Wednesday, 11 July 2012

laporan mtu oleh sandi suroyoco sinambela

BAB I
PENDAHULUAN
Usaha beternak unggas perlu memperhatikan pakan, breeding, manajemen dan lingkungan. Keempat hal tersebut diperlukan dalam peningkatan produksi dan kesemuanya itu saling berinteraksi antar satu dengan lainnya. Dalam hal ini pakan misalnya, ternak memerlukan pakan yang dapat memenuhi kebutuhannya, kandungan bahan pakannya haruslah sesuai dengan kebutuhan, ketersediaan pakan memadai dan perlu memperhatikan batasan-batasan dalam pemeberian pakan. Untuk menentukan ransum yang memenuhi kebutuhan ternak, efisien dan harganya murah diperlukan proses penyusunan ransum.
Untuk beternak unggas dibutuhkan perlakuan yang khusus karena unggas rentan terhadap penyakit (daya kekebalan tubuh rendah). Dalam beternak unggas harus diwaspadai penyakit-penyakit yang menular. Ternak terkena penyakit ini harus segera dipisahkan dari yang lain dan kandangnya dibersihkan, untuk menghindari penularan terhadap ternak unggas lain. Untuk menghindari suatu penyakit diperlukan suatu upaya pencegahan, salah satunya dengan merangsang pembentukan kekebalan tubuh terhadap penyakit menggunakan agen penyakit yang dilemahkan, cara ini disebut vaksinasi. Pemberian vaksin perlu memperhatikan jenis penyakit, umur ternak, jenis unggas, perawatan vaksin dan kondisi unggas.
Untuk dapat dijual dipasaran diperlukan suatu pengolahan produk terlebih dahulu yang sering disebut dengan prosesing. Prosesing juga bertujuan untuk menghindari hal-hal yang akan mengurangi nilai produk unggas, seperti terjadinya rigormotis (kekakuan pada daging).
Praktikum Manajemen Ternak Unggas bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari metode-metode dalam penyusunan ransum, penyakit-penyakit pada ayam dan tanda-tandanya, pelaksanaan vaksinasi beserta macamnya dan pelaksaan prosessing pada unggas. Manfaat dari praktikum ini agar mahasiswa dapat lebih jelas mengenai pemeliharaan ayam kampung super, memahami penyakit-penyakit yang dapat menyerang ternak unggas dan cara pencegahannya, mengetahui bagaimana proses pemyembelihan ayam kampung super sampai pengemasan dan mengetahui potongan-potongan karkas yang baik.

















BAB II


MATERI DAN METODE


Praktikum Manajemen Ternak Unggas dengan materi Pemeliharaan Ayam  Kampung Super dilaksanakan pada tanggal 5 April - 6 Juni 2012, processing dilaksanakan pada hari Selasa, 1 Juni 2012. Semua kegiatan dilaksanakan di Kandang Ternak Unggas Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang.

2.1.      Materi

2.1.1.   Pemeliharaan Ayam Kampung Super

Materi yang digunakan dalam praktikum pemeliharaan ayam kampung super adalah ayam kampung super, kandang digunakan sebagai tempat ayam, tirai digunakan untuk melindungi ayam dari cekaman dan stres akibat perubahan suhu lingkungan sekitar, peralatan kandang, brooder untuk menjaga kehangatan ayam dan chick guard untuk melindungi ayam agar tidak banyak aktivitas, timbangan untuk menimbang pakan dan bobot ayam, higrometer untuk mengukur kelembaban, buku pencatatan atau formulir recording performans, morbiditas, mortalitas dan data pendukung maupun manajemen lain yang diterapkan.




2.1.2. Vaksinasi

          Materi yang digunakan pada praktikum vaksinasi ayam kampung super adalah vaksin ND1, gumboro A dan B, ND Lasota, susu skim dan tempat air minum.

2.1.3. Penyiapan dan Evaluasi Karkas Ternak Unggas (Prosesing)

 Materi yang digunakan dalam praktikum evaluasi karkas ayam kampung super adalah ayam kampung super, air panas, alas plastik sebagai tempat ayam pada saat pembuluan, pisau digunakan untuk menyembelih ayam, kompor dan panci untuk memanaskan air panas, pastopwatch digunakan untuk menghitung lama pengeluaran darah, timbangan digunakan untuk menimbang bobot ayam, plastik digunakan untuk membungkus karkas.

