BAB I
PENDAHULUAN
Usaha
beternak unggas perlu memperhatikan pakan, breeding, manajemen dan
lingkungan. Keempat hal tersebut diperlukan dalam peningkatan produksi dan
kesemuanya itu saling berinteraksi antar satu dengan lainnya. Dalam hal ini
pakan misalnya, ternak memerlukan pakan yang dapat memenuhi kebutuhannya,
kandungan bahan pakannya haruslah sesuai dengan kebutuhan, ketersediaan pakan
memadai dan perlu memperhatikan batasan-batasan dalam pemeberian pakan. Untuk
menentukan ransum yang memenuhi kebutuhan ternak, efisien dan harganya murah
diperlukan proses penyusunan ransum.
Untuk
beternak unggas dibutuhkan perlakuan yang khusus karena unggas rentan terhadap
penyakit (daya kekebalan tubuh rendah). Dalam beternak unggas harus diwaspadai
penyakit-penyakit yang menular. Ternak terkena penyakit ini harus segera dipisahkan
dari yang lain dan kandangnya dibersihkan, untuk menghindari penularan terhadap
ternak unggas lain. Untuk menghindari suatu penyakit diperlukan suatu upaya
pencegahan, salah satunya dengan merangsang pembentukan kekebalan tubuh
terhadap penyakit menggunakan agen penyakit yang dilemahkan, cara ini disebut
vaksinasi. Pemberian vaksin perlu memperhatikan jenis penyakit, umur ternak,
jenis unggas, perawatan vaksin dan kondisi unggas.
Untuk
dapat dijual dipasaran diperlukan suatu pengolahan produk terlebih dahulu yang
sering disebut dengan prosesing. Prosesing juga bertujuan untuk
menghindari hal-hal yang akan mengurangi nilai produk unggas, seperti
terjadinya rigormotis (kekakuan pada
daging).
Praktikum Manajemen Ternak
Unggas bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari metode-metode dalam penyusunan
ransum, penyakit-penyakit pada ayam dan tanda-tandanya, pelaksanaan vaksinasi
beserta macamnya dan pelaksaan prosessing pada unggas. Manfaat dari praktikum
ini agar mahasiswa dapat lebih jelas mengenai pemeliharaan ayam kampung
super, memahami penyakit-penyakit yang dapat menyerang ternak unggas dan cara
pencegahannya, mengetahui bagaimana proses pemyembelihan ayam
kampung super sampai pengemasan dan mengetahui potongan-potongan karkas yang baik.
BAB II
MATERI DAN METODE
Praktikum
Manajemen Ternak Unggas dengan materi Pemeliharaan Ayam Kampung Super dilaksanakan pada tanggal 5
April - 6 Juni 2012, processing dilaksanakan
pada hari Selasa, 1 Juni 2012. Semua kegiatan dilaksanakan di Kandang Ternak
Unggas Fakultas Peternakan dan Pertanian
Universitas Diponegoro, Semarang.
2.1. Materi
2.1.1. Pemeliharaan Ayam Kampung Super
Materi yang digunakan dalam praktikum pemeliharaan ayam kampung
super adalah ayam kampung super, kandang digunakan sebagai tempat ayam, tirai
digunakan untuk melindungi ayam dari cekaman dan stres akibat perubahan suhu
lingkungan sekitar, peralatan kandang, brooder
untuk menjaga kehangatan ayam dan chick guard untuk melindungi ayam agar
tidak banyak aktivitas, timbangan untuk menimbang pakan dan bobot ayam,
higrometer untuk mengukur kelembaban, buku pencatatan atau formulir recording performans, morbiditas,
mortalitas dan data pendukung maupun manajemen lain yang diterapkan.
2.1.2. Vaksinasi
Materi yang digunakan pada praktikum
vaksinasi ayam kampung super adalah vaksin ND1, gumboro A dan B, ND Lasota,
susu skim dan tempat air minum.
2.1.3. Penyiapan dan Evaluasi Karkas Ternak Unggas (Prosesing)
Materi yang digunakan dalam praktikum evaluasi
karkas ayam kampung super adalah ayam kampung super, air panas, alas plastik
sebagai tempat ayam pada saat pembuluan, pisau digunakan untuk menyembelih
ayam, kompor dan panci untuk memanaskan air panas, pastopwatch digunakan untuk
menghitung lama pengeluaran darah, timbangan digunakan untuk menimbang bobot
ayam, plastik digunakan untuk membungkus karkas.
