TIDAK ADA JALAN
LURUS, TIDAK ADA JALAN MULUS
TENTANG
PERJUANGAN HIDUP DI DUNIA
By: Sandi
Suroyoco Sinambela
Kata-kata yang
terusik ditelingaku saat berjalan ditengah gerimis menuju tempat kos.
Aku memang
terbiasa berjalan setiap harinya berangkat ke kampus dengan waktu kurang lebih
12 menit, dipagi hari aku sangat semangat dan seringkali sambil bernyanyi
sambil melangkahkan kaki.
Aku
berjalan bukan seperti orang lain yang menundukkan kepalanya dan berjalan seperti
dikejar sesuatu yang ada dibelakang pikirannya. Aku selalu menikmati dan selalu
berusaha sabar meskipun sebenarnya keringatku sudah menetes dari dahi hingga ke
dagu. Aku tak peduli dengan bunyi klason angkot yang menggodaku untuk
menaikinya.
Aku
tak peduli melihat teman yang menaiki kendaraan, tetapi yang kuperdulikan
adalah kekuatan hati dan pikiranku untuk menapaki jalan yang tak mulus dan
jalan yang tak lurus.
Bersiap
melangkahkan langkah kaki adalah suatu proses yang tidak bisa dengan cepat aku
lakukan karena itu sangat erat kaitannya dengan kuat rapuhnya hati saat ingin
melangkah.
Disaat
aku berjalan, aku seringkali harus bersusah-payah mengitari jalan seperti
layaknya sebuah bundaran yang luas hanya untuk menghindari lawan arah dengan penghalang-penghalang
yang sewaktu-waktu merenggut nyawa dari
semangat jiwaku. Itulah gambaran kehidupan yang ada pada kenyataan ini.
Aku
mengitari pada hal ada jalan pintas yang lurus tapi ada sesuatu yang kelam di
sana. Satukah diantara mu yang merasakan jalan lurus? Lalu dimana? Aku harus
mencucurkan keringat berjalan sedekat itu karena banyak belokan yang harus
kutuntaskan, dan kuselesaikan dengan baik.
Mulus
bukanlah kata-kata yang sering ku ucapkan atau selalu tersirat di dalam
benatku, jika aku mendapat sesuatu yang besar yang ada di benatku adalah syukur
dan bukan karena aku. Kerikil-kelikil tajam yang selalu menghalangi langkahku
dan duri-duri tajam yang menjerat kakiku itulah jalan yang tidak mulus itu. Aku
berusaha merontah-rontah dan melihat jalan kedepan.
Aku
tak perduli seberapa besar tantangan hidup ini meski kakiku tercabik dan
tertancap. Selagi nyawa masih melekat pada badan, aku akan melangkahkan kaki
dengan langkah tegap dan dan tidak enundukkan kepala karena di jalan yang
berkelok-kelok dan di jalan yang berduri-duri aku adalah pemenang.
Pemenang
bukanlah yang bermegah, tapi aku adalah yang berjalan terus selangkah dan
selangkah lagi dengan harapan melampaui
jalan yang berkelok dan membersihkan jaran yang berduri. Aku akan selalu
berjalan dari tempat kos menuju impian besarku.
No comments:
Post a Comment