PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan hal yang
penting dalam dunia ternak, karena berpengaruh terhadap produktivitas hasil
ternak. Faktor kesehatan sangat menentukan keberhasilan usaha peternakan.
Menjaga kesehatan menjadi salah satu prioritas utama disamping pemberian pakan
dan tatalaksana pemeliharaan. Pemeriksaan kesehatan ternak secara cepat dan akurat sangat
diperlukan dalam upaya pengendalian maupun pemberantasan penyakit. Diperlukan keahlian khusus untuk menilai kesehatan ternak, agar
dapat diketahui betul apakah ternak dikategorikan sehat atau dalam keadaan
sakit. Pemeriksaan kesehatan ternak dapat dilakukan dengan anamnesa atau
menanyakan kondisi ternak kepada perawat ternak, pengamatan tingkah laku ternak
baik dari jarak jauh maupun dekat, pemeriksaan fisik ternak dan pemeriksaan
laboratorium. Kesehatan ternak perlu diperhatikan karena kesehatan ternak
mempengaruhi produktivitas ternak tersebut.
Tujuan dari praktikum Ilmu Kesehatan Ternak adalah agar
praktikan mampu melakukan teknik anamnesa, mengetahui manajemen pemeliharaan,
kondisi lingkungan dan bangunan kandang, mengenal kondisi kesehatan ternak
melalui perubahan tingkah laku, pemeriksaan fisik dan kondisi fisiologi ternak,
mengetahui jenis parasit baik ektoparasit maupun endoparasit yang ada pada
ternak.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Teknik Anamnesa
Anamnesa ialah keterangan tentang
sejarah terjadinya penyakit. Keterangan ini diperoleh dari pemilik atau pemelihara ternak,
dengan cara wawancara atau menanyakan kepada pemilik
atau pemelihara ternak atau dari
keterangan langsung yang diberikan olehnya tanpa ditanya terlebih dahulu. Anamnesa merupakan suatu metode untuk mengetahui riwayat
suatu penyakit dengan cara menanyakan secara langsung kepada
orang memelihara ternak (Akoso, 1996). Pertanyaan-pertanyaan harus ditujukan
kepada fakta-fakta penting yang telah diceritakan atau terhadap gejala-gejala
klinis yang telah diamati pemiliknya. Hal lain yang menyangkut tipe
perkandangan, makanan ternak, dan air juga perlu diajukan. Lama berlangsungnya
suatu penyakit dan riwayat tentang penyakit baik dari hewan yang sama atau yang
sekandang perlu ditanyakan (Subronto, 2003).
2.2.
Manajemen Pemeliharaan
Usaha penjagaan terhadap kesehatan
ternak tidak terlepas dari usaha penjagaan kebersihan kandang dan lingkungan
sekitarnya serta pengawasan terhadap orang yang mungkin atau selalu berhubungan
dengan ternak tersebut. Ketiga macam usaha itu pelaksanaannya harus dalam suatu
kesatuan yang harus selalu dipatuhi peternak. Ketiga macam usaha itu disebut
sanitasi (Subronto, 2003). Lingkungan dan
pengawasan, hal yang penting harus diperhatikan juga dalam manajemen
pemeliharaan ternak adalah tentang kesehatan ternak itu sendiri. Kondisi ternak
sehat apabila tidak terlihat perubahan didekat selaput lendir dan korne mata,
ekor yang aktif, bulu tidak kotor, bulu yang normal akan tidak kusam (Akoso,
1996).
2.2.1.
Lingkungan Kandang
Lingkungan peternakan merupakan tempat
yang secara langsung berhubungan ternak yang dipelihara di peternakan
(Williamson dan Payne, 1993). Sanitasi lingkungan peternakan dilakukan dengan
mengupayakan tidak adanya serangga vektor-vektor penyakit yang dapat menyerang ternak,
selain itu penanganan limbah yang tepat dapat mengurangi adanya pencemaran lingkungan dan memudahkan
tata laksana sanitasi (Sutama, 2009). Sanitasi kandang meliputi lingkungan kandang,
ternak, petugas serta orang yang keluar masuk dikandang, perlengkapan kandang.
Setelah dilakukan sanitasi dapat dilihat lingkungan sekitar kandang maupun
kandang itu sendiri menjadi bersih. Hal
pertama yang dilakukan adalah membersihkan sisi kanan dan kiri kandang
dengan menggunakan alat pembersih berupa sapu lidi. Kemudian dilanjutkan dengan
membersihakan ternak, yaitu dengan memandikannya menggunakan sampo khusus
ternak dan beberapa dengan detergent.