2.2. Metode
2.2.1. Pemeliharaan
Ayam
Kampung
Super
Pemeliharaan dilakukan dengan
menggunakan ayam kampung super atau dengan nama dagang MB 202 produksi PT.
Multibreeder Adirama
sebanyak 240 ekor dengan bobot DOC rata-rata 35,9 gram.
Pemeliharaan dibagi atas 5 perlakuan, yang membedakan adalah kepadatan dan
ransum yang diberikan. Perlakuan 3 atau T3 dengan jumlah 45 ekor DOC
dalam flok ukuran 1,5 m x 2 m dan dengan ransum
komersial BR1 dengan penambahan temulawak sebesar 3%. Metode
pemeliharaan ayam kampung super adalah ayam kampung super dipelihara selama 2
bulan dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari yaitu pukul 09.00
WIB, 15.00 WIB, dan 20.00 WIB. Air minum disediakan secara ad libitum. Pencahayaan
dilakukan pukul 18.00 - 20.00 WIB
menyala, kemudian jam 20.00 - 21.00 WIB lampu
dimatikan, dan setelah itu dinyalakan kembali sampai pukul 09.00 WIB. Pembukaan
tirai dari jam 06.30 - 17.00 WIB kecuali
ketika hari hujan dan berangin kencang.
2.2.2. Vaksinasi
Manajemen vaksinasi
dilakukan pada DOC umur 4 hari dengan vaksin ND1
dengan metode tetes mata, kemudian umur 14 hari dengan vaksin gumboro A dengan
metode air minum, dan umur 25 hari dengan vaksin ND 2 Lasota dengan metode tetes
mata, serta pada umur ke 45 hari dilakukan vaksinasi gumboro B dengan metode
tetes mata. Sebelum digunakan, menyimpan vaksin didalam lemari pendingin untuk
dibekukan. Membakar bungkus dan sisa vaksin setelah vaksin selesai digunakan
untuk mematikan virus - virus dari vaksin tersebut. Pembuangan vaksin
dilakukan jauh dari kandang agar kandang tidak terkontaminasi virus - virus vaksin.
2.2.3. Penyiapan dan Evaluasi KarkasTernak
Unggas
(Prosesing)
Metode yang digunakan dalam praktikum
evaluasi karkas ayam kampung super yaitu menimbang bobot ayam sebelum
disembelih kemudian menyembelih dengan menggunakan pisau yang tajam, mencatat
waktu pengeluaran darah kemudian menimbang bobot darah dan bobot mati.
Melakukan pencelupan dan kemudian melakukan pembuluan dengan mencabuti bulunya
sampai bersih. Memotong cakar dan kelenjar minyak pada pangkal ekor. Membuka
kulit leher dan daerah antara kloaka dan tulang dada kemudian mengeluarkan
organ dalam. Membentuk karkas dengan memotong bagian leher dan cakar. Mencuci
karkas maupun non karkas. Membungkus karkas dengan menggunakan steroform dan plastik.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil Evaluasi Performans Ayam Kampung
Super
Berdasarkan praktikum manajemen ternak unggas ayam kampung
super selama 8 minggu diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Evaluasi
Pemeliharaan Ayam Kampung Super
Minggu
Ke-
|
BB
Awal
(g)
|
BB
Akhir
(g)
|
PBBH
(g)
|
FCR
|
Efisiensi
(%)
|
Mortalitas
(%)
|
Morbiditas
(%)
|
1
|
35,9
|
79,3
|
6
|
0,6
|
57,53
|
0
|
0
|
2
|
79,2
|
152,2
|
10
|
1,6
|
61,55
|
0
|
0
|
3
|
152,2
|
231,1
|
11,3
|
1,30
|
77,18
|
0
|
0
|
4
|
231,1
|
357
|
17,9
|
1,50
|
66,81
|
0
|
0
|
5
|
357
|
473,3
|
16,61
|
2,8
|
35,11
|
0
|
0
|
6
|
473,3
|
631
|
22,6
|
2,3
|
44,23
|
0
|
0
|
7
|
631
|
751,1
|
17,05
|
2,7
|
37,69
|
0
|
0
|
8
|
751,1
|
856
|
15,0
|
2,4
|
42,1
|
0
|
82,2
|
Jumlah
|
2710,8
|
3531
|
116,46
|
15,2
|
422,2
|
|
82,2
|
Sumber : Data Primer
Praktikum Manajemen Ternak Unggas, 2012.
