













Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 8. Itik  (Tegal)
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa itik Tegal bentuk badannya merupakan contoh dari bangsa Indian Runner, yaitu posisi berdiri yang hampir tegak lurus, tubuh langsing seperti botol, langkah tegap, warna bulu coklat atau tutul-tutul coklat dengan beberapa variasi warna tertentu. Hal ini sesuai dengan Yuwanta (2008) bahwa itik merupakan unggas air yang mengarah pada produksi telur, dengan ciri umum; tubuh ramping, berdiri hampir tegak seperti botol dan lincah sebagai ciri khas dari unggas petelur. Ditambahkan oleh Suprijatna (2005) yang menyatakan bahwa sebagian besar itik tegal berwarna kecoklatan, sedangkan sebagian kecil lainnya tutul-tutul coklat.

3.2.      Anatomi dan identifikasi penyakit ternak unggas
Praktikum ini diawali dengan mengamati penyakit yang mungkin diderita unggas yang dibawa, baik itik maupun ayam. Menimbang bobot hidup unggas. Selanjutnya menyembelih dengan metode modified kosher. Menampung darah yang keluar. Menimbang bobot mati dan bobot darah. Melakukan pembedahan untuk mengeluarkan organ-organ pencernaan, pernafasan dan reproduksi. Membuat sayatan dengan cara menggunting pada bagian dada dari persendian scapulanya, sehingga bagian tersebut dapat dibuka. Mengeluarkan organ-organ yang akan diamati. Mengambil gambar saluran pencernaan, pernafasan dan reproduksi, kemudian membagi saluran menjadi tiap-tiap organ penyusun saluran pencernaan, pernafasan dan reproduksi. Menimbang bobot tiap organ.
3.2.1.      Sistem pencernaan unggas (ayam dan itik)
            Hasil pengamatan anatomi dan fisiologis ternak unggas dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
 
                                             
                                             
                                             
                         




Sumber : Data Primer Praktikum Produksi         Sumber : Suprijatna et al. 2005
               Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 9. Gambar Sistem Pencernaan Ayam
Keterangan :
                   1. Paruh                       5. Ventrikulus             9. Ileum
                   2. Esofagus                 6. Duodenum             10. Cecum
                   3. Tembolok                7. Pankreas                 11. Colon
                   4. Proventrikulus         8. Jejenum                  12. Kloaka
Hasil pengamatan pada ayam layer diperoleh data panjang tembolok 3 cm dengan berat 3 gram. Bagian tembolok kelihatan mengembang, ini disebabkan terjadi penyimpanan makanan sementara. Tembolok memiliki kemampuan untuk mengembang. Karena pakan disimpan dalam tembolok untuk sementara. Pengamatan pada bagian empedal terasa keras. Hal ini sesuai dengan pendapat Tabbu (2000)  yang menyatakan bahwa empedal tersusun dari suatu struktur bertanduk yang berotot tebal. Kerja penggilingan yang terjadi secara tidak sadar oleh otot empedal memiliki kecenderungan untuk menghancurkan pakan seperti yang dilakukan oleh gigi. Di dalam gizzard makananan dihancurkan dan dilumatkan dengan batuan-batuan kecil. Sesuai pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan bahwa pada gizard terdapat batu-batuan kecil atau karang yang membantu proses pencernaan. Pemberian grit dalam pakan adalah tidak umum tetapi dapat membantu kerja empedal. Pecahanan kerang atau bahan keras yang tidak larut dapat digunakan sebagai suatu pakan tambahan.
Usus halus disebut juga dengan intestinum tenue, yang tersusun dari duodenum, jejenum dan ileum memiliki panjang 125 cm. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2008)  usus halus (small intestine) dinamakan juga  intestinum tapaenue panjang mencapai 120 cm dan terbagi dalam tiga bagian yaitu duodenum, jejenum dan ileum. Duodenum, jejenum dan ileum  merupakan kumpulan dari usus halus yang berperan pada penyerapan nutrisi pakan. Letak usus halus berdekatan dengan letak pankreas. Hal ini sesuai  dengan Rukmana (2003) yang menyatakan bahwa sejajar dengan duodenum terletak pankreas (kelenjar ludah perut) yang mengeluarkan kelenjar pankreas yang berfungsi untuk mencerna makanan. Kloaka merupakan saluran akhir dari sistem pencernaan yang merupakan muara tiga saluran. Panjang kloaka adalah 3 cm serta beratnya adalah 3 gr.  kloaka merupakan muara tiga saluran yaitu saluran urinari, reproduksi, dan pencernaan.
Hasil pengamatan anatomi dan fisiologis ternak unggas dapat dilihat pada gambar dibawah ini.