2.2.    Metode

2.2.1. Pemeliharaan Ayam Kampung Super

          Pemeliharaan dilakukan dengan menggunakan ayam kampung super atau dengan nama dagang MB 202 produksi PT. Multibreeder Adirama sebanyak 240 ekor dengan bobot DOC rata-rata 35,9 gram. Pemeliharaan dibagi atas 5 perlakuan, yang membedakan adalah kepadatan dan ransum yang diberikan. Perlakuan 3 atau T3 dengan jumlah 45 ekor DOC dalam flok ukuran 1,5 m x 2 m dan dengan ransum  komersial BR1 dengan penambahan temulawak sebesar 3%. Metode pemeliharaan ayam kampung super adalah ayam kampung super dipelihara selama 2 bulan dengan frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari yaitu pukul 09.00 WIB, 15.00 WIB, dan 20.00 WIB. Air minum disediakan secara ad libitum. Pencahayaan dilakukan pukul 18.00 - 20.00 WIB menyala, kemudian jam 20.00 - 21.00 WIB lampu dimatikan, dan setelah itu dinyalakan kembali sampai pukul 09.00 WIB. Pembukaan tirai dari jam 06.30 - 17.00 WIB kecuali ketika hari hujan dan berangin kencang.
 

2.2.2. Vaksinasi

          Manajemen vaksinasi dilakukan pada DOC umur 4 hari dengan vaksin ND1 dengan metode tetes mata, kemudian umur 14 hari dengan vaksin gumboro A dengan metode air minum, dan umur 25 hari dengan vaksin ND 2 Lasota dengan metode tetes mata, serta pada umur ke 45 hari dilakukan vaksinasi gumboro B dengan metode tetes mata. Sebelum digunakan, menyimpan vaksin didalam lemari pendingin untuk dibekukan. Membakar bungkus dan sisa vaksin setelah vaksin selesai digunakan untuk mematikan virus - virus dari vaksin tersebut. Pembuangan vaksin dilakukan jauh dari kandang agar kandang tidak terkontaminasi virus - virus vaksin.

2.2.3. Penyiapan dan Evaluasi KarkasTernak Unggas (Prosesing)

          Metode yang digunakan dalam praktikum evaluasi karkas ayam kampung super yaitu menimbang bobot ayam sebelum disembelih kemudian menyembelih dengan menggunakan pisau yang tajam, mencatat waktu pengeluaran darah kemudian menimbang bobot darah dan bobot mati. Melakukan pencelupan dan kemudian melakukan pembuluan dengan mencabuti bulunya sampai bersih. Memotong cakar dan kelenjar minyak pada pangkal ekor. Membuka kulit leher dan daerah antara kloaka dan tulang dada kemudian mengeluarkan organ dalam. Membentuk karkas dengan memotong bagian leher dan cakar. Mencuci karkas maupun non karkas. Membungkus karkas dengan menggunakan steroform dan plastik.
 
























BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.      Hasil Evaluasi Performans Ayam Kampung Super
Berdasarkan praktikum manajemen ternak unggas ayam kampung super selama 8 minggu diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Evaluasi Pemeliharaan Ayam Kampung Super
Minggu
Ke-
BB
Awal
(g)
BB
Akhir
(g)
PBBH
(g)
FCR
Efisiensi
(%)
Mortalitas
(%)
Morbiditas
(%)
1
35,9
79,3
6
0,6
57,53
0
0
2
79,2
152,2
10
1,6
61,55
0
0
3
152,2
231,1
11,3
1,30
77,18
0
0
4
231,1
357
17,9
1,50
66,81
0
0
5
357
473,3
16,61
2,8
35,11
0
0
6
473,3
631
22,6
2,3
44,23
0
0
7
631
751,1
17,05
2,7
37,69
0
0
8
751,1
856
15,0
2,4
42,1
0
82,2
Jumlah
2710,8
3531
116,46
15,2
422,2

82,2
Sumber : Data Primer Praktikum Manajemen Ternak Unggas, 2012.