Berdasarkan praktikum diperoleh penambahan bobot badan harian
(PBBH) ayam kampung super selama 8 minggu secara berturut-turut yaitu 6; 10; 11,3; 17,9; 16,61; 22,6; 17,05; 15,0. PBBH ayam
kampung super selama 8 minggu mengalami peningkatan. Pertambahan bobot badan
dapat dipengaruhi oleh konsumsi ransum ayam tersebut. Hal ini sesuai dengan
pendapat Kartasudjana dan Surijatna (2006) bahwa kecepatan pertumbuhan dapat
diukur dengan menimbang pertambahan bobot badan secara berulang dalam setiap
hari atau minggu. Kandungan lemak dalam daging akan meningkat seiring dengan
bertambahnya umur. Pertambahan bobot badan tersebut juga dipengaruhi
oleh ekstrak temulawak yang ditambahkan dalam ransumnya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Widodo (2004) bahwa penggunaan temulawak memberikan dampak positif
seperti penambah nafsu makan.
FCR
merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang digunakan untuk menghasilkan
pertambahan bobot badan. Berdasarkan hasil praktikum menunjukkan bahwa FCR /
konversi pakan ayam kampung super yang dipelihara selama 8 minggu yaitu sebesar
0,6; 1,6; 1,3; 1,5; 2,8; 2,3; 2,7; 2,4. Hal ini sesuai dengan
pendapat Fadilah et al. (2007) bahwa feed conversion ration adalah rasio
perbandingan antara jumlah pakan yang digunakan dengan jumlah bobot ayam yang
dihasilkan. Penggunaan pakan akan efektif jika nilai FCR yang dihasilkan lebih
kecil dari nilai FCR standar. Setiap minggunya angka konversi pakan yang tinggi
menunjukkan penggunaan pakan yang kurang efisien, sebaliknya angka yang
mendekati satu berarti makin efisien dengan kata lain semakin kecil angka
konversi pakan berarti semakin efisien. Konversi pakan dipengaruhi oleh bentuk
fisik pakan, kandungan nutrisi yang terkandung dalam pakan, suhu
lingkungan, jenis kelamin, mutu ransum dan tata cara pemberian pakan. Davies
(1982) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konversi pakan
adalah bentuk fisik pakan, bobot badan, kandungan nutrisi dalam pakan, suhu
lingkungan, dan jenis kelamin. Sudarmono (2003) menambahkan bahwa pengaturan tempat pakan dan minum yang
tepat dapat memberikan efisiensi penggunaan pakan maupun minum. Jenis kelamin
juga mempengaruhi konversi ransum, jantan lebih efisien dalam mengubah ransum
menjadi daging dibandingkan betina.
Efisiensi pakan merupakan
pertambahan bobot badan satu kilo dengan mengkonsumsi pakan untuk memenuhi
kebutuhan nutriennya. Berdasarkan hasil praktikum efisiensi ayam kampung super
selam 8 minggu yaitu sebesar 57,53; 67,30; 77,18; 66,49; 35,11; 44,22; 37,69; 42,1. Efisiensi
ransum yang diberikan kepada ayam bisa
dilihat dari angka konversi ransum. Ayam mengkonsumsi ransum untuk memenuhi
kebutuhan hidup, produktivitas dan reproduksi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Kartasudjana dan Suprijatna (2006) bahwa ayam mengkonsumsi ransum untuk
memenuhi kebutuhan energi, sebelum kebutuhan energi terpenuhi ayam
akan terus makan. Jika ayam diberi ransum dengan kandungan energi yang rendah maka
ayam akan lebih banyak makan. Konsumsi ransum ayam kampung super tiap minggunya
mengalami fluktuatif. Hal ini bisa disebabkan karena bentuk ransum yang
diberikan dan keadaan lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Widodo (2004) bahwa faktor yang mempengaruhi
konsumsi ransum yaitu bentuk ransum. Bentuk pellet
lebih banyak dimakan karena unggas umumnya lebih menyukai ransum bentuk butiran, selain itu juga
dipengaruhi oleh temperatur lingkungan, jika temperatur lingkungan meningkat
maka ayam akan lebih banyak minum dan sedikit makan.