1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13



 

Sumber :   Data Primer Praktikum Produksi            Sumber : Suprijatna et al. 2005
                Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 10. Gambar Sistem Pencernaan Itik Jantan
Keterangan :
                   1. Paruh                       6. Duodenum              11. Ceca
                   2. Oesophagus             7. Jejunum                   12. Colon
                   3. Tembolok                8. Ileum                      13. Cloaca
                   4. Proventrikulus         9. Pankreas                     
                  5. Ventrikulus             10. Hati                                              
Berdasarkan hasil praktikum sistem pencernaan unggas diawali dengan masuknya makanan melalui mulut. Kemudian menuju crop melalui esofagus. Kemudian menuju ventrikulus melalui proventrikulus. Lalu makanan yang masuk dibawa ke usus kecil, usus besar, lalu menuju ceca dan kloaka. Pada pencernaan unggas terutama pada mulut tidak mempunyai gigi. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang menyatakan  bahwa mulut ayam tidak memiliki pipi dan gigi. Langit-langitnya lunak, tetapi memiliki rahang atas dan bawah yang menulang dan menutup mulut. Pakan yang masuk ke dalam mulut disalurkan ke dalam tembolok (crop) melalui esofagus. Ditambahkan oleh Yuwanta (2008) bahwa esophagus merupakan saluran lunak dan elastis yang mudah mengalami pemekaran apabila ada bolus yang masuk. Esophagus memanjang dari pharynx hingga proventiculus melewati tembolok.
Hasil yang diperoleh pada pengamatan sistem pencernaan itik jantan adalah oesophagus 26 cm,jejenum mempunyai panjang 59 cm, ileum 56 cm dan sekum 11 cm. Warna gizzard baik pada jantan maupun betina mempunyai warna coklat dengan sedikit warna biru.  Organ pencernaan itik jantan pada prinsipnya adalah sama dengan organ pencernaan pada ayam, yang membedakan adalah pada bagian tembolok. Hasil pengamatan sistem pencernaan ini sesuai dengan Yuwanta (2008) yang menyatakan bahwa pada ayam temboloknya seperti kantung tetapi pada tembolok itik, bila tidak berisi makanan bentuknya sepeti esofagus. Secara singkat susunan organ-organ pencernaan unggas terdiri dari traktus alimantarius yang terdiri atas paruh, faring, esofhagus, tembolok, lambung kelenjar, lambung otot, usus halus, usus besar, kloaka, dan alat asesoris yang berupa hati, limfa, dan pankreas.

3.2.2. Sistem pernafasan unggas (ayam dan itik)
      Hasil pengamatan anatomi dan fisiologis ternak unggas pada ayam layer dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
1

2

3

4

5
 
Organ pnfsn itik btina
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi   Sumber : Suprijatna et al. 2005.     
              Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 11. Gambar Sistem Respirasi Ayam Layer
Keterangan :
1.      Larink
2.      Trakea
3.      Bronkus
4.      Bronkeolus
5.      Paru-paru
Berdasarkan hasil pengamatan terlihat paru-paru bersifat elastis, terdiri dari kerongkongan, bronkus, alveolus paruparu menempel pada rongga dada. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005)  menyatakan paru-paru berbentuk seperti spons dan sifatnya elastis sehingga menempati semua ruangan yang tersedia dalam rongga dada. Sistem pernafasan unggas terdapat nostril, trachea, syring, bronchus, bronchea, broncheolus dan paru-paru hal ini sesuai dengan pendapat Sarengat (2009) yang menyatakan sistem pernafasan unggas terdiri dari nostril, trachea, syring, bronchus, bronchea, broncheolus dan paru-paru.
           