Berdasarkan praktikum diperoleh penambahan bobot badan harian (PBBH) ayam kampung super selama 8 minggu secara berturut-turut yaitu 6; 10; 11,3; 17,9; 16,61; 22,6; 17,05; 15,0. PBBH ayam kampung super selama 8 minggu mengalami peningkatan. Pertambahan bobot badan dapat dipengaruhi oleh konsumsi ransum ayam tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasudjana dan Surijatna (2006) bahwa kecepatan pertumbuhan dapat diukur dengan menimbang pertambahan bobot badan secara berulang dalam setiap hari atau minggu. Kandungan lemak dalam daging akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Pertambahan bobot badan tersebut juga dipengaruhi oleh ekstrak temulawak yang ditambahkan dalam ransumnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Widodo (2004) bahwa penggunaan temulawak memberikan dampak positif seperti penambah nafsu makan.
FCR merupakan perbandingan antara jumlah pakan yang digunakan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan. Berdasarkan hasil praktikum menunjukkan bahwa FCR / konversi pakan ayam kampung super yang dipelihara selama 8 minggu yaitu sebesar 0,6; 1,6; 1,3; 1,5; 2,8; 2,3; 2,7; 2,4. Hal ini sesuai dengan pendapat Fadilah et al. (2007) bahwa feed conversion ration adalah rasio perbandingan antara jumlah pakan yang digunakan dengan jumlah bobot ayam yang dihasilkan. Penggunaan pakan akan efektif jika nilai FCR yang dihasilkan lebih kecil dari nilai FCR standar. Setiap minggunya angka konversi pakan yang tinggi menunjukkan penggunaan pakan yang kurang efisien, sebaliknya angka yang mendekati satu berarti makin efisien dengan kata lain semakin kecil angka konversi pakan berarti semakin efisien. Konversi pakan dipengaruhi oleh bentuk fisik pakan, kandungan nutrisi yang terkandung dalam pakan, suhu lingkungan, jenis kelamin, mutu ransum dan tata cara pemberian pakan. Davies (1982) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi konversi pakan adalah bentuk fisik pakan, bobot badan, kandungan nutrisi dalam pakan, suhu lingkungan, dan jenis kelamin. Sudarmono (2003) menambahkan  bahwa pengaturan tempat pakan dan minum yang tepat dapat memberikan efisiensi penggunaan pakan maupun minum. Jenis kelamin juga mempengaruhi konversi ransum, jantan lebih efisien dalam mengubah ransum menjadi daging dibandingkan betina.
Efisiensi pakan merupakan pertambahan bobot badan satu kilo dengan mengkonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhan nutriennya. Berdasarkan hasil praktikum efisiensi ayam kampung super selam 8 minggu yaitu sebesar 57,53; 67,30; 77,18; 66,49; 35,11; 44,22; 37,69; 42,1. Efisiensi ransum  yang diberikan kepada ayam bisa dilihat dari angka konversi ransum. Ayam mengkonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan hidup, produktivitas dan reproduksi. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasudjana dan Suprijatna (2006) bahwa ayam mengkonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan energi, sebelum kebutuhan energi terpenuhi ayam akan terus makan. Jika ayam diberi ransum dengan kandungan energi yang rendah maka ayam akan lebih banyak makan. Konsumsi ransum ayam kampung super tiap minggunya mengalami fluktuatif. Hal ini bisa disebabkan karena bentuk ransum yang diberikan dan keadaan lingkungan. Hal ini  sesuai dengan pendapat Widodo (2004) bahwa faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum yaitu bentuk ransum. Bentuk pellet lebih banyak dimakan karena unggas umumnya lebih menyukai ransum bentuk butiran, selain itu juga dipengaruhi oleh temperatur lingkungan, jika temperatur lingkungan meningkat maka ayam akan lebih banyak minum dan sedikit makan.
Bardasarkan hasil praktikum dipatkan mortalitas 0%. Itu disebabkan karena tidak ada ayam yang mati. Angka mortalitas merupakan presentase antara jumlah ternak yang mati dibandingkan dengan semua jumlah ternak. Mortalitas atau kematian pada unggas dapat disebabkan oleh berbagai hal, misalnya penyakit, tingkah laku ternak dan lain sebagainya. Menurut Iskandar et al. (1997) penyebab utamanya bukan dari perlakuan tingkat protein ransum, tetapi lebih didominasi oleh tingkah laku yang agresif dari ayam dalam kelompok yang memicu terjadinya pematukan terhadap beberapa ekor ayam dalam kelompoknya. Menurut Fadilah et al. (2007) menambahakan bahwa tingkat mortalitas yang disebabkan oleh penyakit biasanya pullorum disease (penyakit berak putih) bisa mencapai 100 %. Aziz (2009) menambahkan bahwa penggunaan pemanas dapat mencegah mortalitas pada ayam akibat risiko cuaca dan iklim.
Angka morbiditas merupakan prosentase jumlah ternak yang sakit dibandingkan jumlah seluruh ternak.  Morbiditas terjadi bisa dikarenakan sanitasi kandang, pemberian pakan dan kontrol manajemen yang kurang baik, seingga penyakit mudah berkembang terutama pada bagian litter. Hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna et al. (2008) bahwa morbiditas disebabkan karena kuarangnya kontrol manajemen. Pencegahan penyakit melalui control manajemen terutama adalah upaya pencegahan ternak dari stress yang dapat menurunkan kondisi kesehatan ternak sehingga mempermudah penyakit menyerang ternak.

