1.
Kelenjar
Endokrin
Kelenjar endokrin
merupakan suatu kelenjar yang mana kelenjar ini menhasilkan hormon yang
berperan dalam proses reproduksi. Kelenjar endokrin ini juga mensekresikan
hormon-hormon yang dihasilkannya. Kelenjar endokrin tak lepas dari tempat
pusatnya pengaturan kinerja dari semua organ yang ada, yaitu otak. Hormon yang
dihasilkan ini nantinya akan berpengaruh terhadap kinerja dari organ-organ
tubuh, khususnya organ reproduksi. Hal ini dijelaskan oleh Toelihere (1981)
yang menjelaskan bahwa kelenjar
endokrin merupakan organ spesifik yang menghasilkan suatu produk kimia disebut
hormon. Hormon tersusun dari beberapa substansi kimia seperti protein,
steroid, dan substansi lain yang akan
dilepas ke dalam aliran darah dan ditransportasikan untuk meningkatkan,
menurunkan atau memberikan efek metabolik terhadap fungsi organ. Frandson
(1992) menambahkan bahwa kelenjar endokrin terdiri dari suatu sistem kelenjar
tanpa saluran yang mempengaruhi berbagai fungsi vital tubuh seekor hewan
sebelum lahir sampai mati, misalnya pengaturan dalam kontol terjadinya
konsepsi, kebuntingan, kelahiran, dan proses dari fungsi fisiologis lainnya.
Berdasarkan hasil praktikum yang
telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa kelenjar endokrin berperan
penting dalam tubuh ternak, karena merupakan salah satu kelenjar reproduksi
utama yang terdiri dari beberapa bagian. Hal ini sesuai dengan pendapat
Partodihardjo (1980) yang menyatakan bahwa kelenjar endokrin reproduksi
penunjang dan sistem endokrin reproduksi, dimana kelenjar endokrin sendiri
tidak mempunyai duktus, dari kelenjar ini akan mengalir langsung kedalam aliran
darah dan dapat memberikan efek menyebar luas.
Frandson (1992) menambahkan bahwa
kelenjar endokrin reproduksi penunjang berfungsi menegakkan hidup individu,
termasuk pengaturan proses pertumbuhan dan pembinaan tubuh, adaptasi terhadap
lingkungan, pengatuan cairan tubuh, pengaturan produksi energi serta penyerapan
makanan oleh pencernaan.
1.1. Hipotalamus
Hipotalamus mempunyai peranan yang sangat
penting, di hipotalamus inilah merupakan tempat pengaturan syaraf, selain itu
juga menghasilkan rangsangan yang berpengaruh terhadap kinerja syaraf maupun
hormon. Hal ini dijelaskan oleh White (1974) yang menyatakan bahwa pusat rangsangan syaraf yang mempengaruhi kerja hormon pada ternak terdapat pada hipotalamus. Rangsangan syaraf dari luar akan
ditransformasikan menuju hipotalamus sehingga hipotalamus akan mensekresikan
hormone releasing factor (HRS). HRS
yang dihasilkan hipothalamus akan mengatur regulasi hormon yang dihasilkan oleh
pituitari pars anterior atau PPA (anterior pars pituitary). PPA
memproduksi hormon yang sifatnya dapat mengatur kerja dari beberapa kelenjar
endokrin. Frandson
(1992) menambahkan bahwa kelenjar hipotalamus terletak tepat dibagian bawah
otak, fungsi terpenting dari hipotalamus adalah menjembatani sistem hormon dan
mengatur dari sistem yang lain serta memelihara tubuh yaitu syaraf.
Saat pengamatan juga terlihat adanya
beberapa ventrikel yang berada dalam kepala ayam yang dibedah.
Ventrikel-ventrikel tersebut mempunyai peranan yang berbeda-beda. Hal ini
dijelaskan oleh White (1974) yang menyatakan bahwa pengaturan indra pada ternak
dikendalikan oleh otak pada bagian tertentu yang disebut ventrikel. Ventrikel
yang terdapat dalam otak memiliki fungsi yang berbeda satu sama lain. Terdapat
empat ventrikel, ventrikel I berfungsi sebagai pusat penglihatan dan penciuman,
ventrikel II berfungsi sebagai pusat
pendengaran dan perasa, ventrikel III berfungsi sebagai pusat koordinasi, dan
terakhir ventrikel IV berfungsi sebagai pusat keseimbangan. Terdapat pula
tulang spenoid yang fungsinya adalah sebagai pelindung dari kelenjar hipofisa
agar tidak rusak. Frandson (1992) menambahkan bahwa ventrikel
otak sebenarnya merupakan
kelanjutan dari kanal neural yang
terdapat pada fase embrional. Ventrikel ketiga berhubungan dengan ventrikel
keempat melalui saluran yang disebut akueduk
sylvius, yang disebut akueduk
serebral. Ventrikel keempat terletak diantara serebelum dibagian atas,
serta pons dan medula dibagian bawah, berhubungan dengan celah subaraknoid
melalui foramen magendia dan luschka. Empat pleksus koroid ventrikel, masing-masing terdiri atas suatu jaringan
kapiler dara yang menjulur ke dalam lumen ventrikel. Setiap pleksus tertutup
secara rapi oleh suatu lapisan sel ependimal yang berasal dari membran dalam
ventrikel.