            Hasil pengamatan anatomi dan fisiologis ternak unggas  pada itik dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
1
2
3
4
5
6
 

Sumber : Data Primer Praktikum Produksi             Sumber : Suprijatna et al. 2005 
                Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 12. Gambar Sistem Respirasi Itik Jantan
Keterangan :
1.      Larink                    4.  Bronkus
2.      Trakea                    5.  Bronkeolus
3.      Syrink                     6.  Paru-paru

Hasil pengamatan yang diperoleh pada sistem respirasi itik terdapat larink, trakea, syrink, bronkus, bronkeolus dan paru-paru. Pada intinya organ respirasi itik jantan maupun betina sama, tetapi yang membedakan adalah bentuk syrink. Itik jantan bentuk syrink lebih berkembang dari pada itik betina.  Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) bahwa pada itik jantan syrink berkembang dengan baik, sedangkan pada itik betina syrink tidak berkembang.



            Hasil pengamatan anatomi dan fisiologis ternak unggas  pada itik dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
1

2

3

4

5
 
Organ pnfsn itik btina
Avian_respiratory_system.gif
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi           Sumber: http://www.ca.uky.edu/ 
               Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 13. Gambar Sistem Respirasi Itik Betina
Keterangan :
1.      Larink                    4.  Bronkeolus
2.      Trakea                   5.  Paru-paru
3.      Bronkus                


Hasil pengamatan yang diperoleh pada sistem respirasi itik terdapat larink, trakea, syrink, bronkus, bronkeolus dan paru-paru. Pada intinya organ respirasi itik jantan maupun betina sama, tetapi yang membedakan adalah bentuk syrink. Itik jantan bentuk syrink lebih berkembang dari pada itik betina.  Hal tersebut sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) bahwa pada itik jantan syrink berkembang dengan baik, sedangkan pada itik betina syrink tidak berkembang.






3.2.3.      Sistem reproduksi (ayam dan itik)

            Hasil pengamatan anatomi dan fisiologis ternak unggas pada reproduksi ayam jantan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.  

labeled_male_repro_tract.png
1

2


3



 

 

male.gif          
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi    Sumber : http://www.crescent.edu.sg/
               Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 15. Gambar Sistem Reproduksi Ayam Jantan
Keterangan :
1.      Testis
2.      Vas deferens
3.      Kloaka










            Hasil pengamatan anatomi dan fisiologis ternak unggas pada reproduksi ayam betina dapat dilihat pada gambar di bawah ini.  

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
 
reproduksi unggas betina

 

                                                  

                                                  
                                                      
                                                       

Sumber : Data Primer Praktikum Produksi      Sumber : Suprijatna et al. 2005
               Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 15. Gambar Sistem Reproduksi Ayam Betina
Keterangan :
1. Ovarium                  4. Infundibulum          7.  Uterus        10. Oviduct
2. Folikel kosong         5. Magnum                  8.  Vagina
3. Stigma                     6. Isthmus                   9.  Kloaka       
Hasil praktikum dapat diketahui bahwa  sistem reproduksi ayam betina terdiri dari ovarium, infundibulum, magnum, isthmus, uterus, vagina dan kloaka. Organ reproduksi ayam betina yang diamati dalam praktikum bentuknya normal, panjang magnum 36. Hasil praktikum tersebut sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2005) yang mengatakan bahwa magnum adalah bagian terpanjang dari oviduct, yaitu mencapai setengah dari panjang oviduct. Alat reproduksi ayam betina terdiri atas dua bagian utama, yakni ovarium dan oviduk, pada praktikum anatomi kita dapat melihat dengan jelas ovarium dan oviduknya oviduk berwarna kuning. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yuwanta (2008) yang menyatakan bahwa ovarium adalah tempat sintesis hormone steroid seksual, gametogenesis, dan perkembangan serta pemasakan kuning telur. Oviduk adalah tempat menerima kuning telur masak, sekresi putih telur, dan pembentukan kerabang telur. Pada unggas umumnya hanya ovarium kiri yang berfungsi sedangkan yang kanan mengalami rudimenter.
            Sistem reproduksi pada itik jantan terdiri dari organ-organ yang saling berkait. Berikut ini adalah gambar dari sistem reproduksi pada itik jantan.
1

