Belajar Sekitar Daging
Ternak dan reaksi yang terjadi pada daging.
Oleh: Sandi Suroyoco
Sinambela
Otot merupakan
jaringan penggerak bagi hewan ternak, sedangkan daging adalah semua jaringan tubuh
ternak yang sesuai untuk di konsumsi oleh manusia.
Tentu otot daging di
artikan sebagai bagian dari tubuh ternak yang melekat pada tulang yang
merupakan penyusun utama pada daging.
Otot terdiri dari:
berkas otot, serabut otot, miofibril, sakromer, kemudian pada aktin dan miosin.
Berbicara tentang
daging kita perlu mengetahui metabolisme yang terjadi pada otot.
Metabolisme
yang terjadi pada otot saat ternak masih dalam keadaan hidup. Otot sangat bergantung pada kecukupan energi
(ATP) sebagai pengangkut Ca dan Mg yang berfungsi memisah aktin dan
miosin. Energi didapatkan dari gikogen
dalam darah, memalui proses siklus kreb yang menghasilkan asam pirufat. Maka dari itu peran oksigen dalam reaksi
metabolisme akan sangat menentukan kinerja dari otot.
Apabila suplai oksigen pada tubuh
tidak simbang dengan aktifitas otot yang terjadi maka sebagian asam pirufat
juga akan diubah menjadi asam laktat.
Namun apabila ternak sudah istirahat dengan kondisi ternak yang membaik
serta suplai oksigen yang sudah tercukupi asam laktat yang tertimbun bisa di
ubah kembali menjadi ATP melalui siklus CORI
Proses Metabolisme pada ternak yang sudah
disembelih mengakibatkan ketidak mampuan ternak mengedarkan oksigen, sehingga glikogen akan diubah menjadi asam
laktat dalam kondisi anaerob. Berhentinya produksi energi maka Ca tidak
dapat lagi dipompa ke bagian tubulus, yang terjadi adalah peristiwa
RIGORMORTIS.
Rigormortis adalah kekakuan pada otot setelah ternak sudah
mati. Rigormorti terjadi karena aktin
dan miosin menyatu dan saling bertumpah tindih disebut dengan AKTOMIOSIN. Rigormortis terbagi menjadi 3 fase yaitu fase
penundaan, fase cepat dan pasca kaku.
Manajemen Pemotongan
Pemotongan
ternak harus melalui beberapa proses yang tentunya harus dilakukan dengan benar
susui dengan standar yang berlaku. Proses dalam pemotongan diawali dari
pemeriksaan antemortem yakni untuk mengetahui ke abnormalan ternak sebelum
terjadi pemotongan. Antemortem sangat
berperan penting dalam mendeteksi dan mencegah penularan penyakit hewan kepada
manusia melalui daging.
Sesuai
SK mentri menjelaskan bahwa pemotongan ternak harus dilakukan di Rumah Potong
Hewan. hal ini akan memudahkan pengawasan kelayakan daging untuk di konsumsi. Rumah Ptotong Hewan terdiri dari 4 kelas yaitu
kelas A dapat digunakan sebagai usaha pemotongan hewan secara
Internasional. Kelas B digunakan sebagai
usaha antar provinsi, kelas C digunakan sebagai ijin usaha antak kabupaten dan
kelas D adalah ijin usaha pemotongan hewan antar kota.
Beberapa
rangkaiaan kegiatan pemotongan hewan:
Seleksi/grading,
pengistirahatan, penimbangan atau melalui taksiran, pemotongan, pengulitan,
eviskerasi, pengarkasan, pelayuan, deboning, packking, dan penyimpanan.
Pentingnya pelayuaan pada karkas.
Kita pasti bertanya mengapa harus
dilayukan terlebih dahulu? Di Indonesia
proses ini jarang sekali dilakukan oleh para jagal. Padahal fungsi pelayuaan ternyata sangat
penting perananya dalam penentuan kualitas daging nantinya.
Tujuan
pertama dari pelayuan adalah pencegahan pertumbuhan mikroba pada daging, dan
untuk melakukan pengendalian rigor mortis,
prinsip dari pelayuan adalah pengaturan suhu rendah dan kelembaban, suhu
yang baik dalam proses pelayuan adalah 1,5-10 derajat selsius. Saat pelayuan proses yang terjadi adalah
pemanjangan otot, bukan karena disosiasi aktin dan miosin.
Dalam
proses pelayuan ada 3 fenomena yang terjadi yakni denaturasi protein,
proteolisis, dan perubahan kimia.
Pemeriksaan Posmortem harus dilakukan.
Pemeriksaan posmortem terjadi di dua
tempat yaitu di ruang pemotongan ternak saat 1 jam setelah pengeluaran organ
viscera pada ternak yang disembelih.
Ada beberapa organ
yang di periksa; hati, ginjal, paru, dan usus.
Hal yang umum di
periksa pada organ viscera adalah hati untuk mendeteksi adanya cacing hati,
jantung biasanya di temui cacing pada klep jantung, ginjal diperiksa apakah ada batu ginjal,
paru, diperiksa apakah ada cacing dan apakah ternak tersebut terkena TBC,
terutama pada babi radang pada paru paru sangat lumrah terjadi.
Pemeriksaan posmortem juga dilakukan
pada karkas. Hal yang diamati adalh luka
memar pada daging, patah tulang pada
karkas, dan bercak darah yang sering kali terjadi pada saat pemotonga.
Segala ternak yang di indikasikan
terkena penyakit mak akan di keluarkan
persyarat sesuai dengan ketentuan yang sudah ada.
Daging
ternak yang terkena antraks, rabies, H5N1 dan turunannya, malleus pada kuda,
penyakit lidah biru pada domba, dll dilarang untuk dikonsumsi oleh konsumen. Sedangkan ada daging ternak yang terkena
penyakit yang dapat dikonsumsi dengan syarat:
brucelosis yakni dengan pelayuan minimal 24 jam, TBC melalui perebusan terlebih dahulu,
tricinelosis daging di masak secara sempurna.
Organ ternak yang terkena cacing sebaiknya dibuang, misalnya pada hati,
pada paru, da pada organ pencernaan yang sudah infeksi.
No comments:
Post a Comment