3.2.            Kegiatan Vaksinasi Ayam Kampung Super

Berdasarkan praktikum manajemen ternak unggas ayam kampung super selama 8 minggu diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 2. Pelaksanaan Program Vaksinasi
Umur (hari)
Vaksin
Cara pemberian
Respon
5
14
25

45
ND 1
Gumboro A
ND 2
(ND Lasota)
Gumboro B
Tetes mata
Air minum
Tetes mata

Tetes mata
Banyak minum dan tenang
Lemas
Badan panas dan banyak minum
Badan panas
Sumber: Data Primer Praktikum Manajemen Ternak Unggas, 2012.
Vaksinasi adalah suatu kegiatan dengan memasukkan bibit penyakit yang telah dilemahkan untuk merangsang imunitas ayam. Vaksinasi dilakukan bertujuan untuk mencegah agar ayam tidak terserang penyakit dan sebagai tindakan antisipasi. Proses vaksinasi dilakukan melalui tetes mata (ocular) dan air minum. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1995) bahwa vaksinasi adalah suatu cara untuk menimbulkan kekebalan ternak terhadap suatu penyakit tertentu, yaitu dengan jalan memasukkan virus yang telah dilemahkan kedalam tubuh ternak. Surprijatna et al. (2008) menambahkan bahwa ada beberapa metode vaksinasi pada ayam yaitu dilakukan dengan spray, dipping, air minum, tetes mata dan hidung serta suntik.
Jenis vaksinasi yang diberikan yaitu vaksin ND1, gumboro A, ND2, dan gumboro B. Vaksinasi ND1 dilakukan pada saat DOC berumur 4 hari menggunakan metode tetes mata (ocular) dengan dosis 2 tetes/ekor. Vaksinasi Gumboro A dilakukan pada ayam umur 14 hari dengan metode air minum. Vaksinasi ND2 diberikan pada umur 25 hari mengunakan metode tetes mata dengan dosis 2 tetes/ekor. Vaksinasi Gumboro B dilakukan  dengan tetes mata. Hal ini Sesuai dengan pendapat Lestari (2009) bahwa vaksin yang diberikan kepada ayam adalah vaksin untuk penyakit tetelo (newcastle desease), yang diberikan pada saat ayam berumur 4 dan 19 hari, dan vaksin gumboro (IBD) pada saat ayam berumur 14 hari. Biasanya vaksinasi dilaksanakan pada sore hari untuk menghindari kerusakan vaksin akibat panas matahari. Rahmadi (2009) menambahkan bahwa vaksinasi dilakukan pada pagi atau sore hari untuk melindungi vaksin agar tidak terkena sinar matahari secara langsung, karena apabila terkena matahari secara langsung maka akan merusak vaksin.
 