Kebersihan kandang harus tetap dijaga, kotoran harus selalu dibuang pada tempat yang telah
disediakan. Jarak
antara kandang dengan
pembuangan feses harus jauh dengan kandang minimal 10 meter dari kandang (Sugeng, 2000).
Suhu dan kelembaban
merupakan dua komponen iklim paling penting yang harus diperhatikan (Frandson,
1996). Kondisi kenyamanan ternak berada pada tingkat kelembaban udara 50% -
65%. Suhu lingkungan yang nyaman untuk ternak yaitu berkisar antara 270C – 340C (Williamson
dan Payne,1993).
2.2.2.
Bangunan Kandang
Kandang
adalah suatu bangunan yang digunakan untuk tempat tinggal, perlindungan, dan aktivitas
ternak. Kandang dipergunakan untuk kenyamanan ternak dan mempermudah kerja
pemelihara (Sutama, 2009). Perkandangan
adalah segala aspek fisik yang berkaitan dengan kandang dan sarana prasarana
yang bersifat penunjang dalam suatu peternakan (Abidin, 2008). Syarat kandang yang baik antara lain jauh dari
pemukiman, cukup mendapat sinar matahari yang merata dan udara segar, lahan
tidak kering dan tidak tergenang air (Siregar, 1995).
Perkandangan
merupakan kompleks tempat tinggal ternak dan pengelola yang digunakan untuk
melakukan kegiatan proses produksi dari sebagian atau seluruh kehidupannya
dengan segala fasilitas dan peralatannya. Kandang didirikan untuk melindungi
ternak dari hujan dan sengatan sinar matahari yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
dan kesehatannya. Dalam pembuatan kandang kambing diperlukan beberapa syarat yang penting,
yaitu memberikan kenyamanan sapi perah dan di lingkungan sekitar, mudah
dibersihkan, memenuhi persyaratan bagi sapi perah, ventilasi atau sirkulasi
udara sempurna, bahan yang digunakan dapat tahan lama dan sedapat mungkin
dengan biaya yaang terjangkau oleh peternak, serta memberi kemudahan bagi
pekerja kandang dalam melakukan pekerjaannya (Siregar, 1995). Pembuatan
kandang kambing atau kontruksi yang dipakai ada 2 tipe, yaitu kandang lantai
tanah dan kandang panggung yang masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan. Sehingga harus ditentukan pembuatannya harus sesuai kebutuhan
(Sutama, 2009)
2.2.3.
Kondisi Ternak
Tingkah laku kambing memberikan gambaran tentang status kesehatan kambing tersebut. Kambing yang sehat akan
menampakkan gerakan yang aktif, sikapnya sigap, selalu sadar dan tanggap
terhadap perubahan situasi sekitar yang mencurigakan. Kondisi kambing yang seimbang adalah tidak terlalu gemuk atau kurus, langkah kakinya
mantap dan teratur. Sudut matanya terlihat bersih tanpa adanya kotoran atau
getah radang. Ekornya selalu aktif megibas untuk mengusir lalat. Kulit dan bulu
tampak halus dan mengkilat serta pertumbuhan bulu merata di permukaan tubuhnya
(Akoso, 1996). Kesehatan ternak
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (Sugeng, 1998).
Tubuh ternak atau hewan pada umumnya
terdapat proses-proses metabolisme untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok maupun
produksi yang ditampilkan. Ternak perah yang termasuk hewan berdarah panas akan
berusaha mempertahankan proses fisiologis dengan cara antara lain melakukan
perubahan fisiologis maupun tingkah laku. Proses-proses tersebut akan
melibatkan organ-organ sesuai fungsi dan kerja organ-organ tersebut secara
terintegratif melakukan perubahan-perubahan fisiologis dalam rangka mempertahankan
proses keseimbangan agar proses metabolisme di dalam tubuh dapat berlangsung
secara normal (Frandson, 1996).
2.2.4.
Pakan
Ransum ruminansia
sebaiknya terdiri dari hijauan legume
dan non legume yang berkualitas bagus dengan konsentrat yang tinggi kualitas
dan palatabilitasnya. Sebagai suplemen terhadap hijauan tadi, sehingga dapat mencapai produksi maksimum (Blakely dan Bade, 1991). Kebanyakan makanan ternak dapat
dikelompokan menjadi dua jenis secara garis besarnya, hijauan dan konsentrat.