2

3
 

Sumber : Data Primer Praktikum Produksi             Sumber : Suprijatna et al. 2005
              Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 16. Gambar Sistem Reproduksi Itik Jantan
Keterangan:
1.      Testes
2.      Vas deferens
3.      Cloaka

Hasil yang diperoleh pada pengamatan sistem reproduksi itik jantan adalah terlihatnya organ testis, saluran vas deferens dan kloaka. Papilla pada itik lebih mudah diketahui daripada papilla pada ayam karena terlihat seperti suatu tonjolan yang berbentuk spiral. Hal itu sesuai dengan pendapat  Sarengat (2009) bahwa unggas air memiliki alat kopulasi yang jelas yaitu papilla yang spiral dan bengkok, terdiri dari tenunan fibrosa dan terletak pada dinding ventral kloaka, yang mempunyai suatu legok semen. Letak testis dari unggas yang diamati yaitu dekat dengan tulang belakang dari unggas, serta berdekatan dengan aorta serta vena cava. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Yuwanta (2008) yaitu Testis pada unggas jantan terletak di rongga badan dekat tulang belakang, melekat pada bagian dorsal dari rongga abdomen dan dibatasi oleh ligamentum mesorchium, berdekatan dengan aorta dan vena cava; atau di belakang paru-paru bagian depan dari ginjal.
            Hasil pengamatan anatomi dan fisiologis ternak unggas pada reproduksi itik betina dapat dilihat pada gambar di bawah ini.  
1
2
3
4
5
6
7
8
 
sal reproduksi betina_2.jpg
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi       Sumber : Suprijatna et al. 2005
               Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 17. Gambar Sistem Reproduksi Itik Betina
Keterangan:
1.      Ovarium                                  5. Isthmus
2.      Ostium                                                6. Uterus
3.      Infundibulum                          7. Vagina
4.      Magnum                                  8. Kloaka
 Berdasarkan praktikum yang dilakukan diperoleh hasil yaitu sistem reproduksi unggas itik betina terdiri dari ovum, stigma, infundibulum, magnum, isthmus, uterus, vagina, oviduk, dan kloaka. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Suprijatna et al. (2005) Oviduk unggas betina merupakan pipa yang melipat yang sebagian besar terletak pada sisi bagian kiri rongga perut. Oviduk terbagi dalam lima bagian, dimulai dari ujung terdekat dengan ovarium, yaitu funne atau infundibulum, magnum adalah saluran dimana albumen disekresikan, isthmus adalah saluran yang mensekresikan material pembentuk membrane kerabang, uterus atau kelenjar kerabang dan vagina yang saluran menuju kloaka.
3.2.4.     Sistem urinary (ayam dan itik)
            Hasil pengamatan anatomi dan fisiologis ternak unggas pada urinari ayam pedaging dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
1
2
3
4
 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9gLKy4J4r1i4ZlPsq6g9K4Lzea29DSHYToO2bVZqTvCEHYPEe0TzeIPYRNrAT0fsTfbLWgyrsTnZK4gkTxE6TI18oFHZ1GJOO0qWJsxetXWfaaNuhXwLYoZaP2mTjqAv6L7ZEmO9eGfTP/s200/Anatomy+of+Urinary+System-1.jpg
Sumbe: Data Primer Praktikum Produksi                  Sumber: http:// wikipedia.com                         
             Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 18. Gambar Sistem Urinari Ayam Pedaging
  Keterangan :
1. Ginjal                   3.  Uretra
2. Ureter                   4.  Kloaka       
Hasil praktikum diperoleh data bahwa organ urinari meliputi sepasang ginjal yang terdiri dari 3 lobus, bentuknya seperti kacang, ureter, uretra dan kloaka. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Santoso (2009) yang menyatakan bahwa sistem urinari  ayam terdiri atas sepasang ginjal yang berbentuk panjang yang menempel rapat pada tulang punggung dan tulang rusuk serta melekat pada selaput rongga perut
            Hasil pengamatan anatomi dan fisiologis ternak unggas urinary itik jantan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
1