Bardasarkan hasil praktikum
dipatkan mortalitas 0%. Itu disebabkan karena tidak ada ayam yang mati. Angka mortalitas
merupakan presentase antara jumlah ternak yang mati dibandingkan dengan
semua jumlah ternak. Mortalitas atau kematian pada unggas dapat disebabkan oleh
berbagai hal, misalnya penyakit, tingkah laku ternak dan lain sebagainya.
Menurut Iskandar et al. (1997)
penyebab utamanya bukan dari perlakuan tingkat protein ransum, tetapi lebih
didominasi oleh tingkah laku yang agresif dari ayam dalam
kelompok yang memicu terjadinya pematukan terhadap beberapa ekor ayam dalam
kelompoknya. Menurut Fadilah et al. (2007) menambahakan
bahwa tingkat mortalitas yang disebabkan oleh penyakit biasanya pullorum disease (penyakit berak
putih) bisa mencapai 100 %. Aziz (2009) menambahkan bahwa penggunaan pemanas
dapat mencegah mortalitas pada ayam akibat risiko cuaca dan iklim.
Angka morbiditas merupakan
prosentase jumlah ternak yang sakit dibandingkan jumlah seluruh ternak. Morbiditas terjadi bisa dikarenakan sanitasi
kandang, pemberian pakan dan kontrol manajemen yang kurang baik,
seingga penyakit mudah berkembang terutama pada bagian litter. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008) bahwa morbiditas
disebabkan karena kuarangnya kontrol manajemen. Pencegahan penyakit melalui control manajemen terutama adalah upaya
pencegahan ternak dari stress yang dapat menurunkan kondisi kesehatan ternak
sehingga mempermudah penyakit menyerang ternak.
3.2.
Kegiatan
Vaksinasi Ayam Kampung Super
Berdasarkan praktikum manajemen ternak unggas ayam kampung
super selama 8 minggu diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 2. Pelaksanaan Program
Vaksinasi
Umur (hari)
|
Vaksin
|
Cara pemberian
|
Respon
|
5
14
25
45
|
ND 1
Gumboro A
ND 2
(ND Lasota)
Gumboro B
|
Tetes
mata
Air
minum
Tetes
mata
Tetes mata
|
Banyak minum dan tenang
Lemas
Badan panas dan banyak minum
Badan panas
|
Sumber: Data
Primer Praktikum Manajemen Ternak Unggas, 2012.
Vaksinasi adalah suatu
kegiatan dengan memasukkan bibit penyakit yang telah dilemahkan untuk
merangsang imunitas ayam. Vaksinasi dilakukan bertujuan untuk mencegah agar
ayam tidak terserang penyakit dan sebagai tindakan antisipasi. Proses vaksinasi
dilakukan melalui tetes mata (ocular)
dan
air minum. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1995) bahwa vaksinasi adalah
suatu cara untuk menimbulkan kekebalan ternak terhadap suatu penyakit tertentu, yaitu dengan
jalan memasukkan virus yang telah dilemahkan kedalam tubuh ternak. Surprijatna et al. (2008) menambahkan bahwa ada
beberapa metode vaksinasi pada ayam yaitu dilakukan dengan spray, dipping, air minum, tetes mata dan hidung serta suntik.
Jenis vaksinasi yang
diberikan yaitu vaksin ND1, gumboro A, ND2, dan gumboro B. Vaksinasi ND1
dilakukan pada saat DOC berumur 4 hari menggunakan metode tetes mata (ocular) dengan dosis 2 tetes/ekor.
Vaksinasi Gumboro A dilakukan pada ayam umur 14 hari dengan metode air minum.
Vaksinasi ND2 diberikan pada umur 25 hari mengunakan metode tetes mata dengan
dosis 2 tetes/ekor. Vaksinasi Gumboro B dilakukan dengan tetes mata. Hal
ini
Sesuai dengan pendapat Lestari (2009) bahwa vaksin yang diberikan kepada ayam
adalah vaksin untuk penyakit tetelo (newcastle desease), yang diberikan
pada saat ayam berumur 4 dan 19 hari, dan vaksin gumboro (IBD) pada saat ayam
berumur 14 hari. Biasanya vaksinasi dilaksanakan pada sore hari untuk
menghindari kerusakan vaksin akibat panas matahari. Rahmadi
(2009) menambahkan bahwa vaksinasi dilakukan pada pagi atau sore hari untuk
melindungi vaksin agar tidak terkena sinar matahari secara langsung, karena
apabila terkena matahari secara langsung maka akan merusak vaksin.