Hijauan ditandai dengan jumlah serat kasar yang relatif banyak pada bahan
keringnya. Sebagai suatu kelompok hijauan dapat dibagi lagi menjadi hijauan
kering dan hijauan segar, dimana hijauan segar mengandung banyak air. Secara
umum hanya ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing, dan unta dapat
memanfaatkan makanan hijau dalam jumlah banyak secara baik (Williamson dan Payne, 1993).
2.2.5.
Tata Laksana
Tata laksana mengenai pemeliharaan
pakan dilakukan secara intensif, dimana pemberian pakan dilakukan secara ad libitum, yaitu pemberian pakan yang
dilakukan secara intensif dengan cara memberikan pakan terus-menerus kepada
ternak apabila pakan ternak itu habis. pemberian
pakan secara ad libitum seringkali
tidak efisien karena akan menyebabkan bahan pakan banyak yang terbuang dan
pakan yang tersisa menjadi busuk dan ditumbuhi jamur sehingga membahayakan
ternak. Abidin (2008) menambahkan bahwa tingkat konsumsi ruminansia umumnya
didasarkan pada konsumsi bahan kering pakan, baik dalam bentuk hijauan maupun
konsentrat.
MATERI DAN METODE
Praktikum Ilmu
Kesehatan Ternak dilaksanakan pada hari Senin tanggal 13 November 2011
dengan materi Anamnesa di Peternakan Kambing
Rakyat di Jurang Blimbing RT 6 RW 4, Tembalang, Semarang.
3.1. Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum wawancara dengan
peternak kambing dan pemeriksaan kesehatan ternak adalah stetoskop, termometer
rektal, dan penghitung waktu.
3.2. Metode
Metode yang digunakan pada praktikum Ilmu Kesehatan
Ternak antara lain adalah anamnesa dan pemeriksaan kesehatan ternak.
3.2.1. Anamnesa
Melakukan wawancara kepada perawat
ternak atau pemilik ternak tentang riwayat penyakit yang menyerang ternaknya.
Mengamati dan menilai kondisi peternakannya, terutama kondisi yang dapat
mempengaruhi kesehatan ternak. Membahas hasil wawancara maupun pengamatan.
3.2.2. Pemeriksaan kesehatan ternak
Mengamati tingkah
laku ternak kambing dari jarak jauh, seperti gerakan ternak, sikap berdiri,
sikap berjalan, sikap berbaring, nafsu makan/ minum dan sikap dalam kelompok. Memeriksa
fisik tubuh ternak, seperti kondisi bulu, permukaan tubuh, anggota gerak,
lubang tubuh, luka di permukaan tubuh, konsistensi feses. Memeriksa kondisi
fisiologis ternak seperti temperatur tubuh, kecepatan pernafasan, kecepatan
pembuluh nadi, detak jantung, kontraksi usus, kontraksi rumen. Kemudian membuat
kesimpulan sementara atas status kondisi kesehatan ternak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Identitas Peternak
Berdasarkan praktikum pengamatan yang telah dilaksanakan di peternakan rakyat, diperoleh
hasil pengamatan lingkungan kandang sebagai berikut: Praktikum dilakukan pada
peternakan kambing
milik Bapak Gimin , yang diketahui beralamat di Jurang Blimbing Rt 6 Rw 4, Tembalang.
Bapak Gimin
terakhir mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat (SR) dan juga tidak pernah
mengenyam pendidikan tambahan keahlian ternak. Bapak Gimin mulai memelihara ternak sejak pada tahun 1990-an. Awal memelihara Bapak Gimin memiliki 2
pasang ekor kambing, saat ini Bapak Gimin memiliki 8 ekor kambing.
Teknik anamnesa dilakukan dengan
menanyakan riwayat kesehatan ternak dari sejak awal pemeliharaan, menanyakan
kondisi kesehatan ternak sekarang, menanyakan
pakan, minum, kondisi kandang dan perilaku ternak keseharian. Riwayat
kejadian penyakit yang pernah menyerang adalah penyakit kulit, kembung,
mastitis dan diare. Ternak tidak mau makan dan minum dan nafsu makan menurun.
Pak melakukan penanganan yaitu
memberikan obat baik obat organik yang berasal dari alam. Untuk mencegah supaya kambing tidak sakit diare hal yang dilakukan
yaitu melayukan rumput yang akan diberikan untuk an pada ternak. Kesimpulan
yang dapat diambil yaitu bahwa domba
sering sekali mengalami penyakit kulit, kembung dan diare. Dikarenakan an,
lingkungan dan managemen yang masih belum optimal dan dikelola dengan baik
disebabkan pemeliharaan masih tradisional yang didasarkan pada pengalaman saja.