3.3.            Hasil Pengukuran Suhu dan Kelembaban Lingkungan

Faktor luar yang ikut mempengaruhi jalannya usaha peternakan. Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan usaha peternakan adalah faktor cuaca. Selama praktikum sering terjadi hujan yang menyebabkan kondisi kandang dan litter lembab karena air hujan masuk ke dalam kandang. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi kondisi kesehatan ayam. Selain itu, kebisingan di luar kandang juga mempengaruhi kondisi ayam karena suara yang terlalu bising akan mengakibatkan ayam stress. Faktor cuaca juga mempengaruhi suhu dan kelembaban baik itu di dalam (microklimat) maupun di luar kandang (macroklimat). Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1992) yang menyatakan bahwa pengaruh cuaca merupakan faktor luar yang sangat menentukan dalam produksi peternakan.
Berdasarkan praktikum manajemen ternak unggas ayam kampung super selama 8 minggu diperoleh hasil bahwa suhu dan kelembaban pada pukul 05.00, 13.00, dan 21.00 adalah suhu sebesar 27 o C, 32 o C, 29o C dan kelembaban 61%, 38%, 54%. Hal tersebut sudah sukup sesuai dengan suhu dan kelembaban ayam. Temperatur dan kelembaban kandang yang sesuai dapat mempengaruhi produktivitas dari ayam ketika pada suhu nyaman ayam dapat berproduksi tinggi. Biasanya jika kelembaban terlalu kering dilakukan penyiraman sekitar kandang. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasudjana dan Suprijatna (2006) bahwa temperatur lingkungan akan berpengaruh terhadap konsumsi ransum, jika temperatur tinggi ayam akan lebih banyak minum dan sedikit makan. Memasuki minggu ke 6 kelembaban yang dibutuhkan sekitar 50%. Suprijatna et al. (2008) menambahkan bahwa untuk daerah tropis, kondisi lingkungan yang mempengaruhi yang mempengaruhi ternak yaitu temperatur dan kelembaban. Temperatur pada siang hari bisa mencapai 29 – 320 C.
 

3.4.     Analisis Usaha Ayam Kampung super (dilengkapi dengan perhitungan  
BEP dan PP)

Biaya produksi yang dikeluarkan untuk memulai usaha dalam pembelian bahan baku dan lain-lain adalah Rp 5.166.500,00. Selama 2 bulan. Biaya tersebut terbagi atas biaya tetap seperti biaya yang digunakan untuk membeli bahan baku yaitu perlengkapan perkandangan sedangkan biaya variabel atau tidak tetap seperti pembelian DOC, obat-obatan, vaksinasi, bekatul, BR 1, temulawak, gamping, dan sekam. Menurut pendapat Fuad (2000) bahwa biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi satuan untuk satuan tertentu, selain itu biaya merupakan harga pokok atau bagiannya yang telah dimanfaatkan atau dikomsumsi untuk memperoleh pendapatan.         
Laporan laba rugi adalah laporan keuangan suatu perusahaan secara sistematis yang berisi penghasilan perusahaan, biaya-biaya dan segala sesuatu kegiatan ekonomi yang dilakukan perusahaan dalam periode tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Munawir (2000) yang menyatakan bahwa laporan laba rugi merupakan suatu laporan yang sistematis mengenai penghasilan, biaya, rugi laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan selama periode tertentu.
 

3.5.            Indeks Performans Ayam Kampung Super

Indeks performance (IP) yang diperoleh adalah 750,8, nilai ini termasuk baik karena standar nilai Indeks Performance yang baik yaitu lebih dari 300. Semakin tinggi nilai IP maka performa ayam semakin baik disebabkan oleh       rata – rata bobot badan ayam kampung super tersebut merata, ditambah lagi karena tidak adanya ayam yang mati.