1.2. Hipofisa
Kelenjar hipofisa merupakan bagian dari
kelenjar endokrin yang mempunyai kemampuan
untuk mempengaruhi kelenjar endokrin serta memproduksi hormon reproduksi.
Kelenjar hipofisa disebut juga master of
gland karena dapat mensekresikan hormon yang dapat mengatur kerja tubuh,
namun kelenjar hipofisa juga dipengaruhi oleh hipotalamus. Hal ini ddiperjelas
oleh Partodihardjo (1980) yang menyatakan bahwa kelenjar hipofisa adalah
kelenjar yang terbentuk dalam pertumbuhan embrio, bagian bawah dari otak ini
tidak melepaskan diri dari otak, melainkan masih dihubungkan dengan apa yang
kemudian disebut dengan hipofisa. Kelenjar hipofisa terletak pada rongga tulang
pada basis otak, kelenjar ini terhubung dengan hipotalamus dan dihubungkan
dengan tangkai hipofisa. Salah satu tulang yang terdapat dalam bagian hipofisa
ini adalah tulang sphenoid.
Hal ini sesuai dengan pendapat Frandson (1992) yang menyatakan bahwa tulang
spenoid berfungsi sebagai pelindung dari kelenjar hipofisa supaya tidak rusak.
2.
Mekanisme
Umpan Balik
Salah satu proses atau
mekanisme kerja dari kelenjar endokrin adalah mengatur jalannya sebuah
mekanisme yang berkaitan dengan pengaturan hormon reproduksi yang disebut
mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik ini terbagi menjadi dua macam
yaitu umpan balik positif dan umpan balik negatif. Hal ini sesuai dengan
pendapat White (1974) yang menyatakan bahwa kelenjar Hipofisis merupakan
kelenjar berdiameter kira-kira 1 cm dan beatnya 0,5-1 gram, kelenjar hipofisis
juga dipengaruhi oleh hipotalamus yang mana didalamnya terdapat sebuah
mekanisme yang disebut umpan balik. Mekanisme umpan balik yang yang terjadi ini
sangat mempengaruhi kelenjar yang satu dengan kelenjar yang lain. Partodihardjo (1980) menambahkan bahwa mekanisme
umpan balik adalah hipotalamus pada otak besar menghasilkan kelenjar hipofisa
yang dibagi menjadi dua yaitu adenohipofisa dan neurohipofisa.
2.1.
Mekanisme Umpan Balik Positif
Mekanisme umpan balik negatif ini terjadi jika
ada salah satu hormon yang naik maka hormon lainnya ikut meningka, shingga
memperlancar pelepasan hormon perangsangnya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Partodihardjo (1980) yang menyatakan bahwa gejala yang membantu dalam proses
perlancaran pelepasan hormon perangsangnya disebut sebagai umpan balik positif.
Umpan balik ini terjadi jika produksi estrogen, FSH, dan LH meningkat sedangkan
produksi progesteron menurun. Aron dan Findling (1997) menambahkan bahwa umpan balik
positif pada kadar GnRH untuk mensekresi LH dan FSH dan peningkatan kadar estrogen selama fase folikular
merupakan stimulus dari LH dan FSH
setelah pertengahan siklus, sehingga ovum menjadi matang dan terjadi ovulasi.
2.2.
Mekanisme Umpan Balik Negatif
Mekanisme
umpan balik negatif adalah bila mana salah satu hormon naik maka hormon lainnya
mengalami penurunan, sehingga dengan kata lain dengan meningkatnya salah satu
hormon akan menjadi penghambat hormon lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Partodihardjo (1980) yang menyatakan bahwa jika gejala biologi yang dimaksudkan
menjadi penghambatan dalam pelepasan hormon perangsangnya maka disebut umpan
balik negatif. Umpan balik negatif terjadi apabila produksi progesteron
meningkat, sedangkan produksi estrogen, FSH, dan LH menurun. Mekanisme umpan
balik ini dapat menjadikan ternak mengalami kebuntingan. Aron dan Findling (1997)
menambahkan bahwa proses umpan balik ini memberi dampak pada sekresi
gonadotropin, tidak hanya itu kadar hormon dalam darah juga
dikontrol oleh umpan balik negatif manakala kadar hormon telah mencukupi untuk menghasilkan
efek yang dimaksudkan,
kenaikan kadar hormon lebih jauh dicegah oleh umpan balik negatif.
DAFTAR
PUSTAKA
Anwar, R. 2005. Sintesis, Fungsi dan Interpretasi
Pemeriksaan Hormon Reproduksi. Fakultas Kedokteran UNPAD. Bandung.
Aron, D.C, dan Findling, J.W. Hipothalannus &
pituitary. In Francis S.G and Gordon J.S (eds), Basic and Clinical
Endocrinology. 5th ed. 1997. London
Prentice-Hall International Inc.
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Partodihardjo. S. 1980. Ilmu
Reproduksi Hewan. Mutiara. Jakarta.
Toelihere,
M. R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung.
White, I. G. 1974. Mammalian Semen: dalam Reproduction in
Farm Animal. 3rd. Ed . E. S. E. Hafez (Edit).
Lea & Febiger: Philadelpia.
No comments:
Post a Comment