4.2. Manajemen Pemeliharaan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan di
peternakan kambing milik Ba Gimin Gimin. Manajemen pemeliharaan meliputi
lingkungan kandang, bangunan kandang, kondisi ternak dan an yang diberikan
kepada ternak. Kandang tidak teratur dibersihkan, dibersihkan jika kandang
sudah terlihat kotor yaitu terlihat dari banyaknya kotoran ternak yang masih
menumpuk di dalamnya dan lantai kandang yang becek karena masih lantai alas
tanah. Hal ini membuat ternak tidak nyaman dan mudah terserang penyakit.
Dijelaskan lebih lanjut oleh (Ngadiyono, 2007) bahwa kandang yang bersih akan
mencegah timbulnya penyakit dan memberikan kenyamanan pada ternak.
4.2.1 Lingkungan kandang
Berdasarkan praktikum
yang telah dilaksanakan, diperoleh hasil pengamatan lingkungan kandang sebagai
berikut: Lingkungan kandang domba milik Ba Gimin cukup baik
karena jarak kandang dengan perumahan penduduk termasuk kumuh, karena jaraknya hanya sekitar 10 meter dari rumah si pemilik. Hal ini sesuai dengan
pendapat Suprijatna,et.al (2008 ) yang menyatakan bahwa lokasi kandang
sebaiknya agak jauh minimal 10 m dari rumah penduduk. Bangunan kandang kondisinya tidak memadai
karena kandang hanya dibatasi oleh papan kayu sebagai dinding yang sudah rapuh,
lantai becek dengan campuran feses dan dinding sudah rapuh. Hal ini sesuai
dengan pendapat Setiadi (2002) yang menyatakan bahwa lokasi kandang sebaiknya
tidak becek dan lembab serta cukup sinar matahari.
4.2.2. Bangunan kandang
Berdasarkan
praktikum yang telah dilaksanakan dapat diketahui hasil pengamatan bangunan
kandang sebagai berikut: Bangunan kandang pada peternakan kambing milik Ba
Gimin belum memadahi dan kurang nyaman untuk ternak tersebut. Kandang terbuat
dari kayu dengan lantai tanah. Dinding kandang terlalu rendah dan tidak ada
pelindung dinding. Kondisi tersebut menyebabkan ternak tidak mendapat tempat
perlindungan ketika hujan karena air dengan mudah masuk ke kandang dan ketika
udara kencang mudah sekali diterpa
angin. Hal ini tidak sesuai dengan
pendapat Siregar (2007) yang menyatakan bahwa untuk daerah tropis, tinggi
dinding kandang yang ideal adalah 2,5 meter. Lantai tidak sesuai dengan standar perkandangan karena lantainya adalah lantai becek sehingga kotoran ternak langsung
bercampur dengan urin dan air dimana ternak tersebut hidup di atasnya. Sanitasi
kandang sesuai karena mudah untuk dibersihkan. Dalam mengambil an yang disediakan. Hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan
ternak dapat optimal dan baik karena
antara domba dewasa dan domba kecil yang
hidup bersama dalam satu kandang karena kebutuhan an dapat tercukupi. Tempat
minum kurang sesuai karena tidak dibedakan antara domba satu dengan domba yang
lainnya.
4.2.3. Kondisi ternak
Berdasarkan praktikum yang
telah dilaksanakan dapat diperoleh hasil pengamatan kondisi ternak sebagai
berikut :
Kondisi kambing milik Ba Gimin sehat. Perawakan termasuk sedang, berdiri
dengan tegap, nafsu makan baik, pandangan mata tajam dan bening, bulunya keriting,
aktif menggerakkan ekor dan mengusir lalat di sekitar kepalanya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Akoso (2006) yang menyatakan bahwa domba yang sehat akan
menamkan gerakan yang aktif, sikapnya sigap, selalu sadar dan tanggap terhadap
perubahan situasi sekitar yang mencurigakan. Kondisi tubuh kambing yang
seimbang adalah tidak terlalu gemuk atau kurus, langkah kakinya mantap dan
teratur. Sewaktu berdiri kambing dalam keadaan seimbang dan bertumpu pada
keempat kakinya. Ekornya selalu aktif mengibas untuk mengusir lalat. Dijelaskan
lebih lanjut oleh Sugeng (2006) bahwa ciri ternak sehat adalah ekornya selalu
aktif mengibas untuk mengusir lalat. Kulit dan bulu tam halus dan mengkilap.
4.2.4. an
Berdasarkan
praktikum yang telah dilaksanakan, diperoleh hasil pengamatan an dan palung sebagai berikut :
an
yang diberikan kepada kambing
milik
Ba Gimin adalah hijauan saja, yaitu
rumput padangan. an diberikan secara rutin
1
kali sehari dan. Hal ini menyebabkan nutrisi yang dibutuhkan ternak kurang
karena pada umumnya rumput padangan terdiri atas berbagai macam rumput liar
yang kandungan nutrisinya rendah dan kandungan serat dan ligninnya tinggi.
Kandungan lignin yang tinggi menyebabkan hijauan sulit dicerna. Hal ini sesuai
dengan pendapat Siregar (2007) yang menyatakan bahwa rumput padangan meruan
rerumputan yang memiliki kualitas rendah dengan serat kasar dan lignifikasi
yang tinggi sehingga sulit untuk dicerna. Dijelaskan lebih lanjut oleh Anggorodi
(2004) bahwa hijauan dengan serat kasar yang tinggi memiliki dinding sel yang
lebih tebal sehingga daya cernanya rendah.
4.2.5. Tata laksana pemeliharaan
Tata
cara pemeliharaan yang terdapat pada
peternakan sapi adalah dengan cara intensif. Hal tersebut dikarenakan pada pagi sampai sore hari domba diberikan rumput, sedangkan
pada malam hari domba diberi an yang sudah disediakan oleh peternak di dalam tempat an. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Ralph (2007) yang menyatakan bahwa sistem pemeliharaan dibagi menjadi 3
kelompok yaitu, perkandangan intensif,
semi-intensif, dan umbaran. Kegiatan domba pada pagi sampai petang cenderung monoton.
Yang terdiri dari merumput, urinasi, dan defekasi.
4.3. Riwayat Penyakit
Berdasarkan
praktikum yang telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa domba milik Ba Gimin Gimin
sering mengalami penyakit kulit, kembung dan diare yang ditandai dengan menurunnya nafsu makan, tubuh ternak
lemas dan terlihat kurang aktif. Hal ini
dikarenakan bangunan kandang yang kurang sesuai, yaitu kandang yang sangat
terbuka dan tidak memiliki atap sempit sehingga perubahan cuaca seperti hujan
dan panas akan sanga berpengaruh terhadap kesehatan ternak dan kondisi lantai
kandang yang becek. Ternak yang kehujanan akan kedinginan sehingga mudah sakit.
Penanganan yang dilakukan oleh peternak
yaitu dengan memberi obat ramuan.. Sanitasi kandang yang cukup terjaga. Penyebab
lain adalah karena kandang jarang dibersihkan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Akoso (2006) yang menyatakan bahwa sanitasi yang baik dapat menghambat
kehadiran bibit penyakit. Sanitasi dilakukan dengan menjaga alas kandang agar
tetap kering dan tidak menimbulkan bau, menjaga kebersihan peralatan makanan
dan minuman.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan
praktikum yang telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa domba Ba Gimin termasuk
sehat. Tubuhnya berukuran sedang, tidak terlalu kurus dan tidak gemuk, anggota
tubuh bergerak aktif , berdiri dengan tegak, nafsu makan baik dan aktif menggerakkan kepala serta ekornya.
Lingkungan kandang sudah sesuai sedangkan bangunan kandang kurang sesuai. an
yang diberikan adalah rumput padangan yang diberikan secara rutin 1 kali sehari.
Riwayat kesehatan menunjukkan bahwa domba tersebut sering mengalami penyakit
kulit, kembung dan diare dikarenakan an yang diberikan dan bangunan kandang
tidak memiliki dinding dan terlalu terbuka.
5.2. Saran
Hendaknya
waktu yang digunakan dalam praktikum Ilmu Kesehatan Ternak lebih lama, agar dalam pengamatan bisa dhasilkan data yang akurat. Selain itu
diharapkan praktikum tidak hanya dapat mengetahui jenis penyakit, tapi
setidaknya juga dapat mencegah dan mengobatinya.
DAFTAR PUSTAKA
Akoso, T.B. 2006. Kesehatan Sapi. Kanisius, Yogyakarta.
Ngadiyono, N.
2007. Beternak Sapi. PT Citra Aji Pratama, Yogyakarta.
Ralph, S. R. 1987. Manual of Poultry Production in the
Tropics. Wallingford: CAB International.
Siregar, S.B.
2007. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sugeng, Y. B. 2006. Sapi
Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suprijatna.et.al .2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas.
Penebar Swadaya, Jakarta
No comments:
Post a Comment