3.6.            Penilaian Keadaan Ayam Kampung Super Hidup

Berdasarkan praktikum manajemen ternak unggas ayam kampung super selama 8 minggu diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 3. Hasil Pengamatan Penilaian Keadaan Ayam Pedaging Hidup
No
Faktor
Deskripsi Keadaan Ayam Kampung Super
Klasifikasi
1.
Kondisi Kesehatan
Mata waspada, aktif
Baik
2.
Bulu
Mulus, rapi, bersih
Baik
3.
Dada
Tulang dada sempurna
Baik
4.
Punggung
Lebar, rata
Baik
5.
Kaki dan Sayap
Tegap, padat
Baik
6.
Keadaan Lemak (dada)
Tidak telalu tebal
Baik
Sumber : Data Primer Praktikum Manajemen Ternak Unggas, 2012.
Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui secara umum ayam dalam keadaan sehat dengan dicirikan kondisi kesehatan, dada, punggung, kaki dan sayap, keadaan bulu, serta lemaknya baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartasudjana dan Suprijatna (2006) bahwa ayam yang sehat yaitu ayam yang memiliki mata yang bersih dan bercahaya, bebas dari cacat tubuh, bulu  bersih dan penuh, anusnya kering. Menurut Iskandar (2006) bahwa ayam sehat dapat dicirikan dengan dada, punggung, kaki serta sayap dalam kedaan normal atau tidak cacat, serat lemak baik serta tidak terlalu menumpuk.
 

3.7.            Pengamatan Penimbangan Bobot Organ, Jaringan, dan Bobot Relatifnya Terhadap Bobot Hidup

Berdasarkan hasil praktikum manajemen ternak unggas mengenai penimbangan bobot organ, jaringan, dan bobot relatifnya terhadap bobot hidup dapat diketahui bahwa ayam kampung super yang dipelihara selama 8 minggu dengan penambahan pakan menggunakan temulawak memiliki  nilai bobot hidup kurang lebih 800 gram. Perbedaan berat bobot hidup ini diakibatkan oleh pakan (nutrisi), genetik, jenis kelamin,  suhu  dan tata laksana.  Pakan yang dikonsumsi oleh setiap ternak berbeda yang diakibatkan oleh adanya persaingan mendapatkan pakan. Ternak yang berhasil dalam persaingan tersebut maka akan mendapatkan pakan yang lebih banyak sehingga bobot akhirnya akan lebih besar. Nilai genetik yang baik maka pertumbuhannya akan baik sehingga bobot akhirnya akan lebih besar. Ayam yang berkelamin jantan akan mengkonsumsi pakan lebih banyak dibandingkan ayam betina karena aktivitas jantan lebih banyak dibandingkan betina sehingga bobot akhirnya lebih besar. Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ayam, apabila suhu nyaman maka pertumbuhan akan lancar dan bobot akhirnya akan baik. Manajemen adalah hal yang sangat penting dalam suatu pemeliharaan ternak, bila manajemennya baik maka hasil akhir pemeliharaan akan baik pula. Hal ini sesuai dengan pendapat Boa-Amponsem et al. (1991) bahwa faktor yang mempengaruhi perbedaan bobot hidup ayam diantaranya adalah genetik, jenis kelamin, kualitas ransum, lama pemeliharaan dan manajemen. Soeparno (2005) menambahkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bobot  hidup ayam yaitu konsumsi ransum, kualitas ransum, jenis kelamin, lama pemeliharaan dan aktivitas. Faktor genetik dan lingkungan juga  mempengaruhi laju pertumbuhan komposisi tubuh yang meliputi distribusi bobot, komposisi kimia dan komponen karkas.
Karkas adalah bagian badan ayam yang telah disembelih, tanpa bulu, tanpa jeroan dan lemak abdominalnya, serta tanpa kaki, leher dan kedua kakinya. Berat karkas yang diperoleh berkisar antara 437 gram. Berat karkas tersebut sudah baik karena persentase karkar tersebut > 50% dengan bobot hidup 800 gram. Nilai bobot karkas tergantung dari nilai bobot hidup, apabila bobot hidup tinggi maka bobot karkas juga akan tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Boa-Amponsem et al. (1991) bahwa karkas ayam adalah bagian tubuh ayam hidup setelah dikurangi  bulu, dikeluarkan jeroan dan lemak abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya (ceker). Soeparno (2005) menambahkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi  persentase bobot karkas ayam adalah bobot hidup.  Persentase karkas yaitu jumlah perbandingan bobot karkas dan  bobot badan akhir dikalikan 100%. Faktor-faktor yang mempengaruhi persentase karkas antara lain bobot badan akhir, kegemukan dan deposisi daging.
Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, terdapat di rongga perut sebelah kanan atas, berwarna kecoklatan. Berat hati yang diperoleh berkisar antara 20 gram. Hal ini sesuai dengan pendapat Akoso (1998) bahwa hati ayam terdiri atas dua lobi (gelambir) yaitu kanan dan kiri, berwarna coklat tua, dan terletak diantara usus dan aliran darah. Soeparno (2005) menambahkan bahwa  persentase hati ayam dipengaruhi oleh berat bobot hidup ayam tersebut.
Jantung merupakan organ yang memiliki peran penting terhadap peredaraan darah. Bobot jantung yang diperoleh berkisar antara 5 gram. Berbedanya berat jantung dapat dipengaruhi oleh umur ternak pada saat disembelih, bertambah umur ayam maka akan menyebabkan bobot relatif jantung semakin kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Boa-Amponsem et al. (1991) bahwa bobot relatif jantung terhadap bobot potong dipengaruhi oleh umur, genotif serta pola pemberian pakan, semakin bertambah umur maka akan menyebabkan bobot relatif jantung semakin kecil. Akoso (1998) menambahkan bahwa jantung adalah organ otot yang memegang peranan penting didalam peredaran darah dan secara otomatis organ ini terbagi menjadi dua bilik yaitu bilik kanan dan bilik kiri.
Ventrikulus merupakan tempat penyimpanan pakan yang didalamnya terjadi proses pencernaan secara mekanik. Berat ventrikulus dipengaruhi oleh banyaknya batu-batu kecil dan pesir yang akan membantu melumatkan biji-biji yang masih utuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Rasyaf (1995) bahwa ventrikulus berfungsi untuk penyimpanan makanan dan terdapat aktivitas jasad renik yang penting di dalamnya serta menghasilkan asam-asam organik. Suprijatna et al. (2008) menegaskan bahwa salah satu penyebab berbedanya berat ventrikulus adalah banyaknya batu-batu kecil dan pesir yang akan membantu melumatkan biji-biji yang masih utuh.