2


3


4
 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9gLKy4J4r1i4ZlPsq6g9K4Lzea29DSHYToO2bVZqTvCEHYPEe0TzeIPYRNrAT0fsTfbLWgyrsTnZK4gkTxE6TI18oFHZ1GJOO0qWJsxetXWfaaNuhXwLYoZaP2mTjqAv6L7ZEmO9eGfTP/s200/Anatomy+of+Urinary+System-1.jpg
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi             Sumber : : http:// wikipedia.com
                Ternak Unggas, 2011.
Ilustrasi 19. Gambar Sistem Urinari Itik Jantan
Keterangan :
1. Ginjal                                             
2. Ureter                                 
3. Uretra
4. Kloaka                    
Sistem urinari pada ayam dan itik pada intinya tidak berbeda karena sama-sama terdiri dari tiga organ yaitu ginjal yang terdiri dari 3 lobus, ureter, uretra dan kloaka. Air kencing keluar melalui kloaka.  Urin pada ternak ungas akan bercampur pada feses yang dinamakan ekskreta. Sesuai dengan pendapat  Rukmana (2003) yang menyatakan bahwa air kencing keluar dari tubuh melalui kloaka bersama-sama feces dan kelihatan sebagai masa putih diatas feces tersebut. Ginjal itik memiliki warna merah agak keruh dengan kombinasi warna putih. Menutut Suprijatna et al. (2005) ginjal terletak pada rongga perut bagian belakang, tepatnya menempel pada tulang punggung dan tulang rusuk serta melekat pada selaput rongga perut.
3.2.5.   Identifikasi penyakit pada unggas
Hasil praktikum menunjukkan bahwa ayam dan itik yang digunakan dalam praktikum tidak terdapat penyakit, sehingga ayam dan itik tersebut dapat dikatakan sehat. Penyakit pada ayam dan itik dapat  terjadi melalui tangan, pakaian, alat-alat yang dipergunakan untuk pemeliharaan ternak unggas tersebut, dapat juga dari ternak ke ternak dan dari kelompok ke kelompok serta penularan lewat makanan. Penularan penyakit pada ayam juga banyak disebabkan faktor lingkungan yang secara langsung kontak pada ternak tersebut maka sangat di butuhkannya pengaturan perkandangan agar terjadi korelasi antara ternak dan tempat tinggal ternak. Hal ini sesuai dengan   pendapat Fadilah dan  Polana (2004) yang menyatakan bahwa penyakit ternak ayam dapat ditularkan lewat hubungan antara penderita dengan ayam-ayam yang sehat dan hubungan ayam-ayam yang sehat dengan tempat, perlengkapan dan lingkungan yang terinfeksi penyakit. Ternak yang sudah sembuh dapat menjadi penghantar penyakit. Hal ini sesuai dengan Tabbu (2000) yang menyatakan bahwa ternak ayam yang telah sembuh juga dapat bertindak sebagai penghantar penyakit (carrier). Penyusunan pakan antara lain, metode bujursangkar, Pearson’s square method, metode coba-coba (trial and error) dan metode lainnya.
3.3. Formulasi Ransum Ternak
Berdasarkan praktikum Produksi Ternak Unggas tentang Formulasi Ransum Ternak Unggas diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Perhitungan Harga Ransum Itik Petelur Periode Layer
No.
Bahan Pakan
PK
%
ME
Kcal/kg
Komposisi
%
Harga
Rp/1/2 kg
1
Bekatul
12
2860
58
840,-
2
Jagung kuning
8,6
2830
25
520 ,-
3
Tepung ikan kering
63,6
2240
3
60,-
4
Bungkil kedelai
48
3370
14
360,-
5
Premix
-
-
-
-
Total
17-18
2800-2900
100
1700,-
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2011.
Pada praktikum produksi ternak unggas bahan pakan yang digunakan untuk itik petelur starter ada empat macam, yaitu jagung kuning giling, bungkil kedelai, bekatul dan tepung ikan jadi dengan komposisi 25%, 14%, 58% dan 3% dilakukan dengan metode coba-coba yang dibuat untuk itik petelur starter dalam periode satu tahun dengan energi metabolis untuk jagung giling sebesar 3370 (kcal/kg), bungkil kedelai 2240 (kcal/kg), bekatul 2860 (kcal/kg) dan tepung ikan 2830  (kcal/kg) didapatkan harga per kg yaitu: bekatul Rp 2000/kg, jagung giling Rp 6000/kg, bungkil kedelai Rp 4000 dan tepung ikan  6000/kg dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp 1880/0.5kg. Data yang didapatkan bahwa bahan pakan yang paling murah yaitu bekatul. Hal ini sesuai dengan pendapat  Suprijatna (2005) bahwa penyusunan pakan merupakan kegiatan pencampuran berbagai bahan makanan yang ada dengan perbandingan yang telah ditentukan. Ada beberapa cara yang digunakan dalam penyusunan pakan antara lain, metode bujursangkar, Pearson’s square method, metode coba-coba (trial and error) dan metode lainnya.