3.3.
Hasil Pengukuran
Suhu dan Kelembaban Lingkungan
Faktor luar
yang ikut mempengaruhi jalannya usaha peternakan. Salah satu faktor eksternal
yang mempengaruhi keberhasilan usaha peternakan adalah faktor cuaca. Selama
praktikum sering terjadi hujan yang menyebabkan kondisi kandang dan litter
lembab karena air hujan masuk ke dalam kandang. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi kondisi kesehatan ayam. Selain itu, kebisingan di luar
kandang juga mempengaruhi kondisi ayam karena suara yang terlalu bising akan
mengakibatkan ayam stress. Faktor
cuaca juga mempengaruhi suhu dan kelembaban baik itu di dalam (microklimat) maupun di luar kandang (macroklimat). Hal ini sesuai dengan pendapat
Rasyaf (1992) yang menyatakan bahwa pengaruh cuaca merupakan faktor luar yang
sangat menentukan dalam produksi peternakan.
Berdasarkan praktikum manajemen ternak
unggas ayam kampung super selama 8 minggu diperoleh hasil bahwa suhu dan kelembaban
pada pukul 05.00, 13.00, dan 21.00 adalah suhu sebesar 27 o C, 32
o C, 29o C dan kelembaban 61%, 38%, 54%. Hal tersebut
sudah sukup sesuai dengan suhu dan kelembaban ayam. Temperatur dan kelembaban
kandang yang sesuai dapat mempengaruhi produktivitas dari ayam ketika pada suhu
nyaman ayam dapat berproduksi tinggi. Biasanya jika kelembaban terlalu kering
dilakukan penyiraman sekitar kandang. Hal ini sesuai dengan pendapat
Kartasudjana dan Suprijatna (2006) bahwa temperatur lingkungan akan berpengaruh
terhadap konsumsi ransum, jika temperatur tinggi ayam akan lebih banyak
minum dan sedikit makan. Memasuki minggu ke 6 kelembaban
yang dibutuhkan sekitar 50%. Suprijatna et
al. (2008) menambahkan bahwa untuk daerah tropis,
kondisi lingkungan yang mempengaruhi yang mempengaruhi ternak yaitu
temperatur dan kelembaban. Temperatur pada siang hari bisa mencapai 29 – 320
C.
3.4. Analisis Usaha Ayam Kampung super (dilengkapi dengan perhitungan
BEP dan PP)
Biaya produksi yang dikeluarkan untuk memulai usaha
dalam pembelian bahan baku dan lain-lain adalah Rp 5.166.500,00. Selama 2 bulan. Biaya tersebut
terbagi atas biaya tetap seperti biaya yang digunakan untuk membeli bahan baku
yaitu perlengkapan perkandangan sedangkan biaya variabel atau tidak tetap seperti
pembelian DOC, obat-obatan, vaksinasi, bekatul, BR 1, temulawak, gamping, dan sekam. Menurut pendapat Fuad (2000) bahwa biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi, yang
diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi
satuan untuk satuan tertentu, selain itu biaya merupakan harga pokok atau
bagiannya yang telah dimanfaatkan atau dikomsumsi untuk memperoleh pendapatan.
Laporan laba rugi adalah laporan keuangan suatu
perusahaan secara sistematis yang berisi penghasilan perusahaan, biaya-biaya
dan segala sesuatu kegiatan ekonomi yang dilakukan perusahaan dalam periode
tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Munawir (2000) yang menyatakan bahwa
laporan laba rugi merupakan suatu laporan yang sistematis mengenai penghasilan,
biaya, rugi laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan selama periode tertentu.
3.5.
Indeks Performans
Ayam Kampung Super
Indeks
performance (IP) yang diperoleh adalah 750,8, nilai ini termasuk baik
karena standar nilai Indeks Performance
yang baik yaitu lebih dari 300. Semakin tinggi nilai IP maka performa ayam
semakin baik disebabkan oleh
rata – rata bobot badan ayam kampung super tersebut merata, ditambah
lagi karena tidak adanya ayam yang mati.
3.6.
Penilaian Keadaan
Ayam Kampung Super Hidup
Berdasarkan praktikum manajemen ternak unggas ayam kampung
super selama 8 minggu diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 3. Hasil Pengamatan
Penilaian Keadaan Ayam Pedaging Hidup
No
|
Faktor
|
Deskripsi
Keadaan Ayam Kampung Super
|
Klasifikasi
|
1.
|
Kondisi
Kesehatan
|
Mata
waspada, aktif
|
Baik
|
2.
|
Bulu
|
Mulus,
rapi, bersih
|
Baik
|
3.
|
Dada
|
Tulang
dada sempurna
|
Baik
|
4.
|
Punggung
|
Lebar,
rata
|
Baik
|
5.
|
Kaki
dan Sayap
|
Tegap,
padat
|
Baik
|
6.
|
Keadaan
Lemak (dada)
|
Tidak
telalu tebal
|
Baik
|
Sumber : Data
Primer Praktikum Manajemen Ternak Unggas, 2012.
Berdasarkan hasil praktikum
dapat diketahui secara umum ayam dalam keadaan sehat dengan dicirikan kondisi
kesehatan, dada, punggung, kaki dan sayap, keadaan bulu, serta lemaknya baik. Hal ini sesuai
dengan pendapat Kartasudjana dan Suprijatna (2006) bahwa ayam yang sehat yaitu
ayam yang memiliki mata yang bersih dan bercahaya, bebas dari cacat tubuh,
bulu bersih dan penuh, anusnya kering.
Menurut Iskandar (2006) bahwa ayam sehat dapat dicirikan dengan dada, punggung,
kaki serta sayap dalam kedaan normal atau tidak cacat, serat lemak baik serta
tidak terlalu menumpuk.
3.7.
Pengamatan Penimbangan Bobot
Organ, Jaringan, dan Bobot Relatifnya Terhadap Bobot Hidup
Berdasarkan hasil
praktikum manajemen ternak unggas mengenai penimbangan bobot organ, jaringan, dan bobot relatifnya
terhadap bobot hidup dapat diketahui bahwa
ayam kampung super yang dipelihara selama 8 minggu dengan penambahan pakan
menggunakan temulawak memiliki nilai
bobot hidup kurang lebih 800 gram. Perbedaan berat bobot hidup ini diakibatkan oleh
pakan (nutrisi), genetik, jenis kelamin,
suhu dan tata laksana. Pakan yang dikonsumsi oleh setiap ternak
berbeda yang diakibatkan oleh adanya persaingan mendapatkan pakan. Ternak yang
berhasil dalam persaingan tersebut maka akan mendapatkan pakan yang lebih
banyak sehingga bobot akhirnya akan lebih besar. Nilai genetik yang baik maka
pertumbuhannya akan baik sehingga bobot akhirnya akan lebih besar. Ayam yang
berkelamin jantan akan mengkonsumsi pakan lebih banyak dibandingkan ayam betina
karena aktivitas jantan lebih banyak dibandingkan betina sehingga bobot
akhirnya lebih besar. Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ayam,
apabila suhu nyaman maka pertumbuhan akan lancar dan bobot akhirnya akan baik.
Manajemen adalah hal yang sangat penting dalam suatu pemeliharaan
ternak, bila manajemennya baik maka hasil akhir
pemeliharaan akan baik pula. Hal ini sesuai dengan pendapat Boa-Amponsem
et al. (1991) bahwa faktor yang mempengaruhi perbedaan bobot hidup ayam
diantaranya adalah genetik, jenis kelamin, kualitas ransum, lama pemeliharaan
dan manajemen. Soeparno (2005) menambahkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi bobot
hidup ayam yaitu konsumsi ransum, kualitas ransum, jenis kelamin, lama
pemeliharaan dan aktivitas. Faktor genetik dan lingkungan juga mempengaruhi laju pertumbuhan komposisi tubuh
yang meliputi distribusi bobot, komposisi kimia dan komponen karkas.
Karkas adalah bagian badan
ayam yang telah disembelih, tanpa bulu, tanpa jeroan dan lemak abdominalnya, serta tanpa kaki, leher dan
kedua kakinya. Berat karkas yang diperoleh berkisar antara 437 gram. Berat
karkas tersebut sudah baik karena persentase karkar tersebut > 50% dengan
bobot hidup 800 gram. Nilai bobot karkas tergantung dari nilai bobot hidup, apabila bobot
hidup tinggi maka bobot karkas juga akan tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Boa-Amponsem et al. (1991) bahwa karkas ayam adalah bagian tubuh ayam
hidup setelah dikurangi bulu,
dikeluarkan jeroan dan lemak abdominalnya,
dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya (ceker). Soeparno (2005)
menambahkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi persentase bobot karkas ayam adalah bobot
hidup. Persentase karkas yaitu jumlah
perbandingan bobot karkas dan bobot
badan akhir dikalikan 100%. Faktor-faktor yang mempengaruhi persentase karkas
antara lain bobot badan akhir, kegemukan dan deposisi daging.
Hati merupakan kelenjar
terbesar dalam tubuh, terdapat di rongga perut sebelah kanan atas, berwarna
kecoklatan. Berat hati yang diperoleh berkisar antara 20 gram. Hal ini
sesuai dengan pendapat Akoso (1998) bahwa hati ayam terdiri atas dua
lobi (gelambir) yaitu kanan dan kiri, berwarna coklat tua, dan terletak
diantara usus dan aliran darah. Soeparno (2005) menambahkan bahwa persentase hati ayam dipengaruhi oleh berat
bobot hidup ayam tersebut.
Jantung merupakan organ yang
memiliki peran penting terhadap peredaraan darah. Bobot jantung yang diperoleh
berkisar antara 5 gram. Berbedanya berat jantung dapat dipengaruhi oleh umur
ternak pada saat disembelih, bertambah umur ayam maka
akan menyebabkan bobot relatif jantung semakin kecil. Hal ini sesuai dengan
pendapat Boa-Amponsem et al. (1991) bahwa bobot relatif jantung terhadap
bobot potong dipengaruhi oleh umur, genotif serta pola pemberian pakan, semakin
bertambah umur maka akan menyebabkan bobot relatif jantung semakin kecil. Akoso
(1998) menambahkan bahwa jantung adalah organ otot yang memegang peranan
penting didalam peredaran darah dan secara otomatis organ ini terbagi menjadi
dua bilik yaitu bilik kanan dan bilik kiri.
Ventrikulus merupakan tempat
penyimpanan pakan yang didalamnya terjadi proses pencernaan secara mekanik.
Berat ventrikulus dipengaruhi oleh banyaknya batu-batu kecil dan pesir yang
akan membantu melumatkan biji-biji yang masih utuh. Hal ini sesuai dengan pendapat
Rasyaf (1995) bahwa ventrikulus berfungsi untuk penyimpanan makanan dan
terdapat aktivitas jasad renik yang penting di dalamnya serta menghasilkan
asam-asam organik. Suprijatna et al. (2008) menegaskan bahwa salah satu
penyebab berbedanya berat ventrikulus adalah banyaknya batu-batu kecil dan
pesir yang akan membantu melumatkan biji-biji yang masih utuh.
3.8.
Penilaian Karkas
Berdasarkan hasil praktikum
mengenai Grading Karkas dapat
diketahui bahwa grade pada karkas terdiri dari
tiga yaitu grad A, B dan C. Grade A dicirikan dengan tulang dada,
punggung, paha dan sayap normal, jumlah daging lebih banyak dari lemak, tidak
ada kulit yang sobek atau memar, serta tidak ada tulang yang lepas atau patah. Grade B dicirikan dengan adanya kulit atau daging yang sobek, tulang bengkok atau agak bengkok, lemak
abdominal yang berlebih, ada sedikit
kecacatan serta keadaan kaki dan sayap yang tidak normal. Sedangkan Grade C memiliki banyak kecacatan, dada kurang baik perkembangannya, sempit
dan tipis, kaki, sayap dan tulang tidak normal. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hadiwiyoto (1992) bahwa faktor yang digunakan untuk penilaian Grade A karkas ayam adalah kesehatan dan kekuatan, aktif, mata cerah, tampak
sehat, lincah, kondisis bulu menutupi seluruh tubuh dengan bagus dan tampak
mengkilat atau bercahaya, ramping teratur pada bulu yang baru tumbuh, tulang
dada, punggung, kaki dan sayap normal, perdagingan bagus, dada lebar dan
panjang. Grade B bulu menutupi tubuh agak
baik, tulang dada, punggung, kaki dan sayap agak bengkok, perdagingan agak
bagus, Sedikit penampakan lemak pada dada dan kaki yang melindungi penampilan
permukaan daging ayam betina mempunyai lemak abdominal yang berlebih, serta
keadaan cacat yang sedang. Sedangkan Grade C bulu yang tidak lengkap, tulang dada, punggung,
sayap dan kaki tidak normal, dada kurang baik perkembangannya, sempit dan tipis, Punggung dan paha gending
kurang diselimuti lemak, sedikit lemak
disekitar tempat akar bulu, serta mengalami kecacatan yang banyak. Serta
diperkuat oleh pendapat Abu bakar dan Wahyudi (1994)
bahwa faktor yang menentukan nilai karkas meliputi bobot karkas, jumlah daging
yang dihasilkan dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan. Nilai karkas
dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, umur dan jumlah lemak intramuskuler
dalam otot. Faktor nilai karkas dapat diukur secara objektif seperti bobot
karkas dan daging, dan secara subjektif misalnya pengujian organoleptik atau
panel.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Proses pemeliharaan ayam
kampung super ini dimulai dari DOC, persiapan yang dilakukan mulai dari
persiapan bibit, persiapan kandang, peralatan, pakan dan minum. Program
manajemen pakan dan minum dilakukan secara bertahap. Program vaksinasi
dilakukan juga secara bertahap, dimana vaksin yang digunakan berbeda setiap
kali melakukan vaksinasi. Terakhir adalah melakukan processing. Manajemen pemeliharaan seperti pakan dan lain
sebagainya jika dilakukan dengan baik maka akan berdampak positif pada hasil
akhir saat panen.
4.2. Saran
Sebaiknya ketika praktikum berlangsung, ada kerjasama yang baik dalam satu
kelompok, karena team work itu sangat
berperan penting dalam keberhasilan pemeliharaan ternak. Praktikan juga harus
selalu menjaga ketenangan lingkungan sekitar kandang supaya ternak merasa
nyaman dengan lingkungannya sehingga ternak bisa tumbuh dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Akoso, B. T. 1998. Kesehatan Unggas. Kanisius, Yogyakarta.
Aziz, F.A. 2009. Analisis Resiko
Dalam Usaha Ternak Ayam Broiler. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Bogor
(Skripsi).
Boa-Amponsem, K., E.
A. Dunnington and P. B Siegal. 1991. Genotype, Feeding Regimen and Diet
Interaction in Meat Chicken. I. Growth, Organ Size and Feed Utilization.
Poultry Sci. 70 : 680-688.
Davies. 1982. Growth and Energy In
Nutrition and Growth Manual. The Australian University Internasional
Development Program. Australia.
Fadilah, R. Agustin P, Sjamsirul
A. dan Eko P. 2007. Sukses Beternak Ayam Broiler. PT. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
Hadiwiyoto, S., 1992. Kimia dan Teknologi Daging Unggas. Buku Monograf. PAU.
Iskandar, S., H. Resnawati dan D.
Zainudin. 1997. Karkas dan Potongan Bagian Karkas Ayam F 1 Silangan Pelung –
Kampung Yang Diberi Ransum Berbeda Protein. JITV, vol. 4 (1) : 28-34.
Iskandar, S. 2006. Pertumbuhan Ayam-Ayam
Lokal sampai dengan Umur 12 Minggu pada Pemeliharaan Intensif. Balai Penelitian
Ternak. Bogor.
Kartasudjana dan Suprijatna. 2006. Manajemen
Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Lestari, M. 2009. Analisis
Pendapatan dan Tingkat kepuasan Peternak Plasma Terhadap Pelaksanaan Kemitraan
Ayam Broiler. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Rahmadi, F.I. 2009. Manajemen
Pemeliharaan Ayam Petelur di Peternakan Dony Farm Kabupaten Magelang. Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta (Tugas Akhir).
Rasyaf, M. 1995. Manajemen
Peternakan Ayam Broiler. Cetakan ke 5. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soeparno, 2005. Ilmu dan
Teknologi Daging, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sudarmono. 2003. Pembibitan
Ayam Ras. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suprijatna, E., U.
Atmomarsono, R. Kartasudjana. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Rasyaf, M. 1997. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soeparno. 1992. Ilmu dan Tehnologi
Daging. Gadjah Mada Unversity Press. Yogyakarta.
Widodo, W. 2004.
Nutrisi dan Pakan Unggas Konstektual. Penebar Swadaya. Jakarta.
No comments:
Post a Comment