3.8.            Penilaian Karkas
Berdasarkan hasil praktikum mengenai Grading Karkas dapat diketahui bahwa grade pada karkas terdiri dari tiga yaitu grad A, B dan C. Grade A dicirikan dengan tulang dada, punggung, paha dan sayap normal, jumlah daging lebih banyak dari lemak, tidak ada kulit yang sobek atau memar, serta tidak ada tulang yang lepas atau patah. Grade B dicirikan dengan adanya kulit atau daging yang sobek, tulang  bengkok atau agak bengkok, lemak abdominal  yang berlebih, ada sedikit kecacatan serta keadaan kaki dan sayap yang tidak normal. Sedangkan Grade C memiliki banyak kecacatan, dada kurang baik perkembangannya, sempit dan tipis, kaki, sayap dan tulang tidak normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Hadiwiyoto (1992) bahwa faktor yang digunakan untuk penilaian Grade A karkas ayam adalah kesehatan dan kekuatan, aktif, mata cerah, tampak sehat, lincah, kondisis bulu menutupi seluruh tubuh dengan bagus dan tampak mengkilat atau bercahaya, ramping teratur pada bulu yang baru tumbuh, tulang dada, punggung, kaki dan sayap normal, perdagingan bagus, dada lebar dan panjang. Grade B bulu menutupi tubuh agak baik, tulang dada, punggung, kaki dan sayap agak bengkok, perdagingan agak bagus, Sedikit penampakan lemak pada dada dan kaki yang melindungi penampilan permukaan daging ayam betina mempunyai lemak abdominal yang berlebih, serta keadaan cacat yang sedang. Sedangkan Grade C  bulu yang tidak lengkap, tulang dada, punggung, sayap dan kaki tidak normal, dada kurang baik perkembangannya,  sempit dan tipis, Punggung dan paha gending kurang diselimuti lemak,  sedikit lemak disekitar tempat akar bulu, serta mengalami kecacatan yang banyak. Serta diperkuat oleh pendapat Abu bakar dan Wahyudi (1994) bahwa faktor yang menentukan nilai karkas meliputi bobot karkas, jumlah daging yang dihasilkan dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan. Nilai karkas dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, umur dan jumlah lemak intramuskuler dalam otot. Faktor nilai karkas dapat diukur secara objektif seperti bobot karkas dan daging, dan secara subjektif misalnya pengujian organoleptik atau panel.
 
