Tabel 2. Organoleptik Bahan Pakan
No.
Bahan Pakan
Bentuk
Tekstur
Warna
Bau
1
Jagung Kuning
Pecahan
Kasar
Kuning
Khas
2
Bekatul
Serbuk
Kasar
Cokelat muda
Khas
3
Tepung Ikan Kering
Serbuk
Halus
Cokelat tua
Amis
4
Bungkil Kedelai
Pecahan
Kasar
Kuning
Khas
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Unggas, 2011.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan bahwa bahan pakan yang digunakan untuk membuat ransum itik petelur mempunyai organoleptik yang berbeda-beda, seperti bentuk, tekstur, warna, dan bau. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarengat (2009) yang menyatakan bahwa kualitas bahan pakan dapat diketahui dengan dua cara, yaitu secara organoleptik dan secara analisis. Secara organoleptik, pakan dapat diketahui kualitasnya yang meliputi warna, bau, rasa, tekstur, dan tingkat kontaminasi. Secara analisis, kualitas pakan dinyatakan dalam % (persen) kandungan nutrisinya (melalui analisis proksimat) meliputi energi, protein, asam amino, lemak, serat kasar, dan mineral.
Jagung kuning mempunyai tekstur yang kasar, bau khas jagung, berbentuk pecahan karena sudah melalui tahap penggilingan, dan berwarna kuning, serta sangat disukai oleh itik petelur. Hal ini sesuai pendapat Rasyaf (2000) yang menyatakan bahwa jagung kuning giling diberikan kepada unggas antara lain ayam ras petelur, ayam broiler, ayam ras pembibit, itik, bebek, angsa, kalkun, ayam hias, dan ayam buras lainnya. Jagung kuning giling mempunyai tekstur kasar, berbentuk serpihan, warna kuning, berbau khas. Ditambahkan oleh pendapat Suprijatna, et al. (2005) bahwa jagung kuning lebih baik dari pada jagung putih karena mengandung pro-vitamin A untuk meningkatkan kualitas daging dan telur.
Bekatul yang merupakan hasil sampingan dari proses penggilingan padi ini mempunyai ciri, warna cokelat muda, tekstur kasar, berbentuk serbuk dan berbau khas bekatul. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna, et al. (2005) bahwa bekatul mempunyai ciri berwarna coklat muda, serbuk halus sampai kasar dan bau, rasa khas bekatul. Ditambahkan oleh pendapat Rasyaf (2009) bahwa bekatul memiliki kandungan serat kasar yang lebih tinggi dibanding jagung atau sumber energi yang lain, sehingga hanya sebagai pakan tambahan. Oleh karena itu, bekatul diberikan dalam jumlah yang terbatas, tergantung pada jenis ternaknya karena mempengaruhi faktor palatabilitasnya. Diperluas oleh pendapat Suprijatna, et al. (2005) bahwa bekatul hanya sebagai bahan tambahan setelah jagung.
Tepung ikan mempunyai ciri-ciri seperti berbentuk serbuk, bau amis ikan dengan warna coklat tua. Tepung ikan mempunyai kandungan protein tertinggi dibandingkan dengan jagung kuning dan bekatul serta merupakan bahan pakan termahal dari campuran ransum. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyono (2004) yang menyatakan bahwa tepung ikan berbentuk tepung atau serbuk halus dengan warna coklat tua dan berbau amis. Tepung ikan tidak hanya menjadi sumber protein dan asam amino yang baik, tetapi juga sumber mineral yang baik dan vitamin yang sempurna. Karena kandungan nutrisinya yang sangat baik inilah harga pasarnya pun tinggi. Ditambahkan oleh pendapat Rasyaf (2009)  bahwa tepung ikan sebagai bahan baku pakan ternak unggas menduduki urutan pertama dalam penyediaan sumber protein hewani karena kandungan protein kasarnya sangat tinggi mencapai 53,5%.
Bungkil kedelai mempunyai ciri-ciri yaitu mempunyai bentuk pecahan, memiliki tekstur yang kasar, warna kuning, dan memiliki bau yang khas bungkil. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyono (2004) yang menyatakan bahwa bungkil kedelai berbentuk tepung, tekstur kasar, berwarna kuning, dan berbau khas. Ditambahkan oleh pendapat Suprijatna, et al. (2005) bahwa bungkil kedelai merupakan bahan pakan sumber protein terbaik dibandingkan sumber yang lain. Kandungan proteinnya 41-51%. Namun, kandungan kalsium, fosfor, dan vitamin D nya rendah.








BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.      Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa klasifikasi unggas yang penting untuk diketahui ada empat kelas, yaitu kelas Asia, kelas Amerika, kelas Mediterania dan kelas Inggris. Perbedaan antara unggas air dan unggas darat yaitu unggas darat kaki tidak memiliki selaput dan tidak memiliki kelenjar minyak pada bulunya. Sedangkan pada unggas air pada kaki terdapat selaput untuk berenang dan memiliki kelenjar minyak agar bulunya tetap kering setelah berada di dalam air, unggas yang digunakan pada praktikum  dalam keadaan sehat, dilihat dari cara berdirinya yang tegak, anggota tubuhnya aktif bergerak dan dari organ interiornya tidak ada bagian yang cacat. Formulasi ransum juga telah mencukupi kebutuhan nutrisi itik petelur starter. Bahan pakan yang digunakan mengandung PK dan EM yang cukup serta disusun berdasarkan metode penyusunan ransum yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi itik petelur starter.
5.2.            Saran
Waktu pelaksanaan praktikum sebaiknya dilakukan dalam jangka waktu yang panjang agar pengambilan data sesuai yang diinginkan. Hal ini menyebabkan praktikum menjadi tidak maksimal dan data yang diperoleh tidak lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
Fadilah, R. dan A. Polana. 2004. Aneka Penyakit pada Ayam dan Cara Mengatasinya. AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Rasyaf. M. 2009. Panduan Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Santoso, H. 2009. Pemeliharaan Ayam Pedaging Hari per Hari di Kandang Panggung Terbuka. Penerbit Swadaya, Jakarta.
Sarengat, W. 2009. Handout Produksi Ternak Unggas. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
Suprijatna, E. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tabbu, C. R. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Kanisius, Yogyakarta.
Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius, Yogyakarta.



By: sandi suroyoco sinambela.
Jika ada salah mencantumkan referensi mohon di beri saran