BAB IV


KESIMPULAN DAN SARAN

4.1.      Kesimpulan
Proses pemeliharaan ayam kampung super ini dimulai dari DOC, persiapan yang dilakukan mulai dari persiapan bibit, persiapan kandang, peralatan, pakan dan minum. Program manajemen pakan dan minum dilakukan secara bertahap. Program vaksinasi dilakukan juga secara bertahap, dimana vaksin yang digunakan berbeda setiap kali melakukan vaksinasi. Terakhir adalah melakukan processing. Manajemen pemeliharaan seperti pakan dan lain sebagainya jika dilakukan dengan baik maka akan berdampak positif pada hasil akhir saat panen.

4.2. Saran
            Sebaiknya ketika praktikum berlangsung, ada kerjasama yang baik dalam satu kelompok, karena team work itu sangat berperan penting dalam keberhasilan pemeliharaan ternak. Praktikan juga harus selalu menjaga ketenangan lingkungan sekitar kandang supaya ternak merasa nyaman dengan lingkungannya sehingga ternak bisa tumbuh dengan baik.


 


DAFTAR PUSTAKA



Akoso, B. T. 1998. Kesehatan Unggas. Kanisius, Yogyakarta.

Aziz, F.A. 2009. Analisis Resiko Dalam Usaha Ternak Ayam Broiler. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Bogor (Skripsi).

Boa-Amponsem, K., E. A. Dunnington and P. B Siegal. 1991. Genotype, Feeding Regimen and Diet Interaction in Meat Chicken. I. Growth, Organ Size and Feed Utilization. Poultry Sci. 70 : 680-688.

Davies. 1982. Growth and Energy In Nutrition and Growth Manual. The Australian University Internasional Development Program. Australia.

Fadilah, R. Agustin P, Sjamsirul A. dan Eko P. 2007. Sukses Beternak Ayam Broiler. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Hadiwiyoto, S.,  1992.  Kimia dan Teknologi Daging Unggas.  Buku Monograf. PAU.

Iskandar, S., H. Resnawati dan D. Zainudin. 1997. Karkas dan Potongan Bagian Karkas Ayam F 1 Silangan Pelung – Kampung Yang Diberi Ransum Berbeda Protein. JITV, vol. 4 (1) : 28-34.

Iskandar, S. 2006. Pertumbuhan Ayam-Ayam Lokal sampai dengan Umur 12 Minggu pada Pemeliharaan Intensif. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Kartasudjana dan Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Lestari, M. 2009. Analisis Pendapatan dan Tingkat kepuasan Peternak Plasma Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rahmadi, F.I. 2009. Manajemen Pemeliharaan Ayam Petelur di Peternakan Dony Farm Kabupaten Magelang. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta (Tugas Akhir).

Rasyaf, M. 1995. Manajemen Peternakan Ayam Broiler. Cetakan ke 5. Penebar Swadaya, Jakarta.

Soeparno, 2005. Ilmu dan Teknologi Daging, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sudarmono. 2003. Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suprijatna, E., U. Atmomarsono, R. Kartasudjana. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rasyaf, M. 1997. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya, Jakarta.

Soeparno. 1992. Ilmu dan Tehnologi Daging. Gadjah Mada Unversity Press. Yogyakarta.

Widodo, W. 2004. Nutrisi dan Pakan Unggas Konstektual. Penebar Swadaya. Jakarta.

No comments: